Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dalam pemilihan umum, calon pemimpin akan menutup rapat-rapat potensi buruknya.
Memilih pemimpin tidak hanya didasari apa yang terlihat pada calon di masa kini dan masa lalu.
Potensi buruknya di masa depan justru lebih utama dipertimbangkan.
Limas Sutanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Psikiater
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menjelang Pemilihan Umum 2024, masyarakat perlu bersiap-siap menunaikan tanggung jawabnya untuk meneliti potensi buruk yang disimpan para pribadi calon pemimpin, baik calon presiden dan wakil presiden maupun calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan kepala daerah. Keputusan memilih atau tidak memilih seorang pemimpin seyogianya tidak hanya didasari apa yang terlihat pada sang calon di masa kini. Tidak cukup pula semata-mata dengan memeriksa rekam jejaknya. Bertumpu pada reformasi 1998, jika menemukan calon pemimpin yang punya dua potensi buruk pokok, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme serta anti-demokrasi, selayaknya masyarakat tidak memilihnya.
Bagi Hans Loewald (1972), masa depan yang secara nirsadar dihayati oleh seseorang (unconscious future) merupakan faktor penentu utama perilaku, melampaui peran masa lampau dan masa kini. "Hari depan bawah sadar" ini menghela dengan kuat manusia yang sedang meniti kehidupannya karena ia mengandung hal yang didambakan dan hal yang ditakutkan. Perjalanan hidup manusia adalah mengejar hal yang diimpikan dan mempersiapkan diri mengatasi hal yang ditakutkan. Rekam jejak menceritakan pengalaman tempo dulu. Kalaupun ia mengandung hal yang ditakutkan, misalnya pengalaman traumatis, daya helanya untuk perwujudan perilaku tidak sekuat hal yang ditakutkan di masa mendatang. Bagaimanapun, pengalaman traumatis itu sudah lewat, sedangkan hal yang ditakutkan pada hari depan merupakan pengalaman yang masih akan ditapaki. Perilaku di masa sekarang sering kali mengecoh calon pemilih karena dibalut aneka pencitraan yang tidak realistis. Martin Heidegger (1962) mengatakan manusia "terlempar" ke masa depannya dan di sana ia menjumpai masa kini dan masa lalunya. Dalam menaksir perilaku calon pemimpin, masa depan berkedudukan paling kritis dibanding masa lampau dan masa kini.
Hal ontologis tentang masa depan yang demikian penting dalam konteks memilih calon pemimpin adalah keterkaitannya yang erat dengan potensi buruk yang disimpan rapat-rapat oleh si calon. Karena terpendam atau belum sungguh terejawantah, potensi buruknya terutama tidak berkaitan dengan masa lampau dan masa kini, melainkan dengan masa mendatang. Secara alamiah, setiap manusia menyimpan potensi atau kekuatan terpendam yang sejak dulu hingga kini belum terejawantah dengan jelas, tapi gejala-gejalanya acap kali muncul sehingga dapat dilihat dalam bentuk yang samar-samar. Potensi ini merupakan kekuatan yang secara ajek menggerakkan manusia ke hari mendatang. Ia menyambung ke masa kemudian, merangkai kekuatan dahsyat yang menggerakkan manusia menjalani kehidupannya ke depan.
Kedahsyatan potensi atau kekuatan terpendam itu tergambar, antara lain, pada kasus klinis Anna O. yang dilaporkan oleh Sigmund Freud. Rekan pelopor psikoanalisis itu, Josef Breuer, melakukan psikoterapi bagi Bertha Pappenheim, yang disebut dengan nama samaran Anna O. Dalam psikoterapi, Breuer mengajak Bertha meninjau dan membicarakan hal-hal yang berpengaruh penting dalam kehidupan masa lalu dan masa kininya. Bertha pun mengalami perbaikan-perbaikan yang nyata, tapi gejala psikis dan somatisnya selalu kambuh tatkala berhenti menjalani sesi terapi. Perkambuhan kemudian sungguh-sungguh hilang dan Bertha benar-benar sembuh hanya setelah ia tinggal di sebuah keluarga terdidik yang dapat mengenali potensi yang tersimpan dalam dirinya serta memfasilitasi perwujudannya. Di tengah upaya Bertha mengejawantahkan kemampuan potensialnya untuk mengorganisasi pekerjaan-pekerjaan kemanusiaan, ia sungguh sembuh dan bebas dari perkambuhan.
Psikoanalis dan psikoterapis membantu pasien dalam psikoterapi untuk menemukan potensi yang baik dalam diri pasien. Namun, dalam kehidupan manusia sehari-hari, potensi itu ada yang baik dan ada pula yang buruk. Dalam hal memilih calon pemimpin, justru yang perlu mendapat perhatian utama adalah potensi buruk dalam diri si calon. Namun potensi buruk tidak dapat serta-merta dilihat karena biasanya ia disamarkan oleh manusia yang mengandungnya. Masa menjelang pemilihan umum merupakan pergelaran waktu untuk "penyamaran" yang serapat mungkin menyembunyikan potensi buruk.
Mereka yang menyodorkan diri untuk dipilih sebagai pemimpin pada dasarnya adalah insan-insan yang menyamar. Yang membedakan mereka hanyalah derajat keketatan penyamaran yang dilakukan. Semakin buruk potensi itu, pada umumnya penyamaran akan kian ketat. Namun, bersamaan dengan penyamaran yang semakin ketat, kecenderungan munculnya ketidaksesuaian atau pertentangan di permukaan kehidupan akan semakin besar. Ketaksesuaian atau pertentangan antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan itu kian kentara. Di sana-sini khalayak ramai akan merasakan dan melihat bagaimana seorang calon pemimpin yang menyamarkan potensi buruknya dengan ketat adalah manusia dengan pribadi yang compang-camping, sulit ditebak sesungguhnya akan bagaimana, tidak dapat dipercaya, mengumbar kebohongan, dan membingungkan. Hancurnya integritas adalah simtom tak terelakkan dari manusia yang suka menyamar.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebut lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo