Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Berikrar setelah berkibar

Para insinyur indonesia berkibar di kantor menteri negara klh yang dinamai kode etik lingkungan insinyur atau green code for engineers. kode etik itu menjadi tumpuan untuk kewajiban moral.

18 Juni 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

~~PARA insinyur Indonesia tak hanya berkibar, tapi juga berikrar. Lalu kode etik itu dikumandangkan di Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup pekan lalu. Terdiri atas 11 wakil dari berbagai jenis profesi. Mereka ada dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Himpunan Ahli Manajemen Konstruksi Indonesia (HAMKI), Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII). Karena menyangkut masalah lingkungan, ikrar itu diberi nama Kode Etik Lingkungan Insinyur alias Green Code for Engineers. Berkemeja putih dan berdasi, Ir. Ontoseno mewakili peserta membacakan tujuh butir kode dimaksud, di hadapan Menteri KLH Emil Salim, Menteri Pekerjaan Umum Radinal Moechtar, dan Menteri Perumahan Rakyat Siswono Yudohusodo. Etika yang disepakati itulah yang hendak ditegakkan di negeri ini. Antara lain: dalam setiap kegiatan profesional, para insinyur selalu akan memberi sumbangan dan menciptakan lin~kun~gan yang sehat dan menyenangkan bagi semua orang, baik dalam ruang terbuka maupun tertutup. Pada kode etik nomor satu ditegaskan, itu diusahakan dengan segala kemampuan, keberanian, semangat, dan dedikasi mewujudkan prestasi yang unggul. Unsur etika lainnya meliputi, antara lain, penggunaan bahan baku sesedikit mungkin. Juga, menekan produksi limbah dan segala bentuk pencemaran lainnya. Lalu, pengkajian lingkungan, dampaknya, yang akan mempengaruhi secara menyeluruh, pengembangan pemahaman mengenai tindakan untuk pemulihan ~lingkungan yang terganggu, dan kesadaran tentang prinsip ketergantungan ekosistem. Mungkin yang lebih penting, justru di butir enam. Di situ tegas disebut: insinyur Indonesia selalu akan menolak setiap komitmen yang dapat mengakibatkan kerusakan yang tidak wajar terhadap lingkungan manusia dan alam, dan mencarikan pemecahan sosial dan politik yang sebaik-baiknya. "Adanya kode etik ini, agar semua insinyur mematuhi ketentuan lingkungan," tutur Emil Salim kepada TEMPO. Selama ini, ujar Emil, yang suka mengubah lingkungan itu juga para insinyur. Dan seperti dikatakan Radinal Moechtar di sambutannya, itulah kesepakatan tambahan, sekaligus tugas mulia bila para insinyur Indonesia berwawasan lingkungan dan menerapkannya. Dengan kode dimaksud, menurut Siswono, sebenarnya itu memformalkan komitmen yang sudah ada dalam diri masing-masing. Itu bahkan ungkapan tertulis apa yang boleh dan yang tak boleh dilakukan setiap insinyur. "Kalau di sana-sini ada kerusakan, karena nalurinya dikalahkan oleh pertimbangan komersial," kata Siswono, yang sebelum jadi menteri lama berkecimpung di bisnis pembangunan perumahan itu. Indonesia tergolong negara yang agak lambat menerapkan kode etik itu. Padahal sudah 75 negara jadi anggota Federasi Asosiasi Insinyur se-Dunia (World Federation Engineering Organizations atau WFEO). Termasuk PII jadi anggotanya, yang menekennya tiga tahun silam. Ilham kode yang baru diikrarkan itu dari Committee on Engineering and Environment, salah satu bagian di WFEO. ~Setelah banyak negara lain bikin komitmen masing-masing, di lingkungan Indonesia sekarang agar dimasyarakatkan pula," tutur Sumantri, Ketua PII. Kode etik itu memang tanpa sanksi hukum terhadap insinyur yang melanggarnya. Itu tergantung moral masing-masing. Walaupun begitu, menurut Sumantri, dengan adanya dokumen tersebut para pengurus pusat maupun daerah terus mencoba meningkatkan kesadaran anggotanya agar menjunjung tinggi itu kode. Dalam dua tahun terakhir ini, menurut penilaian Sumantri, keadaannya memang lebih baik. Mungkin itu karena pengaruh Andal (Analisa Dampak Lingkungan). Membuat septic tank, misalnya, jaraknya paling kurang 10 meter da~ri Sumut. Dengan berlakunya Kode Et~ik lingkungan Insinyur, hal-hal yang begitu sudah semestinya mereka perhatikan jika sedang membangun sebuah perumahan. Biasanya, memang memakan waktu dan secara bertahap. Setidaknya, sejak sekarang, para insinyur lebih memperhatikan lingkungan, meskipun tak berkekuatan hukum. "Saya percaya bahwa itu lebih dari sekadar hukuman atau sanksi. Hukuman itu malah dari diri kita sendiri, karena melawan apa yang kita tahu buruk atau tidak. Itu terasa lebih berat," kata Radinal Moechtar. Sedangkan bagi Ir. Budiau Abiyoga, Ketua IATPI (Ikatan Ahli Teknik Penyehatan Indonesia), profesi anggotanya bahkan mendukung, karena memang berkait dengan lingkungan. Misalnya dalam penyediaan air bersih dan pembuangan sampah. Bukan berarti mereka menampik kode etik. "Kita memerlukan itu, agar kita tidak mengeksploitas~ sesuatu itu hingga tidak berlebihan," kata Budiati. Sebetulnya, di tiap profesi sudah ada kode etiknya sendiri, dan mereka tahu mana yang baik dan tidak. Hanya tidak semua masalah jelas hitam putihnya. Yang ada malah selalu daerah samar-samar. "Nah, di daerah inilah sebenarnya kode etik itu diperlukan," tambahnya. Ia mengakui, kode etik ini tak mengubah etika di bidang profesinya. Tapi itu bisa memberi iklim kepada para insinyur untuk saling mengingatkan. Sambutan baik dilontarkan pula oleh Ir. Widana Reko Ketua ISTMI, Ikatan Sarjana Teknik Industri dan Manajemen Indonesia. Dalam profesinya, seperti perencanaan pembangunan pabrik, malah masih perlu ada etik. Pro dan kontra tentu boleh-boleh saja. Hanya kontranya ~yang belum muncul. Tapi Emil Salim kembali mengingatkan agar para insinyur yang berhubu~ngan dengan perubahan fisik lingkungan ~ti~dak cuma memikirkan pembangunan, tanpa mengindahkan lingkungan. Sedangkan k~ode itu hanya sebuah upaya pencegahan. pelaksanaan terserah pribadi masing-masing. "Terus terang~ kami ingin sekali agar dokumen ini bukan sekadal kertas yan~g ditandatangani secara proforma ~tapi menjadi suatu ide yang mendukung peri laku. Sehingga kode etik itu jadi tumpuan untuk kewajiban moral," sela E~mil lagi. Yang sudah jelas hari itu: wakil para insinyur, beserta tiga menteri, dengan penuh khidmat meneken si kode. Dan bagaimana peri laku pemilik itu kode, lihat saja prakteknya nanti. Suhardjo Hs. ~& Diah Purnomowati (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus