Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Teroris di Bekasi menggunakan modus sedekah jemaah untuk menggalang dana.
Sejumlah uang diduga digunakan untuk membeli senjata api.
Menjadi simpatisan ISIS sejak 2014.
SELEPAS kemunculan teror bom bunuh diri di kantor Kepolisian Sektor Astana Anyar, Bandung, Dananjaya Erbening makin intens menggalang dana. Pria 28 tahun itu menggunakan berbagai platform media sosial, seperti Facebook dan Telegram, untuk mengajak banyak orang, khususnya simpatisan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), untuk bersedekah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menggunakan telepon seluler, Dananjaya rutin menyusun dan menyebar pesan berantai untuk beramal. Lewat cara itu, ia mampu mengumpulkan uang hingga miliaran rupiah. “Dana itulah yang ia gunakan untuk menyiapkan rencana teror baru,” ujar juru bicara Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI, Komisaris Besar Aswin Siregar, pada Jumat, 25 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bom di Polsek Astana Anyar meledak pada 7 Desember 2022 dan menewaskan satu polisi dan seorang warga sipil. Agus Sujatno, pelaku bom bunuh diri, tewas di tempat. Agus, 34 tahun, diduga bagian dari jaringan JAD. Sejak 2016, JAD sudah berbaiat kepada kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Dananjaya juga ditengarai simpatisan ISIS.
Proses interogasi ideologi terhadap tersangka Dananjaya Erbening/Twitter/@islah_bahrawi
Aktivitasnya terungkap setelah Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya dan Densus 88 menggerebek rumah kontrakannya di perumahan Pesona Anggrek, Harapan Jaya, Bekasi Utara, Jawa Barat, pada Senin, 14 Agustus lalu. Polisi menemukan 18 senjata api di rumahnya. Sebelas di antaranya jenis laras pendek, lima laras panjang, dan sisanya pistol pena rakitan. Polisi juga menyita 600 amunisi kaliber 5,56 milimeter dan 400 amunisi kaliber 9 milimeter yang tersimpan dalam kotak hitam. Ada pula bendera ISIS dan belasan buku tentang jihad.
Penangkapan Dananjaya mengagetkan banyak pihak. Sehari-hari, Dananjaya bekerja sebagai petugas langsir PT Kereta Api Indonesia. Tak ada yang menyangka ia terlibat terorisme. Rupanya, dia juga tengah menyiapkan aksi teror. Targetnya adalah Markas Komando Brigade Mobil Kepolisian RI Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, dan salah satu markas Tentara Nasional Indonesia. Untuk itulah dia menggalang dana, termasuk kepada sahabatnya yang tak tahu-menahu soal ISIS. “Banyak yang teperdaya,” ucap Aswin.
Selain lewat media sosial, Dananjaya turut menyebar kotak amal di sejumlah fasilitas umum untuk menggalang sedekah. Di kotak itu, ia membubuhkan stiker kode respons cepat atau QRIS dompet digital untuk memudahkan donasi. Dana yang terkumpul diklaim bakal dikelola oleh yayasan untuk pembangunan masjid serta diberikan kepada fakir miskin dan anak yatim-piatu. “Polanya mirip dengan pelaku bom Astana Anyar,” kata Aswin.
Baca: Rayuan Jihad dari Telegram
Penyidikan kasus bom Astana Anyar mengungkap peran sejumlah tersangka yang membantu penggalangan dana lewat penyebaran 50 kotak amal. Para pelaku mengemas aktivitas mereka lewat program Sahabat Langit dan Sahabat Umat. Komisaris Besar Aswin belum bisa memastikan hubungan langsung Dananjaya dengan para tersangka kasus bom Astana Anyar. Tapi ia membenarkan mereka pernah bertemu di pengajian kelompok yang sama.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ivan Yustiavandana mengatakan Dananjaya memiliki banyak rekening untuk menampung sumbangan. Lalu lintas uang dalam rekeningnya mencapai lebih dari Rp 1 miliar. Semuanya kini sudah dibekukan. Ivan enggan menjelaskan ke mana saja aliran uang tersebut selama ini. “Kami hanya mendukung data sesuai dengan permintaan penyidik,” ucapnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengatakan Dananjaya merupakan simpatisan ISIS sejak 2014. Pada tahun yang sama, ISIS muncul dan mulai melancarkan teror di Suriah. Sebelumnya, Dananjaya pernah bergabung dengan Jamaah Ansharut Tauhid dan kelompok Mujahidin Indonesia Barat (MIB) pimpinan Amat Untung Hidayat alias Abu Roban. Ketika itu umurnya masih 15 tahun dan duduk di sekolah menengah pertama.
Kelompok Abu Roban menciptakan organisasi tertutup (tandzim sirri) yang bergerak dengan senyap. Selain mengandalkan pengajian tertutup, penggalangan anggota mereka juga dilakukan lewat media sosial. Abu Roban yang hanya lulusan sekolah dasar dikenal sebagai sosok yang cerdas dan karismatik di mata para anggotanya. Di antaranya adalah William Maksum, anak seorang pemuka agama yang memiliki titel master.
Kelompok Abu Roban dituduh berada di balik penggalangan dana lewat perampokan, atau disebut fai, dan kecelakaan bom di Yayasan Yatim Piatu Pondok Bidara, Beji, Depok, pada 2012. Abu Roban tewas dalam baku tembak dengan polisi di Semarang. William ikut ditangkap. Menurut Ahmad Ramadhan, pemikiran Dananjaya makin radikal setelah mengenal William. “Dia kerap menyebarluaskan seruan jihad lewat media sosial,” tuturnya.
MIB dan JAD sudah lama dikenal sebagai organisasi yang gencar menyuarakan pendirian negara khilafah. Keduanya melebur sejak ISIS muncul. Mayoritas anggotanya berbaiat kepada khilafah ISIS pertama, Abu Bakar al-Baghdadi. “Di kalangan mereka ada pemikiran jika negara khilafah sudah berdiri, kewajiban muslim di seluruh dunia berhijrah dan berbaiat,” ujar pengamat terorisme, Al Chaidar.
Salah satu unggahan di akun Facebook Dananjaya Erbening/Tempo/Gunawan
Di bawah kepemimpinan ISIS, Chaidar menambahkan, para simpatisan mendapat kebebasan menerjemahkan doktrin amaliyah yang umumnya berbentuk teror. Rencana mereka tak lagi bergantung pada perintah pemimpin, seperti yang diterapkan Jamaah Islamiyah yang berafiliasi dengan Al-Qaidah. Itu sebabnya banyak simpatisan ISIS yang bergerak secara individual menggunakan sarana seadanya. “Kalau tidak ada dana, pakai pisau pun bisa,” tuturnya.
Simpatisan ISIS juga mengubah pola pendanaan teror. Menurut Komisaris Besar Aswin Siregar, kelompok teroris baru menghindari fai karena risiko kegagalannya tinggi. Cara termudah adalah dengan modus sedekah jemaah. Strategi tersebut memanfaatkan kebiasaan jemaah yang senang beramal tanpa pilih-pilih. “Cara ini mereka anggap lebih efektif,” ucapnya.
Menurut pengamat terorisme, Noor Huda, pola pendanaan lewat sedekah bukan hal baru. Simpatisan ISIS dan kelompok radikal lain sudah berulang kali menggunakan cara tersebut. Sementara itu, banyak donatur yang tidak kritis dan selektif. “Masa iya mau menyumbang harus nanya macam-macam?” ujarnya.
•••
POLISI sudah membuntuti Dananjaya Erbening dua pekan sebelum ditangkap. Mereka juga mengintai rumah Dananjaya di perumahan Pesona Anggrek, Harapan Jaya, Bekasi Utara. Operasi berlangsung senyap. Tak banyak warga kompleks yang tahu. Tim intelijen hanya berkoordinasi dengan pengurus rukun tetangga. “Ada dua petugas yang meminta izin kepada kami untuk mengintai rumah kediaman tersangka dari pos RW (rukun warga) di depan rumahnya,” ujar Bendahara RT 7 RW 027, Agung.
Dananjaya menempati rumah itu sejak enam bulan lalu. Pagar rumah setinggi 160 sentimeter selalu tertutup rapat. Di tempat itu ia tinggal bersama istri dan seorang anaknya. Ketua RT setempat, Ichwanul Muslimin, mengenal Dananjaya sebagai pribadi yang ramah. Saat senggang, Dananjaya sesekali berinteraksi dengan warga sekitar. “Banyak yang tak menyangka dia terlibat kasus terorisme,” katanya.
Juru bicara Detasemen Khusus 88 Antiteror, Komisaris Besar Aswin Siregar, membenarkan adanya pengintaian tersebut. Dia bercerita, polisi sudah lama mengendus aktivitas Dananjaya. Ia kerap mengirimkan video ajakan berjihad lewat media sosial. Meski akunnya sudah diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dananjaya muncul lagi dengan akun berbeda.
Polisi makin yakin Dananjaya merencanakan teror setelah berulang kali melempar video propaganda baiat kepada pemimpin ISIS yang baru, Abu Hasan al-Hashimi al-Qurashi. Ia juga mengajak melakukan amaliyah. Tim patroli siber sejak saat itu meyakini Dananjaya tengah menyiapkan rencana teror. “Dan itu terbukti setelah kami menangkapnya,” tutur Aswin.
Corporate Secretary PT Kereta Api Indonesia Raden Agus Dwinanto Budiadji menyerahkan proses hukum Dananjaya kepada polisi. Manajemen PT KAI bakal mendukung proses penyidikan kasus itu. Ia berjanji bakal menindak tegas setiap karyawan yang terbukti terlibat aksi terorisme. “Kami tidak menoleransi tindakan yang bertentangan dengan hukum, terlebih pada kasus terorisme,” ujarnya lewat keterangan pers.
Baca: Serangan Balik Simpatisan JAD
Temuan belasan senjata api ilegal di rumah Dananjaya menjadi salah satu perhatian utama polisi. Sejumlah pihak menduga uang sedekah yang diperoleh Dananjaya digunakan untuk membeli senjata.
Komisaris Besar Aswin mengatakan Dananjaya kerap berlatih menggunakan senjata tersebut di sekitar Gunung Geulis, Bogor, Jawa Barat. Senjata itu disinyalir bakal ia gunakan untuk menyerang markas Brigade Mobil di Kelapa Dua, Depok. Dananjaya diduga mendapatkan inspirasi dari kerusuhan 154 tahanan teroris di markas Brimob yang terjadi pada awal 2018. “Kami masih dalami siapa saja yang membantu rencananya,” kata Aswin.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi mengatakan Dananjaya membeli senjata tersebut dari warga Tambun Utara, Bekasi, yang berinisial R. Sebagian di antaranya adalah senjata pabrikan. Ada pula modifikasi airsoft gun. R juga diduga ikut memasok senjata api ilegal di pasar gelap. “Kami menahan dia dalam kasus senjata ilegal, bukan terorisme,” tutur Hengki.
Penyidikan terhadap R mengungkap skandal lain yang melibatkan peran sejumlah polisi. Hengki menjelaskan, R terdeteksi pernah menjual senjata kepada personel Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Brigadir Kepala Reynaldi Prakoso; Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Bekasi Utara Inspektur Satu Muhamad Yudi Saputra; dan anggota Samapta Kepolisian Resor Kota Cirebon, Jawa Barat, Brigadir Kepala Syarif Muksin.
Ketiganya kini menjalani penempatan khusus untuk menjalani pemeriksaan disiplin profesi. Menurut Hengki, keterlibatan mereka sebatas dalam jual-beli senjata, bukan kasus terorisme. Reynaldi diketahui pernah meminta bantuan Syarif memodifikasi airgun menjadi senjata api. Syarif lalu menghubungkan Reynaldi dengan kenalannya pemilik pabrik modifikasi di Semarang. Pabrik ini juga menyuplai senjata kepada R.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi.Tempo/M. Faiz Zaki
Penyidikan kasus itu belakangan menyeret peran sepuluh tersangka lain dan membuat Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat turun tangan. Tim gabungan menemukan fakta bahwa pelaku kerap memalsukan dokumen kepemilikan senjata dan kartu anggota. Dokumen tersebut tercatat atas nama IP. “Dokumen tersebut terbit mengatasnamakan instansi kami, Puspomad,” ujar Wakil Komandan Puspomad Mayor Jenderal Eka Wijaya Permana.
Polisi dan Puspom menyita 44 senjata api berbagai jenis. Ada pula 1.138 butir amunisi, dari kaliber 9, 32, hingga 5,56 milimeter. Kepala Bidang Balistik dan Metalurgi Forensik Polri Komisaris Besar Ari Kurniawan Jati mengatakan 24 senjata tersebut adalah senjata pabrikan. Semuanya masih berfungsi normal. “Empat pucuk di antaranya tidak bisa digunakan karena tidak lengkap komponennya,” ucapnya.
Seorang sumber di markas TNI menyebutkan para pemain senjata api gelap ditengarai bermain mata dengan petugas bagian logistik persenjataan untuk memperoleh komponen senjata. Mereka diduga menjual cadangan komponen senjata atau komponen yang rusak dengan sejumlah perbaikan. Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono mengaku belum mengetahui proses pemeriksaan terhadap mereka oleh tim Puspom. “Belum jelas,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ihsan Reliubun berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Sedekah Digital Teroris Bekasi"