Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Pati - Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng atau JMPPK menggelar peringatan Hari Bumi (22 April), yang dirangkaikan dengan Hari Kartini (21 April). Acara yang ditujukan sekaligus sebagai halalbihalal tersebut bertempat di Omah Sonokeling Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Turut hadir di tengah acara yang dihelat pada Senin, 21 April 2025, itu adalah band asal Purbalingga, Sukatani. Acara juga diisi mujahadah lingkungan bersama Budi Harjono asal Kota Semarang, lalu juga lamporan dan brokohan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Gunretno dari JMPPK menerangkan, lamporan merupakan ritual petani Kendeng turun temurun untuk mengusir hama. "Hama yang kami maksud bukan hanya hama wereng, namun hama terbesar adalah kebijakan yang tidak berpihak pada petani," katanya dalam keterangan tertulis yang dibagikan pasca-acara.
Sementara brokohan, kata Gunretno, merupakan cara petani Kendeng untuk terus mengucap syukur atas hasil panen. "Walaupun setiap tahunnya petani Kendeng harus dihadapkan dengan banjir dan kekeringan," ujar dia.
Melalui kegiatan halalbihalal ini, JMPPK juga mengajak untuk turut meminta maaf kepada alam. Segala kerusakan alam yang terjadi disebutkan merupakan tanggung jawab dan menjadi tugas manusia untuk memperbaiki.
JMPPK menyatakan telah belasan tahun berjuang menolak eksploitasi pegunungan Kendeng. Hasilnya, mereka telah memenangkan gugatan pengadilan terhadap industri semen. Namun, sayangnya, hingga kini penambangan terus berjalan di sana.
"Bagi kami, perjuangan yang sudah kami lakukan belum berhasil, pasalnya putusan Mahkamah Agung atas gugatan terhadap PT Semen Indonesia di Rembang tidak diindahkan oleh pemerintah," kata Gunretno. "Rekomendasi KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) yang sudah berlangsung hampir delapan tahun juga belum diindahkan oleh pemimpin pengambil kebijakan."
JMPPK mencatat hingga Juli 2024 ada 91 izin usaha pertambangan atau IUP di wilayah Kendeng. Kondisi diperparah tambang ilegal yang mengepung pegunungan kapur tersebut. Padahal, Gunretno menekankan, ekosistem karst memiliki peran vital sebagai daerah resapan dan penyimpan air serta penyerap karbon. "Rusaknya kawasan ini telah memicu banjir yang rutin menerjang selama beberapa tahun terakhir."
Pilihan Editor: Paus Fransiskus, Kepedulian Lingkungan, dan Laudato Si'