MEMBACA TEMPO 31 Juli 1976, ruang Sidang Pendapat tentang
tulisan Bagaimana Sumbawa oleh seseorang yang menamakan dirinya
Sumantri, Jalan Kp. Bugis Sumbawabesar (harap maklum di Sumbawa
tidak ada Jalan Kp. Bugis) kami sangat tertarik. Dan karena
persoalannya menyangkut nama Pejabat di Kabupaten Sumbawa, kami
berusaha menemui beberapa pejabat maupun orang-orang yang kami
anggap paling tahu keadaan pembangunan di Kabupaten Sumbawa,
sekedar mencari informasi tentang kebenaran tulisan tersebut.
Dan inilah hasilnya: Diakui bahwa mutu proyek di daerah-daerah,
tentu saja tidak dapat disamakan dengan mutu proyek di Jawa
misalnya. Di Jakarta, untuk membuat sebuah taman umpamanya,
digunakan tenaga insinyur, sedang di daerah-daerah untuk
membangun sebuah dam sepanjang 50 meter hanya menggunakan tenaga
lulusan STM. Jadi katakanlah bahwa yang sedang dihadapi di
daerah-daerah sekarang ini adalah kekurangan tenaga skill.
Namun demikian nampak sekali usaha Pemda meningkatkan mutu
proyek. Seperti yang telah dilakukan baru-baru ini, Pemda telah
mengundang 74 orang kontraktor di Sumbawa untuk mengadakan
prakwalifikasi. Prakwalifikasi ini didasarkan kepada: pengalaman
kerja ada-tidaknya pemborong memiliki tenaga skill yang
terdidik/ berpengalaman kemampuan modal, tertib administrasi
serta iktikad baiknya sebagai pemborong. Selain itu (ini masih
dalam rangka peningkatan mutu proyek) Pemda juga telah memanggil
sejumlah Pengawas Lapangan Proyek.
Dalam pertemuan khusus tersebut Pimpinan Proyek mengingatkan
bahwa Pengawas Lapangan sebagai yang mewakili Direksi
bertanggungjawab terhadap mutu proyek-proyek yang diawasinya.
Agar para Pengawas proyek dapat menjalankan fungsinya, mereka
harus senantiasa memelihara kewibawaannya, serta selalu
meningkatkan pengawasannya terhadap pelaksanaan setiap proyek.
Ini tentu saja dimaksudkan agar mereka menjadi Pengawas-Pengawas
yang baik dan tidak menjadi sekawanan "kambing hitam" seperti
yang dirisaukan oleh saudara Sumantri.
Pimpinan proyek sudah tidak dapat menuntut mutu sesuai
kontrak. Pemeriksaan lapangan hanya sekedar syarat saja,
tulis saudara Sumantri. Nah, ini haru namanya fitnah!ÿ20
Saya pernah menyaksikan bagaimana tindakan Team Pengawas Proyek
Dati II Sumbawa menghadapi proyek-proyek yang tidak bermutu.
Beberapa waktu yang lalu sejumlah SD Inpres di Kecamatan-Kecamatan
Sumbawa Barat dan beberapa tempat lainnya pernah dipukul
bagian-bagian tembok/ pilarnya dengan martil seberat 5 kg sampai
jebol -- karena bangunannya tidak sesuai dengan
persyaratan-persyaratan teknis yang telah ditentukan.
Sebelum itu, oleh Pimpinan Proyek dalam tiap kesempatan bertemu
dengan para pemborong, selalu mengingatkan bahwa masa pembinaan
bagi para pemborong sudah berakhir. Kepada mereka senantiasa
diharapkan agar dalam menghadapi pelaksanaan proyek harus
benar-benar riil dan obyektif sehingga peningkatan volume
pembangunan proyek harus sesuai dengan kwalitas pelaksanaannya.
Mengenai istilah "uang titipan", saya kira saudara Sumantri
cuma mau bikin lelucon saja. Dari beberapa kontraktor senior
yang coba kami hubungi bahkan merasa heran dan tidak mengerti
dengan istilah tersebut. Sementara yang berhubungan dengan
pungutan uang pada jembatan timbang, Kepala LLAJR Dati II
Sumbawa dalam penjelasannya kepada Bupati KDH Sumbawa dengan
suratnya tanggal 6 September 1975 No. 438/A.4/Wil.II/75
menjelaskan bahwa tidak ada ketentuan untuk setiap kendaraan
yang liwat di jembatan timbang untuk membayar. Yang diharuskan
adalah: setiap kendaraan umum melaporkan jenis dan jumlah
muatannya. Namun demikian Pemda Tk. II Sumbawa dengan suratnya
tertanggal 18 September 1975 No.Tib. I/8/295, menginstruksikan
kepada Camat Sumbawa agar bersama Polri melakukan penertiban
tarip angkutan, sesuai degan ketentuan yang berlaku serta
mencegah kemungkinan adanya pungutan di jembatan timbang.
Selanjutnya Pemda tanggal 8 Januari juga telah mengadakan
pertemuan khusus dengan LLAJR, pengusaha-pengusaha bis dan
pengurus Organda. Pemda memperingatkan: pungutan dalam bentuk
apapun di jembatan timbangan tidak dibenarkan.
AYUK HASAN
Jl. Dr. Wahidin 73
Sumbawabesar (NTB).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini