Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tak Cukup Wa Ode Seorang

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Wa Ode Nurhayati sebagai tersangka. Kesempatan baru membongkar mafia anggaran DPR.

19 Desember 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGAI anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Wa Ode Nurhayati jelas paham seluk-beluk permainan "mafia anggaran" di Senayan. Sudah berbilang tahun praktek pengaturan anggaran di Senayan itu berlangsung, tapi pemainnya tak pernah terjerat. Permainan kotor itu menyebabkan ratusan miliar rupiah uang negara lenyap dan jelas menyengsarakan rakyat. Pembangunan lebih banyak puskesmas, gedung sekolah, jalan, dan jembatan bisa terhambat karenanya.

Penetapan Wa Ode sebagai tersangka suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi harus menjadi pembuka untuk membongkar habis patgulipat anggaran di parlemen. Jika sebelumnya politikus Partai Amanat Nasional itu banyak "cuap-cuap" membeberkan kongkalikong koleganya lewat sejumlah media, kini saatnya ia mencurahkan segenap "ilmu pengetahuan"-nya kepada penyelidik KPK.

Keterangan Wa Ode jelas sangat berharga. Ia pasti tahu persis kasus suap dana infrastruktur daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011. Perempuan 30 tahun itu perlu menjelaskan tuduhan bahwa ia menerima Rp 6 miliar dari seorang pengusaha atas jasanya mengegolkan sejumlah proyek pembuatan jalan di Nanggroe Aceh. Wa Ode punya hak membantah dan mengemukakan bahwa kasus ini rekayasa belaka. Tapi ia pun mesti menunjuk siapa yang merancang rekayasa di Senayan itu.

Barangkali Wa Ode ingin menuding koleganya. Maklum, hubungan Wa Ode dengan pimpinan Badan Anggaran dan pucuk pimpinan DPR memang sedang "panas". Beberapa bulan lalu, dalam acara bincang-bincang di sebuah stasiun televisi, Wa Ode mengeluarkan pernyataan yang membuat kuping pimpinan DPR merah: mereka terlibat mafia anggaran.

Tudingan bermula dari berubahnya pembagian dana infrastruktur daerah sebesar Rp 7,7 triliun di Kementerian Keuangan yang sudah dibahas Badan Anggaran. Sekitar seratus kabupaten dan kota tiba-tiba hilang dari daftar penerima. Wa Ode menemukan surat pimpinan DPR kepada Menteri Keuangan. Dia menduga surat inilah yang membuat pemerintah mengubah daftar penerima dana yang sudah diputuskan rapat Badan Anggaran.

Gampang diterka, pernyataan Wa Ode membuat pimpinan DPR berang. Ia dilaporkan ke Badan Kehormatan. Dewan juga meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelisik rekening wakil rakyat dari Sulawesi Tenggara itu karena ditengarai menjadi calo anggaran. PPATK juga menelisik rekening mencurigakan sejumlah anggota DPR. Data rekening gendut para anggota Dewan itu disetorkan kepada KPK. Dengan data itulah KPK menetapkan Wa Ode sebagai tersangka.

KPK tentu tak bertindak serampangan. Melihat penetapan status tersangka Wa Ode tanpa melalui pemeriksaan, komisi antirasuah itu pasti memiliki bukti sangat kuat. Tapi KPK sebaiknya tak berhenti pada Wa Ode seorang. Kasus Wa Ode ini harus menjadi awal untuk membongkar kejahatan anggaran di DPR. Data dari PPATK bisa menjadi rujukan untuk bergerak.

Di sinilah peran Wa Ode dibutuhkan. Kepadanya perlu disampaikan saran: jika berkomitmen membongkar mafia anggaran, jangan kepalang tanggung. Ia harus membeberkan semua kejahatan anggaran yang ia ketahui, termasuk menyerahkan dokumen atau rekaman yang ia miliki. Jika takut dengan keselamatan dirinya, ia bisa meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Wa Ode barangkali tak bakal lolos dari jerat hukum, tapi kesaksiannya akan menjadi sumbangan penting bagi pemberantasan korupsi di DPR—dewan yang seharusnya menjadi pelopor pembasmian korupsi itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus