Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
LANGKAH Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengejar para penunggak pajak mobil mewah sudah tepat. Pelibatan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Samsat DKI juga penting dilakukan agar tindakan ini semakin menjadi penekan terhadap orang kaya yang enggan membayar pajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Upaya paksa ini merupakan langkah pemerintah untuk menaikkan penerimaan pajak. Apalagi, Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) Jakarta mencatat, hingga 4 Desember 2019, sebanyak 1.104 unit mobil mewah belum melunasi pajak tahunan, dengan nilai tunggakan mencapai Rp 37 miliar. Mereka, para penunggak ini, tidak menggubris surat peringatan pembayaran pajak. Langkah mendatangi masing-masing rumah penunggak dan meminta pembayaran di tempat menjadi solusi jitu dalam menagih pajak tertunggak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kendaraan dikategorikan mewah bila berharga lebih dari Rp 1 miliar. Di Ibu Kota, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2015, nilai pajak kendaraan bermotor adalah 2 persen dari harga pasar mobil. Pajak progresif dikenakan untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya, dengan tingkat kenaikan 0,5 persen. Dengan harga beli miliaran rupiah, pajak yang harus ditanggung pemilik mobil mewah pun bisa mencapai ratusan juta rupiah. Para penunggak itu semestinya sudah menghitung faktor pajak saat membeli mobil super tersebut.
Tindakan menghindari pembayaran pajak bisa masuk ketegori pidana pajak. Karena telah menjadi kelaziman, langkah tegas pemerintah untuk memberi terapi kejut memang sudah selayaknya diperlukan. Tidak hanya penagihan door to door, langkah ini perlu diikuti dengan pengumuman nama-nama para penunggak, penyitaan, dan pelelangan mobil mewah sampai sanksi kurung badan (gijzeling). Memang perlu upaya keras untuk mendorong kepatuhan membayar pajak.
Penertiban identitas pemilik mobil mewah juga mesti menjadi prioritas. Selama ini, yang kerap membuat urusan pajak kendaraan mewah menjadi lebih rumit adalah soal identitas pemilik. Banyak tunggakan pajak sulit ditagih karena pemilik kendaraan memakai identitas orang lain. BPRD DKI dan kepolisian menyatakan sudah memblokir 336 dari 1.104 unit mobil mewah penunggak pajak itu karena pemiliknya memakai identitas orang lain. Langkah pemblokiran seperti ini patut didukung, bahkan didorong, agar diterapkan lebih agresif untuk mengikis praktik negatif beraroma "ada udang di balik batu". Penggunaan identitas orang lain dalam kepemilikan mobil mewah bisa terjadi karena beberapa sebab, yang umumnya negatif.
Ada pembeli kendaraan yang enggan melakukan balik nama surat kendaraan karena ingin menghindari pajak yang mencapai 10 persen. Tak jarang, pemilik memakai identitas orang untuk menghindari pajak tahunan progresif. Kemungkinan yang lebih buruk adalah mereka berusaha mengaburkan aset haram hasil korupsi. Maraknya pemakaian identitas orang lain ini tak lepas dari kelemahan regulasi. Tak ada penyaringan saat pendaftaran kendaraan baru. Untuk pendaftaran kendaraan mewah seharga berapa pun, registrasi dan identifikasinya hanya membutuhkan fotokopi KTP, tanpa langkah verifikasi lain. Lubang hukum ini harus segera ditambal. Regulasi baru perlu dibuat, bila perlu dengan memasukkan kewajiban deklarasi sumber uang bagi mereka yang mengurus surat-surat mobil mewah.
Catatan:
Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 6 Desember 2019