Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Risiko korupsi dapat ditekan dengan implementasi kebijakan yang kontekstual dan melibatkan partisipasi publik.
Belum adanya aturan tata laksana dalam implementasi program makanan bergizi gratis menjadi celah untuk modus korupsi.
Strategi pencegahan korupsi dapat dimulai dari tahap pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara terbuka.
PRESIDEN Prabowo Subianto pernah menyatakan program kerjanya akan mengutamakan kepentingan rakyat. Dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2024, misalnya, ia berkata, “Kepentingan rakyat Indonesia di atas segala golongan, apalagi kepentingan pribadi.”
Setelah dilantik, Prabowo kemudian menjalankan sejumlah program quick win atau program hasil terbaik cepat yang diasumsikan mengedepankan kepentingan publik. Salah satunya adalah program makan bergizi gratis untuk pelajar. Tempo mencatat pelaksanaan program ini menyedot anggaran sebesar Rp 71 triliun dan akan terus bertambah hingga Rp 121 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program dengan anggaran sebesar ini memiliki risiko korupsi yang sangat tinggi. Apalagi jika tak diawasi dan dikawal dengan baik. Bukan tidak mungkin, program bertujuan mulia ini justru dimanfaatkan oleh para pemburu rente (pengusaha yang memiliki koneksi dekat dengan pemerintah). Apalagi program ini mudah dimanipulasi.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana Prabowo memastikan program makan bergizi gratis dan program quick win lainnya dapat berjalan tepat sasaran dan terhindar dari praktik korupsi? Langkah mitigasi apa yang disiapkan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai program yang bersifat belanja/pengadaan barang, ada dua cara mitigasi agar program makan bergizi gratis tak jadi ladang korupsi. Pertama, pemerintah perlu segera mengimplementasikan kebijakan beneficial ownership kepada para perusahaan pengada barang dan jasa tersebut.
Kedua, risiko korupsi juga dapat ditekan dengan implementasi kebijakan yang kontekstual dan melibatkan partisipasi publik. Terutama dalam menentukan kebutuhan program makan bergizi gratis. Implementasi ini dapat melibatkan kepentingan, ide, dan informasi dari para aktor yang terlibat, termasuk kantin sekolah dan pegawai operasional sekolah.
Pengadaan Makan Bergizi Gratis Rawan Korupsi
Pengadaan barang atau jasa merupakan kegiatan penting demi meningkatkan kualitas pelayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan warga. Cara pengadaannya pun telah diatur dengan mengedepankan prinsip efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil dan tidak diskriminatif, serta akuntabel.
Meski demikian, menurut data Komisi Pemberantasan Korupsi, korupsi di sektor pengadaan saat ini menempati posisi kedua setelah penyuapan. Selama periode 2004-2024, tercatat ada 369 kasus korupsi dalam proses pengadaan barang/jasa. Sedangkan jumlah perkara penyuapan mencapai 1.012 kasus.
Jika dikaitkan dengan program Asta Cita Prabowo yang ingin memperkuat tata kelola pemerintahan dan digitalisasi, tampak jelas Prabowo ingin memperkuat digitalisasi sektor pengadaan. Ia ingin memperkuat sistem e-Katalog agar semua pengadaan nantinya melalui sistem ini agar lebih efisien. Sistem ini bisa digunakan untuk membantu pencapaian program prioritas.
Digitalisasi proses pengadaan memang penting, tapi praktik korupsi masih bisa terjadi. Tak sedikit kasus korupsi pengadaan yang dilakukan dengan memanfaatkan sistem seperti e-Katalog. Beberapa modus korupsi yang biasa dilakukan adalah pembelian berulang kepada penyedia yang sama, pembelian paket pengadaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau spesifikasi tertentu, dan penyusunan rencana pengadaan yang menguntungkan penyedia tertentu.
Selain itu, korupsi politik tetap muncul. Pengaturan pengadaan untuk memenangkan vendor tertentu sebagai bentuk balas jasa politik sangat mungkin terjadi. Belum lagi modus mark-up harga, manipulasi data penerima manfaat, konflik kepentingan, pengaturan kebutuhan belanja secara serampangan, hingga pemberian kick-back dari vendor yang telah dimenangkan.
Salah satu bukti konkret dari modus korupsi lewat sistem e-Katalog adalah kasus korupsi bantuan sosial Covid-19 dengan tersangka mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Dalam kasus ini, pemerintah menargetkan penyerapan anggaran secara cepat, sehingga terjadi penunjukan langsung vendor dengan konflik kepentingan tertentu.
Belum adanya aturan tata laksana dalam implementasi program makanan bergizi gratis menjadi celah untuk modus-modus tersebut. Celah pengadaan ini dapat dimanfaatkan oleh para pemburu rente. Praktik perburuan rente dalam penyediaan bahan pokok makanan bisa muncul melalui manipulasi harga bahan baku, pemusatan pemasok bahan pokok, hingga pengendalian rantai distribusi antara penyedia bahan pokok dan vendor.
