Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gempa merusak di sekitar Kota Sumedang, Jawa Barat, sejak 31 Desember 2023 memunculkan dugaan Sesar Cileunyi-Tanjungsari sebagai penyebabnya. Terbagi menjadi dua segmen, yaitu barat dan timur, pergerakan sesar itu juga berpotensi mengguncang daerah kampus dan pemukiman warga di Jatinangor, Kabupaten Sumedang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Guncangannya pasti berdampak karena jaraknya relatif dekat dengan sesar,” kata Supartoyo, peneliti gempa dan periset Sesar Cileunyi-Tanjungsari dari Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi atau PVMBG Badan Geologi, Jumat, 5 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Segmen barat dari hasil penelitian Supartoyo bersama tim, yang dipublikasi di jurnal ilmiah Bulletin of Volcanology and Geological Hazard pada 2020, memiliki panjang 6,69 kilometer. Potensi gempanya secara maksimum hingga bermagnitudo 6,08.
Ujung sesar pada segmen barat mulai dari sekitar Gunung Bukit Jarian di daerah Cinanjung, Kecamatan Tanjungsari, Sumedang hingga utara Gunung Kareumbi. “Kalau kekuatan gempa bermagnitudo 6 itu lumayan guncangan bisa sampai VII MMI,” ujar Supartoyo.
Intensitas gempa berskala VII MMI bisa membuat setiap orang berlarian ke luar rumah dan menimbulkan kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Sedangkan pada bangunan yang konstruksinya kurang baik dapat terjadi retak-retak bahkan hancur, hingga cerobong asap pecah. Gempanya juga terasa oleh orang yang naik kendaraan.
Sementara segmen timur Sesar Cileunyi-Tanjungsari sepanjang 11, 28 kilometer, berpotensi menghasilkan gempa bumi dengan magnitudo maksimum 6,3. Peneliti dari Pusat Survei Geologi di Badan Geologi Marjiyono mengatakan, Sesar Cileunyi – Tanjungsari sudah terbukti patahan aktif. Keberadaannya sudah terindikasi dari kegempaan hingga hasil data bawah permukaan.
Dari kondisi itu, menurutnya, perlu penataan ruang berbasis kebencanaan geologi yang selama ini dinilai kurang dipertimbangkan oleh pemerintah daerah. “Sekitar jalur sesar ini penduduk dan infrastruktur cukup padat, bahkan ada fasilitas-fasilitas penting, ada kampus Unpad, ITB, IPDN, juga tol Cisumdawu,” katanya di acara Geo Seminar di Auditorium Badan Geologi Bandung, Jumat, 5 Januari 2024.
Berdasarkan riwayatnya, Sesar Cileunyi–Tanjungsari pernah menimbulkan gempa pada 16 Agustus 1955 pukul 10.32 dengan intensitas gempa berskala V-VI MMI hingga merusak 38 bangunan di Sumedang. Kemudian pada 19 Desember 1972 sesar itu menghasilkan gempa bermagnitudo 4,5 dengan skala intensitas VI MMI. Selain merusak bangunan tua, dilaporkan juga terjadi longsor, antara lain di Sumedang dan Rancakalong.
Lalu, sesar itu memicu gempa pada 21 dan 29 April 2010 dengan skala intensitas III MMI. Gempa terasa nyata di dalam rumah seakan ada truk yang melintas. “Itu cukup heboh di daerah Tanjungsari. Kekuatannya kecil namun disertai suara dentuman-dentuman,” kata Supartoyo. Dari hasil investigasi Badan Geologi disimpulkan gempa itu dari zona Sesar Cileunyi–Tanjungsari bagian barat yang membuat beberapa rumah retak ringan.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.