Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Presiden Baru Versi Golkar

25 April 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika pemimpin partai kurang pas untuk dicalonkan jadi presiden, harus dicarikan tokoh yang bisa lebih menguntungkan. Akbar Tandjung, Ketua Umum Partai Golkar, kini tengah bermasalah berat karena terlibat perkara korupsi. Maka sudah tepat jika Partai Golkar sibuk mencari calon presiden lain melalui sebuah konvensi nasional partai. Sekaligus, dengan alasan yang sama, Golkar juga perlu punya pemimpin baru selekasnya. Rapat Pimpinan Partai Golkar yang dibuka 29 April ini di Jakarta antara lain akan membicarakan perihal konvensi partai untuk memilih calon presiden. Memperkenalkan konvensi partai akan memberi manfaat lipat ganda bagi Golkar. Selain menunjukkan kesan demokratis, masalah intern kepemimpinan partai pun bisa memperoleh jalan keluarnya. Hal itu juga membuat Golkar berada di depan dalam memakai cara mutakhir yang cocok untuk pemilihan langsung dalam sistem presidensial. Mungkin Golkar bukan yang pertama, karena Partai Perhimpunan Indonesia Baru—sebuah partai baru pimpinan ekonom-politikus Sjahrir—sudah menyelenggarakan konvensi partai untuk menetapkan calon presidennya baru-baru ini. Namun, karena merupakan partai terbesar kedua, prakarsa Golkar memberi makna penting dalam merintis jalan konvensi sebagai bagian awal proses pemilihan presiden. Ini banyak manfaatnya untuk memperbaiki citra Golkar—yang mutlak perlu dilakukan kalau mau selamat—dalam politik nasional sekarang. Kita tahu bahwa pemilihan presiden langsung baru pertama kali akan diadakan sejak negara Republik Indonesia merdeka didirikan. Wajar kalau semua masih gamang, karena sama-sama belum berpengalaman. Sistem pemilihan presiden akan diatur dalam undang-undang, yang sekarang sedang dibahas di DPR; sedangkan sistem pencalonan oleh masing-masing partai politik belum ditemukan bentuknya. Contohnya tidak ada, kecuali dari luar negeri. Yang memiliki tradisi panjang untuk memilih presiden dalam sistem presidensial adalah Amerika Serikat. Pada mulanya calon dipilih oleh kaukus para anggota Kongres, atau ditetapkan melalui dewan perwakilan di negara bagian. Kemudian sejak 1832 pencalonan presiden dan wakil presiden dilakukan dengan mekanisme konvensi partai. Cara ini diteruskan sampai sekarang, dan tampaknya akan mulai ditiru di sini. Konvensi nasional sebuah partai sebenarnya tidak lain daripada pertemuan atau rapat besar, sebuah forum yang di sini sering dinamai konferensi atau musyawarah nasional. Tujuan utama dari konvensi adalah untuk menyatukan dukungan semua anggota partai di belakang pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dipilih bersama pada kesempatan itu. Dengan sendirinya itu berarti hanya akan ada sepasang calon dari setiap partai, sehingga terpecahnya dukungan suara bisa dicegah. Selain itu, dalam konvensi juga ditetapkan platform politik partai yang bersangkutan. Landasan inilah yang akan menjadi haluan presiden, apabila yang dicalonkan menang dalam pemilihan kelak. Dalam demokrasi berlaku dalil, makin langsung rakyat pemilih terlibat, makin tinggilah keabsahan keputusan yang diambil. Karena itu, platform politik yang sudah ditetapkan juga harus ditawarkan dalam kampanye pemilihan presiden. Dengan demikian rakyat akan ikut menentukan program apa yang lebih disukai, selain memilih pasangan calon mana yang mampu menjalankannya. Garis besar haluan negara dengan penetapan MPR gaya UUD 1945 lama tak perlu ada lagi. Derajat keterlibatan lapisan bawah juga ditentukan dari siapa yang memberikan suara dalam konvensi partai. Kalau delegasi terdiri dari wakil dari tingkat cabang atau ranting, konvensi itu tentu lebih demokratis. Pemilih adalah yang terpilih: artinya, yang berhak memilih calon presiden dalam konvensi nasional adalah wakil yang sebelumnya dipilih dalam konvensi partai di tingkat yang lebih rendah. Beberapa prinsip tersebut tampaknya akan diwujudkan dalam keputusan Rapim Golkar pekan ini, yang merencanakan konvensi nasional pada bulan Mei 2004. Sebelumnya, akan dilakukan proses nominasi calon yang berminat, dan konvensi daerah tingkat provinsi akan diselenggarakan pada bulan September 2003. Namun demikian, masih tampak ada unsur-unsur yang ingin agar kepentingan-kepentingan taktis mereka disisipkan dalam prosedur pencalonan nanti. Kalau ini ditampung, prinsip rasional dari konvensi untuk memilih calon tersebut bisa terancam batal. Salah satu masalah yang mengancam adalah tentang penentuan jumlah pasangan calon yang akan didukung. Yang masuk akal ialah satu pasang saja. Tetapi kubu Akbar Tandjung—supaya dimaklumi, Golkar terbagi dalam kubu-kubu kepentingan, diakui atau tidak—berusaha agar tidak satu, melainkan lima pasangan calon yang dipilih untuk didukung satu partai, Partai Golkar. Di balik semua alasan yang dikemukakan, intinya adalah untuk tetap memberi peluang pada Akbar Tandjung, ketua partai sekarang, untuk maju jadi calon presiden. Di antara lima pasangan, akan lebih mudah menyelipkan Akbar Tandjung sebagai salah satunya. Kalau cara ini dipaksakan, Partai Golkar bukan mendapat manfaat ganda dari proyek konvensi partai, melainkan melakukan kesalahan ganda yang destruktif akibatnya. Golkar akan tetap dianggap sebagai partai penuh akal-akalan saja. Golkar akan membuang kesempatan untuk memperoleh dua hal strategis: pasangan calon yang dipercaya dan berpotensi mendapat dukungan luas, serta pergantian kepemimpinan yang dibutuhkan untuk menghapus citra Orde Baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus