INDUSTRI besi biasanya diasosiasikan dengan pencemaran berat. Tapi Christopher J. Nagle justru memanfaatkan teknologi industri besi ini untuk mesin pengolah limbah industri. Dan prospeknya tampak sangat cerah. Setidaknya para investor di pasar saham Wall Street percaya kepada Nagle. Bayangkan, dalam tempo setahun, perusahaan yang akan merealisasikan penemuan Nagle, yakni Molten Metal Technology Inc. (MMTI), berhasil menggaruk Rp 200 miliar dari pasar saham terbesar itu. Harga sahamnya pun melonjak dari US$ 14 pada penawaran pertama menjadi US$ 27,75. Padahal MMTI -- didirikan pada tahun 1990 -- belum menjual produknya karena memang masih dalam proses percobaan. Sumber optimisme para investor adalah hasil percobaan MMTI yang tampak menjanjikan. Dalam dua tahun belakangan ini, tujuh mesin pengolah limbah prototipe Molten Metal ternyata mampu mendaur ulang 90--99% limbah industri yang diolahnya dalam ribuan kali uji coba. "Memang masih ada beberapa hal yang harus disempurnakan, tapi tak ada masalah yang membuat saya tak dapat tidur," kata Jorgen H. Vestergaard, Presiden Clean Harbors. Clean Harbors adalah perusahaan yang bekerja sama dengan Molten Metal memproduksi pengolah limbah berkapasitas 30 ribu ton setahun. Lancarnya uji coba prototipe ini mungkin karena teknologi yang dipakai cukup sederhana. Limbah industri berbentuk lumpur atau komponen elektronik atau tanah tercemar dimasukkan ke dalam besi cair yang panasnya mencapai 3.000 derajat Fahrenheit (sekitar 1.650 derajat Celsius) lebih, dan diberi unsur kimia sebagai katalis. Panas yang amat tinggi itu menyebabkan limbah terurai berdasarkan unsur-unsur kimianya. Lumpur industri biasanya terurai menjadi gas hidrogen, gas lainnya, serta keramik yang dapat dijual ke pasar komersial. Jika pipa PVC yang dimasukkan, akan keluar hidrogen, klorin, serta karbon. Besi tua akan dipisahkan dari berbagai senyawa kimianya hingga menjadi besi murni dan gas komersial. Ember plastik akan diuraikan menjadi bahan pembuat plastik untuk dicetak kembali. "Di Amerika Serikat, setiap tahun 13,5 miliar ton limbah dihasilkan dan dikubur di dalam tanah," kata William M. Haney 3rd, Direktur Utama MMTI. "Sementara itu, dalam waktu yang sama, 13,5 miliar ton bahan baku industri ditambang dari bumi," ujarnya. "Kami bermaksud membuat kedua hal ini menjadi daur tertutup (closed loop)," kata Haney lebih lanjut. Gagasan menutup daur industri ini muncul di benak Nagle ketika ia masih bekerja sebagai peneliti di industri besi U.S. Steel, yang belakangan berganti nama menjadi U.S.X. Ia belajar dari cara pembuatan besi baja dengan cara memasukkan batu bara ke dalam besi cair yang mendidih. Batu bara itu pun terurai menjadi gas karbon, yang kemudian bereaksi dengan atom besi menjadi baja. "Dari sana timbul ide Nagle untuk menggunakan besi cair sebagai pelarut limbah," tutur Ian C. Yates, Wakil Presiden Pemasaran MMTI. Untuk mewujudkan ide tersebut, Nagle kemudian keluar dari U.S. Steel dan mengambil gelar pascasarjana Jurusan Kimia di Institut Teknologi Massachusetts (MIT). Di perguruan tinggi teknik paling terhormat di Amerika itu, Nagle kemudian menggelar idenya kepada John T. Preston, Kepala Kantor Paten MIT, tahun 1990. Preston langsung jatuh hati. "Saya beri nilai 13," katanya setengah bercanda. "Mungkin satu-satunya yang pernah saya beri nilai 13," ujarnya menambahkan sambil tertawa. Tak lama kemudian, MMTI didirikan dan berhasil menarik penanam modal. Sekarang MMTI mempunyai 130 karyawan, dan memegang 30 paten dan sederetan penasihat serta mitra dagang yang dikenal piawai. Bahwa para pemodal tertarik ke bisnis pengolah limbah, ini agaknya wajar-wajar saja. Dewasa ini, diperkirakan, omzet pengolah limbah di Amerika Serikat mencapai Rp 25 triliun setahun. Padahal, teknologi yang ditawarkan sederhana: dibakar atau dikubur. Di luar teknik pembakaran dan penguburan, ada juga cara lain, misalnya pembilasan air yang tercemar komponen organik dengan cairan yang melarutkan atau memisahkan komponen organik tersebut. Teknologi ini dilakukan, misalnya, oleh Clean Harbors di Baltimore. Sementara itu, Purus Inc. di San Jose memproduksi bahan polimer yang dapat menyerap komponen organik berbahaya dari udara. Perbedaan utama teknologi MMTI dengan pesaingnya, perangkat MMTI dapat langsung dipasang di penghasil limbah. Jadi, limbah tak perlu diangkut ke tempat khusus pendaurulangan. "Dan sistem kami mampu mengolah berbagai macam limbah sekaligus," ujar Yates bangga. Apakah Yates sekadar membual atau sungguh-sungguh? Tentang ini belum ada penilaian yang netral. "Kami belum melihat data pemantauan kualitas udara dan data lain untuk menilai pernyataan MMTI," kata Eli D. Eilbott, pejabat asosiasi industri pengolah limbah Waste Treatment Council di Washington, D.C. "Kami masih menunggu data tersebut," ia menambahkan. Yang juga ditunggu konsumen tentulah biaya pengolahan dan harga mesinnya. Siapa pun tahu, teknologi piawai tak menjanjikan sukses komersial bila pasar menganggap harganya terlalu mahal.Bambang Harymurti (Washington, D.C.)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini