Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Polisi dalam Perdagangan Senjata Api

Penangkapan tersangka teroris membuka keterlibatan polisi dalam jual-beli senjata api ilegal. Mesti diusut secara serius.

27 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSEKONGKOLAN penjahat dan anggota kepolisian boleh disebut sebagai kejahatan sempurna. Apalagi bila kejahatannya berkaitan dengan terorisme, seperti yang dituduhkan kepada Dananjaya Erbening. Pegawai PT Kereta Api Indonesia itu disebut sebagai anggota kelompok Mujahidin Indonesia Barat dan ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Kepolisian RI di Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Senin, 14 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasukan antiteror mengklaim menyita berbagai senjata dari rumah kontrakan Dananjaya, di antaranya lima senapan laras panjang, lima pistol, lima pen gun, dan lima airsoft pistol. Dari penelusuran terungkap dugaan persekongkolannya dengan tiga polisi. Menurut Detasemen Khusus, tiga polisi tersebut memasok senjata untuk tersangka yang disebut-sebut bersumpah setia kepada kelompok Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Polri menyatakan tiga anggotanya tidak terlibat jaringan teror yang melibatkan Dananjaya. Mereka berdalih ketiganya hanya terlibat jual-beli senjata api ilegal melalui perdagangan secara elektronik. Tiga polisi itu juga disebut memodifikasi senjata yang biasanya digunakan untuk berburu.

Apa pun dalih di balik keterlibatan tiga polisi itu, baik jual-beli ilegal maupun modifikasi senjata, kejahatan mereka sangat berbahaya. Apalagi bukan sekali ini saja aparat keamanan terlibat dengan kelompok-kelompok kriminal. Sebelumnya anggota kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia terlibat dalam perdagangan senjata api dan amunisi ilegal di Papua, seperti yang terungkap pada 2020 dan 2021.

Kejahatan ketiga aparat tersebut adalah pengkhianatan pada tugas dan kewajiban mereka sebagai penjaga keamanan. Tugas Polri, sesuai dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, adalah menegakkan hukum, mewujudkan ketertiban masyarakat, serta memberikan keamanan, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Alih-alih menjaga, tiga polisi itu justru membahayakan keamanan.  

Perkembangan Internet memang membuat perdagangan barang berbahaya ini marak dan mudah. Banyak yang berkedok berjualan airsoft gun. Betapa berbahayanya bila senjata-senjata api ini jatuh ke tangan penjahat atau orang-orang yang menghalalkan kekerasan untuk tujuan mereka, seperti teroris. Dalam kasus ini, tiga polisi tersebut bahkan mengancam keselamatan korps mereka. Dananjaya, menurut Densus 88, berencana menyerang markas Brigade Mobil Polri dan TNI. 


Baca liputannya:


Detasemen Khusus Antiteror sudah sepatutnya mengusut lebih jauh keterlibatan tiga polisi itu. Korps ketiganya juga harus terbuka, tidak perlu menutup-nutupi keterlibatan mereka—apalagi di tengah penyelidikan yang masih berjalan. Jauh lebih penting para petinggi kepolisian memastikan keselamatan masyarakat banyak daripada menjaga citra yang tercoreng oleh keterlibatan anggotanya.

Terorisme termasuk kejahatan berat dan perlu ditangkal secara serius. Apalagi kejahatan ini melibatkan pegawai badan usaha milik negara serta personel kepolisian.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kejahatan Sempurna Terorisme Dananjaya"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus