Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dengan alasan ngalap berkah, pemilik pesantren di Pamekasan, Madura, mencabuli dua santri yang masih di bawah umur.
Kedua korban mengalami trauma berat.
Ada korban yang takut kualat melapor polisi.
SEJAK tiga bulan lalu, Siti dan Satya menjalani terapi psikis di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP3A) Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Dua remaja perempuan berusia 16 tahun ini takut keluar rumah sejak mengalami pelecehan seksual pada September 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Umi Supraptiningsih, Ketua P2TP3A, keduanya masih mengalami trauma meski mengikuti terapi secara intensif. “Kami sedang berusaha membuat mereka tidak takut agar bisa menjalani kehidupan sehari-hari dengan nyaman,” katanya, Rabu, 9 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siti dan Satya—bukan nama sebenarnya—diduga menjadi korban kekerasan seksual pengasuh Yusuf bin Luqman Alkaf. Laki-laki 37 tahun yang terkenal dengan panggilan Habib Yusuf Alkaf tersebut adalah pemilik Pondok Pesantren Darul Ulum Walhikam At-Tauhidiyah. Siti sudah dua tahun menjadi santri, sementara Satya baru setahun belakangan mondok di pesantren milik Yusuf.
Habib Yusuf Alkaf/facebook.com/ BERANDA ''HABIB YUSUF ALKAF''
Rumah orang tua Satya berada di Pamekasan. Siti berasal dari Jakarta. Atas restu orang tua, Siti dititipkan di pesantren Yusuf Alkaf untuk mendalami ilmu agama. “Kakek-neneknya asli sini. Supaya dekat dengan kakek-neneknya juga,” kata Umi.
Dugaan kekerasan seksual di pondok pesantren itu berlangsung pada suatu siang pertengahan September 2021. Dari pengakuan Siti kepada Umi, Yusuf Alkaf meminta Siti datang ke sebuah kamar yang biasa digunakan sebagai studio rekaman ceramah. Yusuf sering merekam dakwahnya di studio ini. Pengikutnya di YouTube 117 ribu akun.
Mula-mula, Umi menjelaskan, Yusuf meminta Siti kakinya dipijat hingga diduga ia terangsang dan terjadi perundungan seksual tersebut. Tindakan yang sama juga dialami Satya. Peristiwa kedua pelecehan seksual ini hanya berselisih beberapa hari. Kejadian ini dialami Siti dan Satya hingga tiga kali pada September itu.
Yusuf bahkan diduga pernah mencabuli Siti dan Satya sekaligus di dalam studio. “Peristiwa ini yang menyebabkan korban trauma berat,” tutur Umi.
Satya lalu kabur dari pondok pesantren. Orang tua Satya heran anak perempuannya pulang di luar jadwal libur. Beberapa hari berselang, Satya bercerita bahwa ia menjadi korban perundungan seksual oleh Yusuf. Ia juga memberi tahu orang tuanya bahwa ada santri lain yang turut menjadi korban. Lantaran orang tua Siti berada di Jakarta, akhirnya keluarga Satya berkoordinasi dengan paman Siti yang tinggal di Pamekasan.
Dengan berbagai macam pertimbangan, keluarga Siti dan Satya melaporkan perbuatan Yusuf kepada Kepolisian Resor Pamekasan pada 4 November 2021. Polisi langsung bergerak. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pamekasan Ajun Komisaris Tomy Prambana mengatakan penyidik turut memeriksa saksi lain. Mereka juga mengantongi bukti berupa kerudung yang dipakai korban saat dugaan perundungan seksual terjadi, sarung merah bertulisan “Kang Santri”, dan kemeja kotak-kotak merah.
Dua kali polisi memanggil Yusuf Alkaf, tapi ia tak datang. Yusuf bahkan sempat menghilang. Polisi akhirnya menetapkannya sebagai tersangka pencabulan dengan menggunakan Pasal 82 ayat 1 dan ayat 2 juncto Pasal 76E Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. Hukumannya penjara maksimal lima tahun dan denda Rp 100 juta.
Naskah: Linda Trianita
Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Lantaran Yusuf tetap mangkir, tim reserse menciduknya saat akan mengisi pengajian di Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, pada Senin malam, 31 Januari lalu. Ia diringkus sebelum masuk ke lokasi pengajian dan langsung dibawa ke kantor Polres Pamekasan.
Penangkapan itu sempat memancing emosi para pendukungnya. Ratusan pengikut Yusuf Alkaf, biasa disebut jemaah Majelis Darul Hikam, menggeruduk kantor Polres malam itu. Mereka menuntut Yusuf dibebaskan. Adik Yusuf Alkaf, Habib Amin, meminta polisi membuktikan tuduhan pencabulan anak di bawah umur. “Saksinya tidak ada, buktinya juga tidak ada,” ucap Amin kepada wartawan kala itu. Amin menduga penangkapan terjadi karena ada orang yang ingin menebar kebencian terhadap kakaknya.
Dua hari kemudian, sejumlah utusan jemaah dan warga sekitar pesantren mendatangi Polres Pamekasan. Mereka meminta maaf telah menggeruduk kantor polisi. “Kami sudah memahami kasus yang sedang ditangani polisi. Kami minta maaf,” ujar M. Suhri, salah seorang utusan, kepada wartawan setelah bertemu polisi.
Ajun Komisaris Tomy Prambana mengatakan Yusuf telah mengakui perbuatannya. “Tersangka telah mengakui mencabuli anak di bawah umur,” ucap Tomy.
Kini, polisi sedang berfokus menggali dugaan adanya korban lain. “Kemungkinan ada korban lain. Saat ini kami masih terus mengembangkan kasus ini,” ujar Tomy. Menurut dia, penggalian kesaksian ihwal korban lain, selain untuk memperkuat konstruksi perkara, juga agar korban mendapat pendampingan terapi.
Kapolres Pamekasan, AKBP Rogib Triyanto, menjelaskan terkait penangkapan Habib Yusuf Alkaf/Humas Polda Jatim
Umi Supraptiningsih baru mengidentifikasi tiga korban. Salah satu korban yang mengalami perundungan seksual paling parah justru tak melapor ke polisi. “Mereka masih takzim, takut terkena bala, karena ada embel-embel nama habib. Sehingga keluarga korban ketakutan,” ujar Umi.
P2TP3A berfokus memulihkan kesehatan jiwa Siti dan Satya. Mereka juga tengah berkampanye agar orang tua lebih memperhatikan perubahan perilaku anak perempuannya. “Secara umum, kasus kekerasan seksual di masa pandemi ini meningkat. Pada akhir 2021 ini saja ada empat kasus dengan lima korban di Pamekasan,” tutur Umi.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga mencatat laporan kekerasan terhadap anak dan perempuan meningkat dalam kurun tiga tahun terakhir. “Sebanyak 45,1 persen dari 14.517 kasus kekerasan terhadap anak merupakan kasus kekerasan seksual,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan Bintang Puspayoga.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turut mencatat kenaikan jumlah permohonan perlindungan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Sepanjang 2021, LPSK menerima 426 aduan, melonjak 91 persen dari tahun sebelumnya. “Harus ada langkah serius pemerintah agar kasus pelecehan seksual tak makin naik,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi.
Mustofa Bisri (Pamekasan)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo