Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Bendera hitam di gudang kahuripan

Lokasi pencarian tras (pasir) di bukit cadasgantung (desa gudang kahuripan, lembang) runtuh. dari 24 penggali pasir yang tertimbun baru 13 mayat yang diketemukan. (ling)

30 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANJING pelacak tak jadi didatangkan polisi. Tapi itu tak membuat semangat ratusan penduduk, yang dibantu beberapa anggota Wanadri dan dukun, mengais reruntuhan bukit itu jadi turun. Dengan mengandalkan penciuman, di samping mantera, maka begitu ada yang mengendus bau bangkai, tanah pun segera digali beramai-ramai. Dan dengan cara itu, sampai akhir minggu lalu, sudah ditemukan 13 mayat yang tertimbun di reruntuhan Bukit Cadasgantun - 8 korban lainnya masih dicari. Ketika Bukit Cadasgantung, lokasi pencarian tras di Desa Gudang Kahuripan, Lembang, runtuh 19 April, 24 penggali pasir sedang bekerja di sana. Mereka, berikut 3 truk pengangkut pasir, kontan tertimbun pasir dan batu bukit itu. Yang selamat cuma tiga orang karena mereka kebetulan lagi beristirahat agak jauh dari lokasi. "Kejadian itu begitu tiba-tiba sehmgga teman-teman, yang bergelantungan di tebing bukit itu, tak sempat menghindar," kata Enong, 31 tahun, salah seorang yang selamat. Bukit Cadasgantung, yang terletak di tepi jalan Bandung-Lembang, sudah lama dimanfaatkan penduduk sebagai lokasi pengambilan tras. Tapi penorehan besar-besaran baru dilakukan 10 tahun terakhir - sejak kebutuhan batu-batuan yang dipergunakan untuk bahan bangunan itu meningkat. Bukit yang terban kemarin itu seluas 2 hektar. Tras di Bukit Cadasgantung itu sebetulnya adalah hasil endapan abu gunung api (tufa) - yang sifatnya sangat kurang mengikat (loose). Sehingga wilayah itu merupakan daerah yang sangat labil. "Sedikit gerakan saja sudah cukup untuk membuat bukit-bukit itu runtuh," ujar Kepala Direktorat Vulkanologi Adjat Sudradjat. Alat pencatat gempa (seismografl Stasiun Meteorologi dan Geofisika di Lembang, dua hari sebelum peristiwa, mencatat gempa di daerah sekitar situ dengan kekuatan 1 sampai 2 skala visual. Diduga gempa itu ikut mempercepat runtuhnya Bukit Cadasgantung. Pengambilan tras di daerah itu telah menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan setempat. Di beberapa tempat, penggalian-penggalian sudah mendekati jalan raya Bandung-Lembang. Juga sudah ada yang mengasak ke kawasan peneropong bintang Bosscha. Direktur Bosscha Dr. Bambang Hidayat sudah melayangkan belasan surat protes ke berbagai instansi di Ja-Bar sejak 1981. Tapi hasilnya baru keluar Februari lalu. Bupati Bandung mencabut semua iin penggalian di kawasan itu. Larangan bupati itu ternyata tak sepenuhnya ditaati. Masih saja ada penduduk yang diam-diam menoreh tras dari bukit-bukit di sana. "Penduduk bukan tak menyadari bahaya yang ditimbulkan akibat penggalian. Tapi mereka tak punya pilihan lain untuk mencari nafkah," kata Kepala Desa Gudang Kahuripan Amar Sumarna. Lebih dari 65% penduduk Gudang Kahuripan, yang berjumlah 7.500 jiwa, menggantungkan hidup di Bukit Cadasgantung. Mulai dari penggali, kernet dan sopir truk pengangkut pasir, sampai buruh pabrik batako yang bahan bakunya berasal dari pasir tras. Rata-rata 150 sampai 200 m3 pasir digali dari 6 lokasi pengambilan pasir di desa itu setiap hari. "Satu hari bu pasir bisa menghasilkan Rp 2.000," ujar Amar Sumarna. Sumber nafkah lain penduduk Desa Gudang Kahuripan adalah sebagai petani dan buruh kebun sayur. Tapi ini mulai ditinggalkan rakyat. "Karena upah buruh sayur cuma Rp 1.000 sehari," itu pun musiman. "Artinya: di musim paceklik mereka menganggur. Lapangan pekerjaan lain di Gudang Kahuripan tak ada. Karena desa itu terdiri dari perbukitan terjal, "di sini tak ada sawah," ujar Amar Sumarna. Dari statistik terlihat penghasil utama kas desa itu, Rp 100.000 per bulan, adalah dari retribusi pasir. Selama dua pekan terakhir memang tak terdengar lagi suara mesin truk atau gemerisik skop dan cangkul mengikis punggung Bukit Cadasgantung. Tapi, sampai kapan? Sebab, seperti kata Amar Sumarna, "kalau tak menggali pasir, penduduk mau makan apa?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus