Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

"Susu Maut" Di Kisaran

Di kisaran, sum-ut, petani ikan dirugikan. cairan si isa amoniak pabrik pt uni royal yang dibuang ke sungai mematikan ikan. bupati asahan melarang perusahaan tersebut membuang air sirum ke sungai.

24 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA petani ikan mas di sekitar pabrik pengolahan karet PT Uni Royal Kisaran. Sumatera Utara, sedang marah. Mereka marah pada pimpinan pabrik itu yang setiap hari mebiarkan cairan sisa amoniak bekas pengawetan getah latex, mengalir ke Sungai Bunut. Ternyata cairan berwarna seputih susu itu meracuni ikan mas penduduk. Maka melayanglah sepucuk surat protes ke alamat PT Uni Royal yang ditandatangani 25 petani ikan mas Kisaran. 25 Juli lalu dengan gugatan: Puluhan ribu ikan mas kami mati karena sirum dari PT Uni Royal." Hasilnya? "Mereka anggap sepi protes kami," ujar P. Tampubolon, pemilik tambak ikan mas paling luas di kampung itu (sekitar 2 Ha). Tapi Aris Fadilah, manajer pabrik itu membantah. Katanya pada Amran Nasution dari TEMPO. "Sirum yang kami buang ke sungai Bunut itu sudah tidak berbahaya." Pimpinan pabrik sudah memeriksakannya ke laboralorium, dan ternyata kadar amoniak (NH3)-nya tinggal 1,7 sampai 1,9% saja. "Jadi tidak berpengaruh lagi kepada ikan" kesimpulannya. Karena itu setiap hari pabrik terus saja mengalirkan hampir 100 ton cairan bekas pencucian tangki pengolahan getah perca ke sungai Bunut melalui parit selebar 5 meter dan panjang 500 meter. Lantas, kalau tidak berbahaya, mengapa ikan pada mati? "Saya kurang jelas," sahut Fadilah sambil angkat bahu. Ucapan manajer pabrik itu terang saja dibantah keras oleh para petambak ikan. Menurut Tampubolon yang jadi jurubicara mereka, bukan saja ikan yang bisa mati. "Tapi juga kambing dan bebek yang minum air sungai di musim kemarau begini," tamhahnya lagi. Soalnya, di musim kemarin penyadap karet yang dikerahkan masuk kebun Uni Royal ditingkatkan jumlahnya. Produksi pabrik pun melipatganda - begitu pula sirum yang dibuang ke sungai yang sedang surut airnya. Sungai yang lebarnya 5 meter dan dalamnya hanya 1 - 2 meter di musim kemarau begini jadi berwarna seperti susu saking tingginya konsentrasi sirum. Akibatnya, menurut catatan Tampubolon sudah 20 ribu bangkai ikan mas terkapar di sana. Semuanya itu milik 25 petani di kampung Rawang, serta 7 petani pensinnan tentara di Proyek Kodam II Bukit Barisam Toh Aris Fadilah mengatakan bahwa pembuangan sisa amoniak itu sudah berlangsung puluhan tahun lamanya, sejak pabrik berdiri. Dan "tak ada keheratan penduduk," katanya lagi. Itu betul, tapi dulu. Tahun 1973, atas anjuran pemerintah daerah kabupaten Asahan penduduk kampung Rawang yang letaknya 10 km dari kota Kisaran mulai bertambak ikan mas. Hasilnya di kampung Rawang kini sudah terdapat sekitar 25 hektar tambak milik 25 petani itu. Tetangganya, adalah para pensiunan tentara tadi di kampung Meranti. Untuk mengairi tamb ak-tarmbak mereka digunakanlah air Sungai Bunut yang mengalir melintasi kampung sesudah dikotori oleh pabrik Uni Royal. Suatu pagi di tahun itu, Tampubolon terperanjat karena semua ikan mas yang dipeliharanya mengambang dengan perut ke atas. Teman-temannya yang lain juga menemukan peliharaan mereka mati terapung seperti kena tuba. Selidik punya selidik, ketahuanlah bahwa air sungai yang punya gara-gara. Khususnya sirum buangan dari pabrik karet benllodal asing itu. Waktu itu pun para pemilik ikan sudah protes keras ke alamat pabrik. Ilasilnya ada juga. Perusahaan itu berhenti membuang sirum ke sungai. Cairan itu lahl dibuang di kebun karetnya sendiri. Namun Juli yang lalu, musibah itu terulang lagi. Seorang pedagang ikan mas yang tinggal persis di tepi Sungai Bunut, hanya 1 km dari pabrik, bernasib paling malang. Ujar Djaya Nasution, 40 tahun pada TEMPO: "Hitung-hitung, 113 kilo ikan saya mati karena air sirum. Jatuh pailitlah saya dihantam sirum Uni Royal, bah." Sudah kedua kalinya Nasution harus menelan 'pil amoniak' macam begini. Sebab tahun 1973 itu, "saya juga rugi puluhan ribu rupiah," katanya. Waktu itu Djaya mengadukan nasibnya kepada Kepolisian Komdis 2061 Kisaran. Tapi perkaranya tak pernah digubris polisi. Diberanikannya dirinya minta ganti rugi pada manajer pabrik. Juga tak berhasil. Bukan pedagang kecil itu saja yang mengeluh. Sampai kantor Bupati Asahan pun kewalahan. Menurut Camat Kisaran, Zulkarnaen Margolang: "Kantor Bupati sudah berkali-kali melarang perusahaan itu membuang sirumnya ke sungai karena berbahaya bagi ikan mas milik penduduk." Tapi perintah lisan maupun tulisan dari pemda tak pernah digubris oleh perusahaan Amerika itu. Sang camat sendiri, khawatir bahwa sirum itu satu waktu juga akan meneelakakan manusia. Maklumlah, air sungai Bunut sebelum bermuara ke Selat Malaka, dimanfaatkan oleh penduduk kecamatannya untuk mencuci, mandi, gosok gigi, hajat kecil maupun besar. Bahkan juga buat air minum di musim kemarau apabila sumur penduduk pada kering. Memang, belum pernah terdengar ada orang mati karena minum air sungai itu. Tapi menurut Tampubolon, itu karena kehati-hatian penduduk sendiri. Penduduk sekitar sungai sudah maklum kapan air sungai sedang mengandung sirum - yakni dari warna seputih susu dan baunya yang menusuk hidung. Ketika air sungai disinyalir mengandung sirum, penduduk tak mengambil air. Baru kalau diduga sedang 'bersih' mereka ramai-ramai mengambil air untuk persediaan di gentong mereka. Itu bedanya manusia dengan ikan mas, yang tak dapat membedakan air beracun atau tidak. Dan mereka terjebak dalam tambak. Lagi pula ikan mas, menurut Anas Lubis dari Dinas Perikanan Kabupaten Asahan, "tergolong ikan yang manja. Sirum berkadar amoniak 1.9% saja sudah cukup manjur untuk membunuh ikan itu." Dr TM Panjaitan, yang mengepalai Dinas Kesehatan Rakyat Kabupaten Asahan, tak ayal memerintahkan anak buahnya mengambil contoh air sungai Bunut. Contoh itu diperiksakannya ke Laboratorium Depkes di Medan. "Baru nanti kita tahu berbahaya atau tidak bagi manusia," katanya kepada TEMPO, akhir bulan lalu. Andai kata memang berbahaya, "Pemda harus main sedikit keras kepada perusahaan itu," tambahnya lagi. Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Kisaran juga telah memerintahkan anak buahnya mengambil satu botol air sirum dari parit kecil dekat pabrik Bunut, sebagal barang bukti. Jangan diminum, pak jaksa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus