Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPERTI sudah diduga, tak sampai sepekan setelah ditangkap, Nunun Nurbaetie sudah terbantar di Rumah Sakit Kepolisian, Kramat Jati, Jakarta Timur. Dari sel suntuk Rumah Tahanan Pondok Bambu dengan 33 penghuni berdempetan, istri mantan Wakil Kepala Kepolisian itu kini boleh berselesa di kamar sejuk, lengkap dengan pesawat televisi. Perintah Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan, yang terkesan keras memperlakukan Nunun, kini terasa lebih sebagai guyonan akhir pekan.
Sikap skeptis yang muncul di tengah masyarakat jelas asal-usulnya. Pengalaman membuktikan betapa beberapa kasus korupsi besar timpa-bertimpa bak berlomba: yang terdahulu seperti menguap disulihkan oleh yang mutakhir. Bukan salah khalayak jika muncul syak wasangka bahwa di balik urut-urutan penyingkapan perkara ini terpapar skenario besar yang diatur oleh tangan-tangan tersembunyi—tapi berkuasa.
Serial penangkapan Nunun Nurbaetie, dua pekan lalu, yang tak ubahnya cerita detektif, menguak kehadiran tangan kuat yang ditengarai melindungi Nunun. Tersebutlah peran "konsultan" keamanan yang dipimpin seorang pensiunan marinir Amerika Serikat bernama Philip B. Christensen. Kelompok inilah yang diyakini sumber Tempo menata jalur bolak-balik pelarian Nunun dari Singapura ke Thailand, Laos, dan Kamboja. Merancang pelarian Nunun, Philip mengadakan puluhan kali perjalanan lintas negara.
Bagian penting yang juga perlu pengusutan lebih lanjut adalah Philip diketahui pernah bertandang ke sebuah kafe di Jakarta untuk bertemu dengan Adang Daradjatun, suami Nunun. Bekas Wakil Kepala Kepolisian yang sekarang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu tak mau berbicara soal pertemuan tersebut.
Tentang aksi Philip, tentu pemerintah Amerika Serikat mesti menjelaskan keterlibatan warga negaranya itu—apalagi bila benar kabar bahwa Philip bagian dari mafia narkoba di Bangkok. Di pihak lain, Komisi Pemberantasan Korupsi perlu menjawab spekulasi yang tumbuh di masyarakat ihwal keterlibatan orang-orang terdekat Nunun, termasuk Adang Daradjatun, dalam perkara ini.
Perempuan pesohor ini diduga berperan sebagai distributor 480 helai cek pelawat senilai Rp 24 miliar bagi puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004. Bingkisan itu dikaitkan dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, yang kemudian dimenangi Miranda Swaray Goeltom. Nunun dinyatakan sebagai tersangka sejak Februari tahun ini. Banyak hal ganjil tersemat dalam perkara ini. Sementara para penerima suap sudah dikirim ke balik jeruji penjara, misalnya, pemberi suap dan kaki tangannya masih tak tersentuh.
Sebelum Nunun tertangkap, banyak komentar simpang-siur yang kini tiba waktunya diuji. Adang Daradjatun, misalnya, pernah ngotot menyatakan sang istri terserang penyakit lupa berat sehingga tak akan mampu dihadapkan ke pengadilan. Ternyata, selama dalam pelarian, Nunun tak pernah lupa alamat toko dan butik langganannya di luar negeri, bahkan tak pernah lupa bersembunyi. Di dalam pesawat yang menerbangkannya ke Jakarta, Nunun juga segera mengenali dan menyapa salah satu wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, walaupun sudah sekitar setahun tak berjumpa.
Nunun memang bukan tokoh utama perkara ini. Adang Daradjatun, dalam keterangan persnya, menyatakan istrinya bukan "motivator". Membantah Miranda Goeltom, yang menyatakan hanya mengenal Nunun selintas pintas, Adang memamerkan foto-foto yang mengesankan kekariban dua selebritas itu. Motivatornya, kata Adang, tiada lain daripada Miranda sendiri.
Sebetulnya, pertanyaan substansial adalah siapa yang paling beroleh keuntungan dengan duduknya Miranda Goeltom di kursi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Inilah yang harus dikejar para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Jawaban atas pertanyaan substansial ini sekaligus akan mengungkapkan bukan saja operator dan motivator, melainkan juga "donatur" dan "investor" proyek suap yang sudah cukup lama tunggang-tunggit ini.
Nunun bisa menjadi pintu masuk mencari jawaban atas pertanyaan substansial itu. Karena itu, komisi antikorupsi berkewajiban mengawal "kesehatan" Nunun secara melekat, termasuk membentuk tim dokter independen untuk melakukan pemeriksaan. Berkaca pada beberapa pengalaman terdahulu, para penggiat dan lembaga swadaya antikorupsi harus mengawal ketat pengusutan atas Nunun, supaya tak "masuk angin" di tengah jalan. Pada tingkat terakhir, adalah keberanian dan ketekadan para pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi yang dipertaruhkan dalam menyelesaikan kasus ini. Khalayak ingin tahu: siapa sesungguhnya pemeran utama dalam kasus Miranda ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo