Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Gibran Rakabuming Raka tampak sedang berupaya memaksa publik agar percaya bahwa dia adalah pejabat progresif.
Tugas menerima aduan atau menemui masyarakat idealnya dilakukan oleh unit pelayanan publik di tingkat lokal.
Ketimbang mengurusi masalah teknis yang seharusnya diselesaikan lembaga atau unit-unit pemerintahan, alangkah baiknya Gibran berfokus pada tugas yang lebih strategis.
BELUM genap satu bulan menjadi Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka tampak sedang berupaya memaksa publik agar percaya bahwa dia adalah pejabat progresif. Upaya itu ia jalankan melalui sejumlah program dan kegiatan sebagaimana diberitakan di banyak media, antara lain menerima kunjungan Perdana Menteri Korea Selatan dan Wakil Presiden Cina serta menginspeksi proyek MRT Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belum puas atas sederet pencitraan itu, pada awal pekan ini ia meluncurkan layanan pengaduan bernama "Lapor Mas Wapres”. Program ini ia umumkan melalui akun Instagram @gibran_rakabuming pada Senin, 11 November 2024. Tak hanya menerima aduan lewat nomor WhatsApp, ia juga menjanjikan masyarakat dapat mengunjunginya langsung di Istana Wakil Presiden setiap hari kerja, dari Senin hingga Jumat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, pada hari pertama peluncuran "Lapor Mas Wapres”, Gibran sendiri justru tak hadir dalam acara itu. Ketidakhadiran Gibran seolah-olah memperlihatkan bahwa program ini hanya memberi harapan palsu. Padahal, pada hari itu, dia sudah "banjir" aduan publik.
Wakil Presiden tak mesti rutin turun langsung ke masyarakat. Apalagi kalau kita menengok banyaknya program kerja dan visi-misi Prabowo-Gibran yang digaungkan pada masa kampanye pemilihan presiden 2024. Tugas menerima aduan atau menemui masyarakat idealnya dilakukan oleh unit pelayanan publik di tingkat lokal, seperti kelurahan, kecamatan, atau dinas-dinas terkait di bawah pemerintah daerah. Mereka sudah memiliki struktur dan mekanisme untuk menangani aduan masyarakat di tingkat akar rumput.
Selain itu, negara sudah menyediakan platform seperti LAPOR! yang dapat diakses di situs web Lapor.go.id, yang terintegrasi dengan berbagai kementerian dan lembaga. Kalau memang Gibran benar-benar peduli terhadap keluhan masyarakat, seharusnya ia cukup memastikan platform serta sistem pengaduan ini berjalan efektif dan optimal ketimbang membuat program baru. Keberadaan platform LAPOR! akan mubazir jika berujung mangkrak karena adanya program Lapor Mas Wapres.
Kepedulian Gibran kepada masyarakat juga bisa ia tunjukkan dengan mendatangi Aksi Kamisan yang sudah berlangsung lebih dari 17 tahun di depan Istana Merdeka. Di sana selalu ada peserta aksi yang konsisten menuntut keadilan atas korban pelanggaran hak asasi manusia. Gibran semestinya menuntaskan dulu janji ayahnya, Joko Widodo, yang sewaktu menjadi presiden pernah menyatakan akan menuntaskan masalah pelanggaran HAM, tapi tak pernah terealisasi.
Atau hal lain yang juga perlu dilakukan Gibran di masa awal jabatannya adalah menjelaskan secara gamblang soal kepemilikan akun "Fufufafa" di platform Kaskus. Sebab, isu inilah yang sejak beberapa bulan terakhir menjadi perbincangan dan pertanyaan publik. Apabila Gibran tak kunjung meluruskan isu ini, sulit bagi dia mendapat kepercayaan publik. Citra buruk yang ditampilkan melalui unggahan akun Fufufafa itu akan melekat pada diri Gibran.
Ketimbang mengurusi masalah teknis yang seharusnya diselesaikan lembaga atau unit-unit pemerintahan, alangkah baiknya Gibran berfokus pada tugas yang lebih strategis. Misalnya, mengidentifikasi masalah dan mencari solusi atas berbagai persoalan kompleks, seperti reformasi birokrasi, kemiskinan, ketenagakerjaan, dan pendidikan, yang jelas jauh lebih esensial serta berdampak luas.
Lagi pula, jika Gibran turun langsung mendengarkan aduan, risikonya adalah penyelesaian aneka keluhan masyarakat ini akan bersifat sporadis dan tak terintegrasi dengan solusi yang sistematis. Posisi Wakil Presiden pun akhirnya hanya akan disibukkan dengan masalah teknis. Padahal, sebagai pejabat tinggi negara, Wakil Presiden bertugas memastikan sistem pemerintahan yang ada berjalan efektif dan efisien.
Masyarakat harus bersiap dengan gimik-gimik politik lain yang akan dimunculkan Gibran ke depan, yang hanya menebar harapan dan janji palsu serta belum tentu akan ia tepati. Maka, jangan heran jika pada masa mendatang, apa pun yang dilakukan Gibran tak akan jauh berbeda dari apa yang dilakukan ayahnya, bahkan boleh jadi akan lebih buruk dari Jokowi. Terlebih kita tahu Gibran memperoleh jabatan Wakil Presiden yang ia emban saat ini melalui cara yang cacat.
Strategi politik turun langsung untuk mendengarkan aduan masyarakat ala Gibran sejatinya hanya demi pencitraan. Seperti ayahnya, ia ingin terlihat mengabdi kepada masyarakat, tapi kita tahu sendiri, 'pengabdian' Jokowi kepada rakyat bersifat plastis. Di saat yang sama substansi kebijakan yang strategis dan penting bagi publik, pada ujungnya hanya akan terus terabaikan. Publik tak perlu memuji dan mengglorifikasi gaya populis semacam ini.
Agar tak terus dibohongi, diabaikan, dan ditindas, sebagai masyarakat yang bijaksana, kita harus terus mengawasi, mengkritisi, serta melawan segala tindak tanduk pejabat pemerintah dan kebijakan yang mereka buat, apalagi kalau hanya menguntungkan kelompok tertentu. Sebab, hanya dengan melawanlah sebaik-baiknya cara untuk menyelamatkan nasib bangsa kita sendiri.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.