Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Perkara Urun Biaya JKN

Pemerintah akhirnya menetapkan urun biaya dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018

12 Februari 2019 | 07.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jaminan Kesehatan Nasional

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mahlil Ruby
JKN Specialist USAID Jalin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah akhirnya menetapkan urun biaya dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program JKN. Urun biaya itu sah menurut Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Hal tersebut diperbolehkan pada pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan (moral hazard), yakni pelayanan yang dipengaruhi selera dan perilaku seperti obat suplemen, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan medis. Urun biaya dilakukan untuk mengendalikan biaya dari sisi peserta. Namun urun biaya harus memperhatikan perlindungan finansial rumah tangga sebagai tujuan asuransi sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peserta berpotensi menggunakan rawat jalan berlebihan. Karena itu, pemerintah mengatur urun biaya rawat jalan di rumah sakit kelas A dan B sebesar Rp 20 ribu per kunjungan serta Rp 10 ribu pada rumah sakit kelas C, D, dan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) klinik utama. Batas maksimal urun biaya adalah Rp 350 ribu per tiga bulan atau paling banyak 20 kali kunjungan. Pemerintah tidak menerapkan urun biaya pada puskesmas, klinik TNI/POLRI, dan dokter praktik umum.

Sesungguhnya, potensi peserta menyalahgunakan rujukan rawat jalan dan inap di rumah sakit itu kecil. Sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) menempatkan kontrol penggunaan pemeriksaan, obat, dan sebagainya pada rumah sakit. Peserta juga harus dirujuk FKTP.

Namun operasi caesar, rehabilitasi medis, penyakit kronis, dan alat-alat kesehatan diduga banyak disalahgunakan (GIZ-SPP, 2017). Dugaan ini perlu dipastikan apakah dilakukan rumah sakit atau peserta. Penyalahgunaan berpotensi besar pada pembayaran fasilitas kesehatan dengan fee for services, seperti obat penyakit kronis dan kacamata. Peserta penyakit kronis dapat menggunakan pelayanan rumah sakit berulang-ulang karena kondisi penyakit yang belum stabil dan keterbatasan FKTP (BPJSK, 2015).

Peraturan menteri mengenakan urun biaya 10 persen dari tarif INA-CBGs atau maksimal Rp 30 juta per episode sakit. Hal ini dapat membebani keuangan rumah tangga. Contohnya, tarif INA-CBGs adalah Rp 4 juta per kali rawat, jadi peserta wajib membayar Rp 400 ribu. Bila upah minimum regional dan gaji pensiun sebesar Rp 3,5 juta per bulan, urun biaya telah melampaui 10 persen dari penghasilan. Apalagi kalau peserta mengeluarkan biaya sampai Rp 30 juta atau melakukan rawat inap berkali-kali.

Belanja kesehatan melebihi 10 persen penghasilan rumah tangga dinyatakan sebagai belanja kesehatan katastropik atau membebani keuangan rumah tangga (Limwatanon S. et al., 2007). Urun biaya tidak resmi rawat jalan dan rawat inap pada JKN telah membebani keuangan rumah tangga peserta berturut-turut 8,9 persen dan 96 persen terhadap pendapatan rumah tangga (GIZ-SPP, 2015).

Negara-negara maju juga menerapkan urun biaya pada rawat inap tapi tetap melindungi keuangan rumah tangga. Urun biaya di Jepang, Prancis, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat hanya membebani keuangan rumah tangga berturut-turut 2,1; 1,2; 2,4; 1,3; dan 3,3 persen (Hossein Z. & Gerard A., 2013). Prancis tidak memberlakukan urun biaya kepada ibu hamil, ibu bersalin, anak berusia di bawah 18 tahun, pensiunan, penyandang disabilitas, dan 30 penyakit kronis. Jerman menetapkan urun biaya tidak melebihi 2 persen penghasilan kotor per tahun (Kaiser Family Foundation, 2009).

Pembayaran INA-CBGs memperkecil ruang penyalahgunaan dari peserta pada rawat inap. Menteri Kesehatan sebaiknya memperketat syarat tindakan tertentu, menguatkan FKTP, mengoptimalkan rujuk balik, dan melakukan kajian potensi penyalahgunaan di rawat inap. Menteri tak memberlakukan urun biaya kepada ibu hamil, ibu bersalin, neonatal, anak balita, usia lanjut atau pensiunan, penyakit berbiaya mahal, dan penyakit kronis.

Semoga kebijakan urun biaya ini tidak lahir karena kepanikan atas defisit JKN. Banyak cara untuk mengatasi defisit selain urun biaya. Komitmen pemerintah diuji dalam memenuhi hak kesehatan rakyat.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus