Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia kerap mengalami berbagai fenomena cuaca ekstrem yang dapat memicu bencana seperti hujan deras, angin kencang, dan banjir. Baru-baru ini banjir besar melanda di berbagai wilayah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang menyebabkan ribuan warga harus mengungsi. Salah satu faktor utama yang memicu kondisi ini adalah sistem badai konvektif yang berkembang dalam skala besar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari laman NOAA National Severe Storms Laboratory dan Badan Riset dan Inovasi Nasional, berikut tiga jenis cuaca ekstrem yang umum terjadi di Indonesia.
Squall Line
Squall line adalah deretan badai yang terbentuk dari awan kumulonimbus dan tersusun dalam garis panjang. Fenomena ini biasanya terjadi akibat perbedaan tekanan udara yang tajam di atmosfer sehingga menghasilkan angin kencang dan hujan deras dalam waktu singkat. Squall line dapat terbentuk di darat maupun di lautan, tetapi lebih sering muncul di wilayah pesisir dan perairan terbuka. Saat terbentuk di laut, squall line sering memicu gelombang tinggi yang berbahaya bagi bagi kapal nelayan dan transportasi laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hujan yang dihasilkan sering kali bersifat sporadis tetapi intens yang menyebabkan genangan air hingga banjir bandang di beberapa wilayah. Badai ini sering berkembang di depan front dingin dan ditandai dengan angin kencang yang dapat mencapai lebih dari 90 kilometer per jam. Selain itu, kehadiran angin kencang dalam sistem ini dapat merusak infrastruktur dan mengganggu aktivitas penerbangan. Karena pergerakannya yang cepat, masyarakat sering kali tidak memiliki banyak waktu untuk bersiap ketika squall line mendekat.
Bow Echo
Bow echo adalah bentuk khusus dari squall line yang memiliki pola melengkung seperti busur atau bumerang saat dipantau melalui radar cuaca. Pola ini terbentuk ketika angin kencang di bagian tengah badai mendorong awan hujan ke depan dan menciptakan lengkungan khas yang menjadi ciri utamanya. Bow echo seringkali berkembang dari satu sel hujan yang membesar dan memanjang sebelum akhirnya membentuk struktur melengkung akibat perbedaan tekanan dan sirkulasi angin di sekitarnya.
Salah satu aspek paling berbahaya dari bow echo adalah pusaran angin siklonik dan antisiklonik di kedua ujung lengkungannya. Pusaran ini dapat memicu terbentuknya angin puting beliung yang bergerak cepat dan merusak. Selain itu, bow echo sering kali disertai oleh downburst, yaitu hembusan angin jatuh yang membawa hujan deras dalam waktu singkat. Hujan ini tidak hanya mengganggu aktivitas masyarakat, tetapi juga meningkatkan risiko banjir lokal, terutama di wilayah perkotaan yang memiliki sistem drainase buruk.
Mesoscale Convective Complex (MCC)
Mesoscale Convective Complex (MCC) adalah kumpulan klaster awan yang membentuk struktur besar dan bertahan dalam jangka waktu lama. Sistem badai besar ini berkembang dalam skala ratusan kilometer dan dapat bertahan hingga lebih dari 12 jam. Fenomena ini umumnya terbentuk pada malam hingga dini hari, dengan ukuran yang bisa mencakup satu provinsi atau lebih. MCC sering muncul sebagai hasil dari gabungan beberapa badai kecil yang kemudian berkembang menjadi satu sistem besar. Dalam banyak kasus, MCC dapat berlangsung selama berhari-hari dan menghasilkan hujan ekstrem yang meluas.
Di Indonesia, MCC kerap terjadi pada musim hujan, terutama di wilayah Jawa dan Sumatra. Hujan yang ditimbulkan oleh sistem ini bersifat terus-menerus dan dapat memicu banjir besar serta tanah longsor di daerah pegunungan. Selain itu, MCC juga memengaruhi pola angin di sekitarnya, berkontribusi pada peningkatan kecepatan angin yang dapat mengganggu aktivitas penerbangan dan pelayaran. Badai jenis ini juga memperburuk intensitas siklon tropis yang terbentuk di Samudra Hindia atau Pasifik. Dengan dampak yang cukup luas, pemantauan satelit menjadi salah satu alat penting dalam mendeteksi perkembangan MCC sebelum mencapai daratan.
Ananda Ridho Sulistya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Tips Menjaga Tubuh Tetap Sehat Saat Cuaca Ekstrem