Komisi Pemberantasan Korupsi telah memiliki kajian risiko korupsi pada program penurunan stunting melalui pemberian makan tambahan. Kajian ini dapat menjadi acuan untuk pelaksanaan program makan bergizi gratis agar bebas dari risiko korupsi. Dua hal yang disoroti dalam kajian ini adalah soal penganggaran dan pengawasan.
Dalam konteks penganggaran, terdapat risiko tumpang-tindih anggaran pemerintah pusat dan daerah. Pengadaan yang bersumber dari dana alokasi khusus nonfisik juga dianggap belum optimal. Kemudian masih ditemukan adanya pemberian makanan tambahan yang tidak sesuai dengan kebutuhan akibat kurangnya analisis kebutuhan. Sedangkan dalam aspek pengawasan, program penurunan kasus stunting belum memiliki pedoman teknis dalam melakukan audit atau pengawasan khusus.
Mitigasi Risiko Korupsi Program Makan Bergizi Gratis
Berkaca dari kondisi tersebut, Prabowo seharusnya segera menyusun strategi untuk mencegah praktik korupsi pada program prioritasnya. Strategi itu dapat dimulai dari tahap pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara terbuka. Masyarakat juga harus mendapat kesempatan untuk mengawasi. Selain itu, perlu ada mekanisme agar proses pengadaan terhindar dari konflik kepentingan.
Guna menghindari praktik lancung para pemburu rente, Prabowo dapat memerintahkan para pembantunya membuka informasi para pemilik perusahaan yang terlibat dalam program dan mengintegrasikan data tersebut. Hal ini bertujuan untuk memetakan risiko korupsi dan konflik kepentingan.
Tak hanya itu, Presiden seharusnya segera memperkuat regulasi dengan menerbitkan Undang-Undang Pengadaan Barang/Jasa Publik. Regulasi di tataran perundangan memberikan legitimasi dan aturan yang kokoh, sehingga para aktor kebijakan ini bisa dikenai sanksi apabila tidak mematuhi ketentuan.
Perlu diketahui bahwa hingga saat ini proses pengadaan barang dan jasa publik masih diatur oleh peraturan presiden. Padahal, Pasal 9 Konvensi Anti-Korupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCAC) mengamanatkan setiap negara punya kerangka regulasi dan sistem hukum untuk memastikan sistem pengadaan barang dan jasa publik dijalankan berdasarkan prinsip transparansi, persaingan usaha yang adil, dan memiliki kriteria yang obyektif dalam pengambilan keputusan.
Hal yang tidak kalah penting adalah penguatan kelembagaan, terutama dalam program makan bergizi gratis. Penguatan dapat dilakukan dengan memastikan keterlibatan masyarakat dalam penentuan target sasaran hingga pengawasan. Implementasi kebijakan yang efektif dapat dilakukan dengan membuat dokumen tata cara pelaksanaan program yang seragam, sehingga pengadaan barang sesuai dengan kebutuhan. Dokumen itu perlu mencakup standar gizi sampai standar kualitas penyedia jasa.
Meski begitu, implementasi tata kelola yang baik untuk program makan bergizi gratis tidak hanya cukup melalui penetapan prosedur. Dalam studi kebijakan publik, implementasi juga berarti mengikutsertakan partisipasi masyarakat dengan keragaman interpretasi yang ditentukan oleh konteks mereka. Pendekatan ini memberikan ruang bagi para aktor birokrasi untuk dapat mengimplementasikan kebijakan sesuai dengan konteks masyarakat.
Dalam konteks makan bergizi gratis, kita melihat banyak aktor yang pendapat atau suaranya tak didengarkan. Bahkan para aktor itu, seperti para pengelola kantin dan dapur sekolah, tak dilibatkan dalam proses implementasi kebijakan. Padahal mereka memiliki sumber daya serta pengetahuan soal makanan sehat dan bergizi. Seharusnya pelaksanaan program ini dapat menjadi momentum penguatan kapasitas kantin sekolah.
Dalam perspektif manajerial pemerintahan dan kelembagaan, presiden harus memerintahkan Badan Gizi Nasional membuka ruang pengawasan publik. Partisipasi dan umpan balik dari masyarakat bisa menjadi bukti untuk mengukur pencapaian program makan bergizi gratis. Suara publik juga dapat menjadi bahan evaluasi agar pengadaan kebutuhan program dapat lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan penerima manfaat. Dengan begitu, anggaran program makan bergizi gratis seharusnya dapat lebih ramping, bukannya makin menggelembung. ●
Artikel ini ditulis bersama Amanda Tan, mahasiswa doktoral Kebijakan Publik Monash University Indonesia.
Redaksi menerima artikel opini dengan ketentuan panjang sekitar 7.500 karakter (termasuk spasi) dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo