Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahlil Ruby
GIZ Adivisor
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kandungan mikroplastik dalam air botol kemasan seharusnya menjadi catatan khusus dalam peringatan Hari Air Sedunia. Partikel kecil plastik itu telah meneror masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Celakanya, tidak satu pun produsen air kemasan di sini yang bebas dari mikroplastik (Tempo.co, 15 Maret 2018). Padahal, hampir seluruh masyarakat kota telah menyandarkan kesehatan air minumnya pada pabrik-pabrik modern sehingga rela menebus biaya 0,6 liter air yang terkadang lebih mahal daripada 1 liter bensin. Mahal ini untuk mengganti biaya botol plastik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sayangnya, harga yang tinggi itu tidak sebanding dengan keamanan plastiknya. Ternyata botol atau diduga tutup botol tersebut mudah melepaskan mikroplastik. Mikroplastik merupakan suatu partikel dengan ukuran kurang dari 5 mm. Mikroplastik awalnya banyak mencemari pantai, tetapi hari ini sudah mencemari tubuh manusia melalui makanan (ikan) dan minuman kemasan plastik. Dia menjadi ancaman kesehatan manusia karena sulit terurai dan dapat menumpuk dalam jaringan dan sel manusia. Meskipun belum ada laporan yang valid mengenai dampaknya pada manusia, penumpukan terus-menerus dalam sel berpotensi mengubah kromosom yang dapat mengakibatkan kanker dan kesehatan reproduksi.
Belum hilang mimpi buruk mikroplastik, masyarakat dikejutkan lagi oleh tiga merek sarden yang mengandung cacing (Tempo.co, 21 Maret 2018). Temuan ini berasal dari video yang beredar masif tentang cacing Anisaskis Sp. (Giglig) dalam sarden. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kemudian membuktikan kebenarannya dan akhirnya menarik ketiga sarden tersebut dari pasar.
Memang cacing itu dapat menimbulkan gangguan saluran cerna walaupun kasusnya jarang. Apalagi cacing tersebut ditemukan dalam kondisi mati karena proses pengolahan. Namun kasus ini merefleksikan bahwa perusahaan tersebut tidak memprosesnya dengan higienis sehingga cacing yang bersarang dalam tubuh ikan tidak dibersihkan sejak awal. Berhubung cacing ditemukan di luar tubuh ikan, kita dapat berasumsi terjadinya pencemaran dari luar akibat buruknya higienitas dalam proses pengolahan.
Dua teror dalam sebulan itu menandakan bahwa perlindungan kesehatan rakyat melalui makanan dan minuman harus menjadi prioritas pembangunan kesehatan. Timbulnya penyakit fatal sangat erat dengan makanan. Dari dua kasus ini, pemerintah dan masyarakat dapat mengambil beberapa pelajaran berharga.
Pertama, kandungan mikroplastik dalam air dapat menjadi tambahan kriteria air sehat dari kriteria konvensional, yang meliputi kejernihan, rasa, bau, tingkat kebasaan atau keasaman, dan kandungan mikroorganisme.
Kedua, para pengambil kebijakan harus sadar bahwa Indonesia memasuki negara darurat plastik. Apabila pemerintah tidak mengatur plastik dengan ketat, Indonesia akan mengalami ancaman lingkungan dan kesehatan rakyat. Kementerian terkait harus mengatur produksi dan penggunaan plastik yang aman bagi lingkungan dan kesehatan rakyat. Awasi plastik yang sulit terurai.
Banyak terobosan peneliti kita dalam menciptakan plastik dari bahan-bahan organik yang mudah terurai. Dukung mereka dengan insentif ekonomi. Media sosial menjadi sarana efektif dalam mempromosikan dampak plastik terhadap alam dan kesehatan kepada masyarakat. Pemerintah kemudian merancang daur ulang plastik yang bersahabat dengan alam. Ketiga, seluruh produk makanan yang berhubungan dengan kemasan plastik harus melalui uji mikroplastik dan zat lainnya oleh BPOM.
Keempat, video yang beredar luas di era media sosial adalah pedang bermata ganda. Dia dapat memaparkan fakta tapi juga hoax. Video jenis pertama disebut video pengawasan berbasis masyarakat, seperti kasus sarden bercacing. BPOM harus segera membuktikan dan mengumumkan hasil pemeriksaannya agar masyarakat mendapat ketidakpastian.
Demikian juga terhadap video mengandung hoax. BPOM harus hadir sebagai hakim. Sampaikan bahwa video tersebut tidak benar agar tak berlanjut pada turunnya produksi barang makanan tersebut, yang berdampak ada nasib ribuan tenaga kerjanya.
Kelima, tingkatkan kapasitas BPOM, baik jumlah cabang, personel, peralatan pengujian, maupun anggaran, agar BPOM mampu melindungi kesehatan rakyat dari teror makanan, minuman, dan obat.
Jangan tunggu kebakaran, baru sibuk memadamkannya. Pencegahan jauh lebih murah daripada pengobatan. Negara, dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan BPOM, sudah sepatutnya menerbitkan regulasi untuk memproteksi rakyat dengan menyatakan bahwa mikroplastik merupakan bahan yang tidak boleh terkandung dalam air. Apabila rujukan ilmiah terbaru menyatakan lain, kebijakan tersebut menyesuaikan dengan temuan itu. Inti pengawasan sesungguhnya memastikan keamanan semua produk yang dikonsumsi rakyat.