Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SABAN hari ratusan truk tronton berseliweran di depan rumah Yati Dahlia di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Masing-masing membawa beban material tak kurang dari 30 ton untuk memasok kebutuhan pembangunan Ibu Kota Nusantara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemandangan seperti ini jamak terlihat di Desa Bumi Harapan, yang masuk Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Nusantara. Apalagi, setahun belakangan, pembangunan kian gencar untuk mengejar target perhelatan upacara peringatan kemerdekaan yang akan dilaksanakan pada 17 Agustus di ibu kota baru itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setiap kali melintas, truk-truk tersebut meninggalkan jejak berupa gumpalan debu yang menguar ke udara. Kepulan debunya makin masif dan berdampak pada kesehatan Dahlia dan keluarganya. Anaknya yang masih berusia di bawah lima tahun sering batuk dan sesak napas. Perempuan 31 tahun itu lantas memutuskan pindah sementara. “Kami harus mengungsi ke rumah orang tua sejak akhir tahun lalu,” katanya kepada Tempo, Kamis, 7 Maret 2024.
Selain soal kesehatan, alasan kepindahannya adalah masalah ekonomi. Dahlia kehilangan mata pencariannya, kebun pisang seluas 720 meter persegi. Pemerintah membeli lahannya itu Rp 387 ribu per meter persegi. Kebun karet dan sawit milik warga lain juga dibeli. Proses itu disertai sterilisasi aktivitas masyarakat di zona inti.
Setelah lahan-lahan itu dibebaskan, Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) lantas meratakannya dengan tanah. Dahlia menduga pembabatan itu yang menjadi biang makin panasnya udara di kampungnya karena hilangnya tutupan pohon. “Ketika musim hujan datang, banjir merendam wilayah kami.”
Pekerja menggunakan sepeda motor melintas di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Nusantara (IKN), Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 12 Februari 2024/Antara /Rivan Awal Lingga
Banjir menjadi salah satu ancaman laten ibu kota baru ini. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara, pada 2017-2019, banjir di wilayah ini paling sering terjadi di Kecamatan Sepaku. Pada 2017, dari 31 kasus banjir, 14 kali terjadi di Sepaku. Tahun berikutnya tercatat ada 21 kasus banjir, 9 kali terjadi di Sepaku.
Pada 2023, misalnya, setidaknya ada dua kasus banjir di Sepaku. Pada 17 Maret 2023, banjir merendam persawahan dan permukiman penduduk akibat sungai yang meluap. Bencana serupa berulang pada 2 Mei 2023, yang menyebabkan setidaknya puluhan rumah di enam rukun tetangga direndam banjir.
Soal perubahan lahan di area ibu kota baru itu juga diungkap oleh Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) baru-baru ini. NASA merilis dua citra satelit yang menggambarkan perubahan wajah di ibu kota pengganti Jakarta itu.
Foto satelit pertama diambil pada 26 April 2022 dan gambar kedua direkam pada 19 Februari 2024. Dalam publikasi citra satelit tersebut, NASA menyatakan hutan di Kalimantan Timur mengalami perubahan pesat sejak musim panas 2022. NASA, mengutip beberapa peneliti, khawatir perubahan penggunaan lahan dapat membahayakan hutan dan keanekaragaman hayati.
Data soal perubahan lanskap ini juga diungkap Nusantara Atlas, geo-platform independen milik perusahaan teknologi berbasis di Prancis, TreeMap. TreeMap tidak mendapati deforestasi dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara karena wilayah itu dibabat sejak 1990-an dan diubah menjadi area tanaman monokultur eukaliptus.
•••
PEMERINTAH memproyeksikan total luas daratan Ibu Kota Nusantara (IKN) bakal mencapai 252.600 hektare ditambah wilayah laut 69.769 hektare. Wilayah Perencanaan-Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (WP-KIPP) seluas 6.671 hektare, meliputi sebagian Desa Bumi Harapan dan Kelurahan Pemaluan di Kecamatan Sepaku yang akan menjadi pusat ibu kota. Kemudian ada kawasan penyangga lingkungan dan pendukung ketahanan pangan 183.453 hektare.
Seluas 65 persen wilayah zona inti IKN bakal diproyeksikan sebagai kawasan hutan lindung dan tempat implementasi reforestasi pemulihan ekosistem. Sebagian di antaranya masuk wilayah pengukuran program hibah Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation atau REDD+.
Ketua Yayasan Auriga Nusantara Timer Manurung ragu terhadap komitmen pemerintah yang dapat merealisasi Nusantara sebagai smart city forest. Ini lantaran wilayah IKN sejak awal memiliki masalah beban izin hutan tanaman seluas 57.388 hektare, tutupan sawit 16,061 hektare, dan keberadaan 10.680 hektare lubang tambang. “Adapun tutupan hutan alam yang tersisa hanya 32.481 hektare dan itu pun tidak ada di wilayah inti,” ujarnya.
Bukannya mempertahankan tutupan hutan yang ada, Timer khawatir pemerintah memperluas pembabatan. Analisis data dan spasial Yayasan Auriga mendapati total land clearing di zona WP-KIPP sekurang-kurangnya 2.464 hektare. Itu setara dengan luas wilayah Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.
Pembabatan dimulai pada 2020 dengan luas 40 hektare yang berfokus di Titik Nol IKN, Desa Pemaluan, Kecamatan Sepaku. Setahun berikutnya, luas pembabatan menjadi 148 hektare. Intensitas mulai meningkat pada 2022, saat ada pembukaan untuk pembangunan infrastruktur dasar seluas 383 hektare.
Pada 2023, pembersihan lahan makin masif dengan jumlah akumulasi 1.220 hektare. Sebagian besar pembukaan digunakan untuk membangun akses jaringan jalan dan penyiapan lahan buat pembangunan gedung. Hingga 28 Februari 2024, tercatat pembukaan di wilayah inti Ibu Kota Nusantara mencapai 1.543 hektare.
Ketua Tim Pengkampanye Hutan Greenpeace Southeast Asia-Indonesia Arie Rompas melihat gejala pembabatan hutan akan makin masif. Selain datangnya pemodal untuk membangun kota, ada migrasi besar-besaran ke Nusantara. “Kami melihat akan ada ancaman deforestasi pada 32.481 hektare hutan alam yang tersisa di IKN,” ucap pria yang akrab disapa Rio tersebut.
Analisis Rio itu didasari adanya gejala hilangnya tutupan hutan di Kalimantan Timur dalam dua dekade terakhir. Pada medio 2001-2020, Greenpeace mendapati hilangnya tutupan hutan di dua kabupaten itu dengan luas 55,1 ribu hektare atau menciptakan 49,15 juta ton emisi karbon dioksida.
Menurut Rio, musabab utama hilangnya tutupan hutan alam ini adalah masifnya izin industri ekstraktif. Satu di antaranya izin untuk PT Itci Hutani Manunggal, anak usaha Royal Golden Eagle melalui Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL) Group, yang memiliki izin 161.127 hektare untuk menanam eukaliptus dan akasia.
Berdasarkan catatan Rio, aktivitas Itci Hutani Manunggal pada medio 2011-2020 telah menciptakan deforestasi hutan alam di masa lalu. Bahkan, kata Rio, perusahaan itu terus membabat hutan untuk pemanenan kayu akasia dan eukaliptus walaupun pemerintah sudah memasukkan wilayah konsesinya sebagai ibu kota.
Penelusuran Tempo pada sistem pelaporan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP, Itci Hutani Manunggal pada 2021 melakukan 57 kali transaksi atas penebangan di wilayah ibu kota. Mayoritas penebangan berada di kawasan inti atau WP-KIPP. Jumlah kayu yang dibabat mencapai 569.642 meter kubik.
Pada 2022, perusahaan itu kembali memanen sebanyak 616.947 meter kubik. Artinya, dalam dua tahun perusahaan memanen kayu akasia dan eukaliptus 1.186.589 meter kubik. Besaran tersebut ditaksir setara lebih dari 10.346 hektare pembukaan lahan.
Direktur PT Itci Hutani Manunggal Arif Fadilah menjelaskan, izin pemanfaatan hutan tanaman yang dimiliki perusahaan masih berlaku di ibu kota. “Sebagian area pemanfaatan hutan tanaman PT Itci Hutani Manunggal ada yang adendum untuk mendukung pembangunan IKN,” kata Arif ketika dimintai konfirmasi pada Jumat, 8 Maret 2024.
Adapun aset tanaman yang masuk kawasan IKN tercatat masih dimiliki perusahaan. Arif menambahkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga memberi persetujuan untuk pemanfaatan aset tanaman. Khusus di wilayah inti atau WP-KIPP, perusahaan mengaku tidak memanen aset sama sekali sebagai bentuk dukungan atas kelancaran pembangunan ibu kota.
Arif membantah jika perusahaannya disebut memanen atau menebang pepohonan yang mengakibatkan terbukanya lahan seluas 921 hektare di area WP-KIPP. Menurut Arif, pemanenan hanya dilakukan di luar area WP-KIPP. “Dan segera melakukan replanting yang bertujuan mencegah terjadinya area terbuka,” tuturnya.
Bagi Yayasan Auriga Nusantara, pembabatan yang masif ini dikhawatirkan merusak daerah aliran sungai (DAS) pada wilayah inti ibu kota. Kata Timer Manurung dari Auriga, gejala itu dapat dilihat ketika pada Mei 2023 terjadi banjir besar yang merendam sebagian area WP-KIPP.
Timer menunjukkan ada data kerusakan terhadap daya dukung empat DAS di wilayah inti, yakni DAS Pemaluan seluas 601 hektare, Sei Sepaku 1.877 hektare, Semuntai 1.847 hektare, dan Trunen 2.338 hektare.
Timer menambahkan, tiap DAS memiliki indeks klasifikasi kerentanan longsor yang disebabkan oleh rusaknya daya dukung. Pada DAS Sepaku, misalnya, ditemukan 36 hektare lahan yang rusak dengan skala risiko 480 ton per hektare per tahun. Klasifikasi tersebut menunjukkan tingkat kerentanan sangat berat. Di DAS Semuntai ditemukan 464 hektare lahan terbuka dengan skala risiko 180 ton per hektare per tahun atau dalam klasifikasi kerentanan berat.
Selain alih fungsi lahan, masalah yang harus menjadi perhatian adalah dampaknya terhadap masyarakat adat. Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dini Suryani, mengatakan akses masyarakat suku Balik di Penajam Paser Utara ke Sungai Sepaku dibatasi. “Padahal komunitas adat Balik adalah masyarakat adat yang tidak dapat terpisahkan dari sungai atau dengan istilah peradaban Bansu Tatau Datai Danum,” ucapnya.
Otorita IKN, kata Dini, tengah menggodok rancangan peraturan ihwal pengakuan hak atas kearifan lokal dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Namun, menurut saya, rancangan peraturan Kepala Otorita IKN ini harus didahului pengakuan eksistensi dan hak masyarakat adat, baru bicara soal nilai untuk melindungi lingkungan hidup.”
Dini juga mengingatkan dampak lain pembangunan IKN pada Teluk Balikpapan. Menurut dia, ada potensi alih fungsi peruntukan hutan mangrove yang tersisa untuk pembangunan ibu kota. Di antaranya rencana pembangunan bandar udara naratetama atau VVIP dan pelabuhan wisata di pesisir Teluk Balikpapan. Beberapa proyek infrastruktur itu diprotes masyarakat setempat yang berujung pada penangkapan sembilan warga Desa Pantai Lango, Kecamatan Penajam.
Otorita IKN mengklarifikasi tudingan soal pembabatan lahan ini. Menurut Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN Myrna Safitri, luas KIPP sebesar 6.671 hektare terdiri atas kawasan lindung 61,28 persen dan kawasan budi daya 38,72 persen. “Pembangunan dilakukan di kawasan budi daya,” ujarnya.
Myrna mengatakan, untuk keseluruhan wilayah IKN, area yang disiapkan buat dibangun sebesar 25 persen. Kawasan lindung di KIPP diperuntukkan bagi rimba kota, jalur hijau, dan taman. Ia memberi contoh area rimba kota yang mentransformasi hutan monokultur eks hutan tanaman industri jadi hutan tropis. “Ini bekerja sama dengan perusahaan dan perguruan tinggi,” ucapnya.
Soal kekhawatiran terhadap mangrove, Myrna mengatakan pemerintah memasukkan ekosistemnya ke kawasan lindung di Ibu Kota Nusantara, sehingga tidak akan ada izin-izin pemanfaatan mangrove yang bertentangan dengan fungsi lindung. “Kami konsisten dengan ini. Tahun lalu kami membentuk satuan tugas pengendalian tambang ilegal dan untuk penyelamatan mangrove,” dia menambahkan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ancaman Tersembunyi Alih Fungsi di Nusantara"