SEJAK awal bulan ini, sebagai upaya penghematan anggaran rutin
pemerintah, pegawai negeri dibolehkan membeli kendaraan yang
dipakainya. Harga dibanting: 50% korting, dikurangi biaya
penyusutan 12% setahun, dan boleh diangsur selama 5 tahun.
Paling lambat awal pekan ini permohonan dari pemegang kendaraan
sudah harus diajukan. Setelah melalui tahap administratif,
akhir Juni nanti proses penjualan itu harus sudah selesai. Dan
sejak itu tak ada lagi kendaraan dinas, kecuali untuk sejumlah
pejabat tinggi, dari menteri sampai bupati.
Di Departemen P, ada sekitar 1.000 mobil, dan sekitar 500
sepeda motor. Kirakira 75% akan dijual murah. Itu belum termasuk
yang di proyek. Menurut Soebandijo, kepala biro perlengkapan dan
perawatan PU, penjualan itu bisa menghemat uang negara Rp 600
juta setahun. Lalu di lingkungan Pemda DKI tercatat 2.538 mobil
dan 4.364 sepeda motor dan vespa. Untuk memeliharanya tersedia
anggaran Rp 9 miIyar, sejak Desember 1982. Tapi mulai 1 April
lalu, "Pemda bisa menghemat Rp 6 milyar," kata Soejoto
Koesoemoprawiro, kepala biro perlengkapan dan perawatan Pemda
DKI.
Pemda Ja-Bar akan menjual 521 mobil dan 823 kendaraan roda dua,
yang berarti penghematan Rp 800 juta, menurut humasnya. Sedang
di Pemda Sum-Ut diperkirakan akan bisa dihemat sekitar Rp 710
juta. "Itu sama dengan membangun 70 SD," kata Kepala Humas Pemda
Sum-Ut, Amir Nasution.
Gubernur Sul-Ut G.H. Mantik malah sudah bertindak lebih dulu.
"Kendaraan dinas untuk kepala biro ke atas sudah mulai ditarik,
karena mereka dianggap sudah mampu membeli mobil," katanya
kepada TEMPO pekan lalu. Bagaimana dengan yang tidak mampu?
Menurut Mantik, mereka masih boleh menggunakan kendaraan dinas,
tapi terbatas pada antar-jemput. "Di luar jam dinas, kendaraan
tersebut dimasukkan ke dalam pool" katanya.
Dengan sistem pool itu, kendaraan dinas perorangan yang tadinya
tak bisa dipakai oleh orang lain, sekarang dapat dipakai oleh
lebih dari satu orang. Ia sendiri tak hafal berapa banyak mobil
dinas di Pemda Sul-Ut sudah dijual. "Tapi yang pasti sesuai
dengan l ketentuan pemerintah, mobil di atas 3.000 CC tidak
boleh dijual," kata Mantik.
Toh ada yang enggan membeli mobil dinas. Soehartono, kepada
humas Pemda Ja-Tim, sehari-hari naik Lancer tahun 1983 yang di
pasaran kini- berharga sekitar Rp 10 juta . Menurut ketentuan,
dia boleh membeli kendaraan dinas itu hanya dengan Rp 3,96 juta.
Tapi pegawai negeri gol. III/D ini khawatir tak akan bisa
merawatnya, setelah memperhitungkan biaya untuk itu paling tidak
Rp 50.000 sebulan. Sedang gaji bersih dia hanya Rp 150.000
sebulan. "Kalau dipotong cicilan dan pemeliharaan mobil lalu
biaya untuk hidup kebagian berapa?" kata Soehartono kepada
TEMPO.
Banyak rekannya tak sependapat. Sebab, setelah dibeli dengan
harga korting, atau sehabis masa mencicil, "mobil itu tentu bisa
dijual," kata Soelaiman Biyahimo, sekretaris Komisi B, di DPRD
Ja-Tim. Ia kebagian juga sebuah Suzuki Jimny tahun 1982, hanya
seharga Rp 700.000-an. Sedang seorang staf humas Pemda Ja-Tim
yang naik sepeda motor Honda 90 cc tahun 1973 boleh membeli
barang tua itu hanya Rp 9.000.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini