Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Perguruan tinggi: jangan mahasiswa dipojokkan

27 April 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam dekade belakangan ini acap didengar perguruan tinggi mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Itu terjadi karena adanya anggapan bahwa mahasiswa belum mampu menciptakan kampus sebagai sarana tempat berkompetisi mengejar kemajuan dalam berbagai perkembangan ilmu pengetahuan. Dan juga karena adanya anggapan bahwa mahasiswa belum mampu mengisi kehidupan kampus dengan suasana akademis di samping adanya tudingan yang mengatakan bahwa sarjana jebolan perguruan tinggi tidak "siap pakai". Sekiranya kita mau bersikap bijaksana, buramnya iklim perguruan tinggi dalam dekade belakangan ini sesungguhnya tidaklah terjadi dengan sendirinva. Banyak faktor yang menyebabkan mahasiswa tidak tumbuh dan berkembang secara "wajar". Salah satu yang paling dominan dalam menentukan berkualitas atau tidaknya mahasiswa adalah berbobot atau tidaknya dosen sebagai staf pengajar/pendidik perguruan tinggi itu. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal P dan K, terungkap fakta bahwa banyak mahasiswa program pascasarjana yang sebagian besar aktif sebagai dosen terlambat menyelesaikan studinya. Di Universitas Gadjah Mada, pada akhir 1990 saja, tercatat 18% mahasiswa program master (S-2) lulus lewat dari empat tahun. Dari tahun 1986, tercatat 306 master yang lulus. Tapi 20% lulus lebih dari tujuh tahun kuliah. Yang belum lulus tercatat 75 mahasiswa S-2 dari angkatan 1986, angkatan 1985 sekitar 35 orang, 20 orang angkatan 1984, dan seorang masuk 1982. Padahal, resminya mereka harus menyelesaikan program S-2 ini paling lama dua setengah tahun. Sementara itu, program doktor (S-3) UGM, yang seharusnya rampung tiga setengah tahun, pun masih punya beberapa mahasiswa dari angkatan sebelum 1983. Bahkan ada dua orang dari 1979 dan seorang tahun 1978 atau 12 tahun belum menjadi doktor. Adapun salah satu alasan yang membuat terlambatnya mahasiswa pascasarjana meraih gelar master atau doktor adalah karena kesulitan dalam melakukan penelitian dan menyusun tesis atau disertasi. Yang lebih parah, sebagaimana yang dikatakan seorang pengajar pascasarjana UGM, ternyata ada dosen yang menjadi mahasiswa program pascasarjana tidak biasa membaca buku. Akibatnya, banyak tugas membaca buku tebal-tebal tidak bisa selesai (TEMPO, 16 Februari 1991, Pendidikan). Melihat betapa buramnya iklim dunia pendidikan yang melanda fakultas pascasarjana yang ternyata sebagian besar terdiri dari dosen, tidak pantas rasanya jika akhirnya keberadaan mahasiswa yang selalu "dipojokkan" dikarenakan ketidakmampuannya tumbuh dan berkembang secara "wajar", sementara dosen perguruan tinggi sendiri tidak bisa tampil sebagai "insan akademi" (arif bijaksana) yang dapat dijadikan motivator, fasilitator, dan suri teladan bagi mahasiswa. Maka, jika perguruan tinggi ingin bisa menghasilkan sarjana-sarjana berbobot, dosenlah yang terlebih dahulu dituntut untuk bisa tampil sebagai sosok pribadi "berkualitas prima". Jika tidak tujuan pendidikan yang ditegaskan dalam GBHN yakni untuk "meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia beriman, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil", dengan sendirinya akan sulit terealisasikan dalam sistem dunia pendidikan kita. Karena itu, pribahasa lama (kuno) yang mengatakan "jika guru kencing berdiri, murid kencing berlari", bagaimanapun masih dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat kemajuan dunia pendidikan. ERWIN, S.H. Biro Konsultan Logika Kreatif Jalan Bubu 151 B Medan 20222 Sumatera Utara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus