Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Hari Bumi 22 April, Ford Foundation Ingatkan Soal Keadilan Tata Kelola Tanah Adat

Ford Foundation menilai Hari Bumi bisa menjadi momentum untuk mengingatkan pentingnya peran komunitas adat untuk alam.

23 April 2024 | 13.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktivis lingkungan membentangkan poster saat aksi Hari Bumi di kawasan Dago Cikapayang, Bandung, Jawa Barat, 22 April 2024. Para aktivis lingkungan hidup dari Orang Muda Berkoalisi berkampanye sampah plastik dengan tema Bumi Pasundan Bebas Plastik Polutan. TEMPO/Prima mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Hari Bumi yang diperingati setiap 22 April menjadi momentum pengingat pentingnya tata kelola lahan, terutama yang berada di wilayah adat. Ford Foundation, lembaga filantropi yang berada di bawah naungan Ford Motor Company, menyoroti pentingnya peran masyarakat adat sebagai komunitas lokal yang menjaga alam.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

" Dengan menjaga alam, kita bisa mencegah bencana hidrometeorologi dan dampak perubahan iklim," kata Direkrut Regional Ford Foundation Indonesia, Alexander Irwan, dikutip dari keterangan tertuls yang diterima Tempo, Selasa, 23 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, Ford Foundation akan selalu konsisten mendukung proses registrasi wilayah adat di Indonesia, khususnya di Tapanuli Utara (Sumatera Utara) dan Luwu Utara (Sulawesi Selatan). Organisasi filantropi yang induknya terbentuk sejak 1939 itu menggandeng Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) untuk tujuan tersebut.

Sejak 2010 hingga Maret 2024, sudah ada 28,2 juta hektar wilayah adat yang telah diregistrasi sebagai upaya untuk menjaga ekosistem penting di alam. "Kerja sama kami dengan BRWA diharapkan dapat melindungi dampak perubahan iklim, khususnya di dua wilayah tersebut,” ujar Irwan.

Irwan menilai pemberian akses dan hak kelola wilayah adat kepada komunitas lokal bisa berdampak pada kesetaraan dan keadilan di lokasi tersebut. Terlebih, masyarakat Indonesia maupun global sedang berhadapan dengan krisis iklim. Salah satu mitigasi yang bisa dilakukan, kata dia, adalah mengembalikan tanah ke pemilik aslinya.

"Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk mendukung pengakuan wilayah adat. Salah satunya penyiapan dokumen dan mengadakan lokakarya kepada pihak-pihak terkait," ujar Irwan.

Kepala BRWA, Kasmita Widodo, mengatakan sebanyak 72 persen dari total wilayah adat yag diregistrasi oleh lembaganya merupakan ekosistem mangrove, karst, area koridor satwa dan area kunci biodiversitas."Semakin besar wilayah adat yang teregistrasi dan diakui, maka area biodiversitas dan ekosistem hutan yang terjaga bakal semakin luas juga," kata Widodo,

Menurut dia, upaya yang dilandasi kearifan lokal terbukti efektif untuk melindungi alam. Penerapan kearifan lokal itu mencakup area tanah, hutan dan air. Pengelolaannya juga berbasis hukum adat.

“Paktik pengelolaan wilayah perairan melarang penggunaan alat tangkap berisiko merusak,” katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus