Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LEMBARAN seng terlihat menutup gerbang utama Hotel Arra Lembah Pinus pada Selasa siang, 22 Agustus lalu. Terletak di Desa Ciloto, Kecamatan Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, hotel milik Pengurus Besar Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) itu sepi dan hening. Tak ada satu pun karyawan dan tamu yang terlihat di area lobi, kolam renang, dan kafe.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdiri sejak Oktober 1982, hotel seluas 2,6 hektare itu stop beroperasi pada Juni 2023. Karena pagar tertutup seng, akses masuk ke kompleks hotel hanya melalui lubang di pagar dan pintu kayu yang sudah lapuk. Padepokan judo yang berada di sebelah hotel masih tetap digunakan. “Sudah dua bulan seperti ini,” kata Pujino, Manajer Sumber Daya Manusia Hotel Arra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kegiatan hotel berhenti lantaran imbas sengketa kerja sama antara pengurus PJSI dan perusahaan pengelola. Pada September 2013, Ketua Umum PJSI kala itu, George Toisutta, menggandeng PT Buana Megah Wiratama dan PT Empora Gaharu untuk mengelola hotel dan padepokan. Saat itu hotel yang berjarak hanya 1 kilometer dari Jalan Raya Puncak itu masih bernama Hotel Lembah Pinus. PT Empora menguasai 90 persen hak pengelolaan hotel dan PT Buana menguasai 10 persen. Perjanjian disepakati untuk jangka waktu 20 tahun sampai 2033.
Baca: Konflik Lahan Berbuah Kriminalisasi
Sebagai kompensasi, PJSI akan menerima Rp 50 juta per bulan. Pada 2015, kedua perusahaan mengalihkan pengelolaan hotel kepada PT Arra Lembah Pinus dan seseorang bernama Ridho Zahendra Dau. Sejak saat itu, hotel berubah nama menjadi Hotel Arra Lembah Pinus. Mereka turut merenovasi hotel. George meninggal pada 12 Juni 2019.
Kongsi bisnis mulai retak pada 2018. Pengurus PJSI diduga mengambil alih pengelolaan padepokan yang masih berada di dalam kompleks hotel. Pada 29 Agustus 2021, Maruli Simanjuntak terpilih menjadi Ketua Umum PJSI. Kini Maruli menjabat Panglima Komando Strategis Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dengan pangkat letnan jenderal.
Setelah Maruli memimpin PJSI, sebuah plang putih berdiri di halaman hotel. Plang itu bertulisan “Tanah dan bangunan hotel ini milik Pengurus Besar Persatuan Judo Seluruh Indonesia”. Direktur Utama PT Arra Lembah Pinus Bachtiar Marasabessy mengakui plang tersebut muncul sejak Maruli memimpin PJSI. “Jadi seperti tanah sengketa,” ucap Bachtiar.
Sekretaris PJSI kala itu, Soejani, mulai membuka perundingan dengan PT Arra untuk membuat adendum kontrak kerja sama. Meski perundingan sudah berjalan selama sembilan bulan, kedua pihak belum menemukan titik temu. Belakangan, Soejani naik menjadi Wakil Ketua Umum. Ia digantikan Maria Regina Vega. Perundingan yang awalnya kondusif seketika memanas.
Pada Rabu, 3 Mei lalu, PT Arra menerima sepucuk surat yang diteken Vega bersama dua wakil sekretaris jenderal PJSI. Mereka meminta PT Arra Lembah Pinus dan Ridho Zahendra Dau angkat kaki. PJSI beralasan perjanjian lama ihwal pengalihan pengelolaan hotel dinilai cacat hukum karena tak ada persetujuan organisasi. PJSI juga mengatakan uang setoran PT Arra tidak dibayarkan secara penuh dan tepat waktu.
PJSI meminta PT Arra menyerahkan pengelolaan hotel melalui seseorang bernama Pasekel. Belakangan, Pasekel dikenal sebagai teman satu angkatan Maruli di Akademi Militer 1992. Dalam struktur pengurus PJSI yang dipimpin Maruli, Pasekel duduk sebagai Wakil Ketua Bidang Dana dan Usaha. Pasekel ini yang kemudian dikenal sebagai tangan kanan Maruli untuk mengurusi masalah di Hotel Arra.
Suasana penutupan gerbang Hotel Arra Lembah Pinus di Ciloto, Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada 21 Juni 2022/Istimewa
Enam hari kemudian, PT Arra lewat surat kuasa hukumnya, Nurdamewati Sihite, menolak perintah pengosongan lahan. Nurdamewati menyatakan PT Arra masih memiliki hak atas pengelolaan hotel sampai Agustus 2033. “Pihak yang berhak mengeluarkan perintah pengosongan seharusnya pejabat publik,” demikian bunyi surat balasan Nurdamewati kepada PJSI.
PJSI kembali mengirim surat perintah pengosongan pada Jumat, 12 Mei lalu. PT Arra tetap menolak. Pada Rabu, 7 Juni lalu, Vega kembali menyurati PT Arra. Kali ini PJSI menyertakan surat dukungan dari mayoritas pengurus daerah agar mengambil alih hotel. Salah satunya surat dukungan dari Ketua Umum Pengurus Provinsi PJSI DKI Jakarta Komisaris Besar Yudhi Sulistianto Wahid. “Kami mendukung aset tersebut milik PJSI,” ujar Yudhi.
PT Arra tetap tak mengabulkan permintaan PJSI. Pada Senin, 19 Juni lalu, Vega mengirimkan surat permohonan bantuan pengamanan dan perlindungan hukum kepada Kepala Kepolisian Resor Cianjur Ajun Komisaris Besar Aszhari Kurniawan. Pasekel ikut meneken surat. Mereka mengabarkan polisi bahwa sebanyak 80 orang perwakilan PJSI akan mendatangi hotel. Mengetahui akan didatangi puluhan orang PJSI, PT Arra turut menyurati polisi keesokan harinya. PT Arra juga meminta perlindungan polisi.
Dua hari setelah mengirim surat, puluhan utusan PJSI menggeruduk Hotel Arra. Puluhan polisi berjaga. Manajemen memprotes langkah polisi yang dianggap berpihak. Namun tak ada keributan yang muncul. Menjelang tengah hari, puluhan personel Polres Cianjur balik kanan. “Kami tidak menyegel karena bukan kewenangan polisi,” kata Ajun Komisaris Besar Aszhari.
Rupanya, sejumlah utusan PJSI masih bertahan di hotel. Pada sore hari, salah seorang di antaranya menutup gerbang hotel dengan lapisan seng. Sejak saat itu, kegiatan operasional hotel tersendat. Foto penutupan pagar hotel dan padepokan juga beredar di antara sesama atlet. “Kami tak bisa apa-apa, hanya cukup tahu,” tutur mantan atlet judo, Krisna Bayu.
Kepala Polres Cianjur Ajun Komisaris Besar Aszhari lantas mengundang pengurus PJSI dan PT Arra pada Selasa, 4 Juli lalu. Direktur Utama PT Arra Lembah Pinus Bachtiar Marasabessy bertemu dengan Pasekel dan pengurus PJSI lain. Pertemuan memanas. Pasekel sempat menyebut nama mantan Ketua Umum PJSI yang pernah menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Mulyono.
Menurut Bachtiar, PT Arra berupaya meminta konfirmasi ihwal peran Mulyono dengan mendatangi rumahnya di kawasan Cibubur, Bekasi, Jawa Barat. Mulyono membantah tudingan keterlibatannya. Ia langsung menelepon Pasekel, tapi tak membuahkan hasil. “Pasekel enggak percaya yang menghubunginya itu Mulyono,” kata Bachtiar. Mulyono juga menelepon Maruli. Saat itu Maruli berjanji masalah ini akan diselesaikan pengurus PJSI.
Baca: Sengketa Lahan Masyarakat Adat di Kota Padang
Tempo berupaya mendatangi Mulyono ke rumahnya di Cibubur untuk meminta konfirmasi tentang informasi ini. Seorang pegawai di rumah mengatakan Mulyono sedang berada di Thailand. Ia membenarkan kabar bahwa ada pihak manajemen PT Arra yang pernah datang. Hingga Sabtu, 26 Agustus lalu, Mulyono tak kunjung merespons surat permintaan wawancara.
Maruli Simanjuntak juga tak kunjung merespons permintaan wawancara. Lewat sambungan telepon, Maria Regina Vega mengatakan tak bersedia diwawancarai karena sedang tak di Jakarta. Ia meminta Tempo menghubungi Pasekel untuk menanyakan ihwal sengketa Hotel Arra. Setelah dihubungi, Pasekel berjanji menemui Tempo untuk menjelaskan duduk perkara sengketa. “Kita atur untuk ketemu, ya,” tulisnya lewat pesan WhatsApp. Namun, hingga Sabtu, 26 Agustus lalu, pesan yang dikirimkan tak lagi berbalas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Deden Abdul Aziz dari Cianjur berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Adu Surat di Lembah Pinus"