SEBUAH sungai besar mengalir membelah Kota Hiroshima. Setiap
tahun keturunan para korban ledakan bom atom 1945 menyalakan
lanterna bertuliskan nama para korban. Lanterna ini kemudian
diapungkan di sungai besar itu, dan sepanjang beberapa
kilometer sungai itu seakan-akan terbakar karena banyaknya
lanterna itu.
Juga tahun ini ratusan ribu orang menundukkan kepala di Taman
Perdamaian di pusat Kota Hiroshima. Antara lain Perdana Menteri
Jepang, Zenko Suzuki, turut mendengarkan pidato Walikota Takeshi
Araki. Wali Kota Hiroshima itu menyerukan agar pemerintah
Jepang mempertahankan prinsip antinuklirnya, tidak membuat
senjata nuklir, tidak memilikinya ataupun mengizinkannya masuk
Jepang.
Namun perlombaan senjata nuklir semakin menjadi antara Amerika
Serikat dan Uni Soviet. Bersamaan dengan waktu peringatan
khidmat di Hiroshima itu, misalnya, Presiden Ronald Reagan
memutuskan AS akan melanjutkan pembuatan bom neutron. Empat
tahun lalu Presiden Jimmy Cartel menghentikan pembuatan senjata
yang mengerikan itu, setelah didesak sekutunya di Eropa. Bom
neutron itu terutama dirancang untuk digunakan dalam suatu
perang nuklir "terbatas" di wilayah Eropa. Konsepsinya: "Biar
hilang nyawa, asal benda selamat." Berbeda dengan senjata nuklir
biasa, bom neutron memancarkan radiasi yang lebih intensif dan
jauh, sedang efek penghancurannya -- akibat gelombang ledakan
maupun panas jauh lebih kecil. Ia sangat ampuh untuk wilayah
seperti Eropa dengan penduduknya yang padat serta kota yang
berdekatan.
Jalur perkembangan senjata nuklir sejak bom atom pertama itu 36
tahun lalu "suatu kenyataan teknologi yang tak terelakkan," ujar
Frank Barnaby dari SIPRI (Stockholm International Peace Research
Institute). "Saat ini hampir setengah juta ilmuwan terlibat
dalam penelitian dan pengembangan urusan militer." Dr. Barnaby
berbicara dalam konperensi Perang dan Lingkungan akhir Mei lalu
di Stockholm. "Usaha ini didukung dua perlima dana penelitian
sedunia, atau US$ 50.000 juta (Rp 32 trilyun)," katanya.
Tak Masuk Akal
Dalam pidatonya di Hiroshima itu, Walikota Araki menggambarkan
kehebatan hasil penelitian itu. "Hampir tak masuk akal,"
katanya. "Senjata nuklir masa kini punya daya penghancur total
mendekati 1,5 juta kali lebih besar daripada bom yang meledak di
Hiroshima."
Bom atom 1945 itu berkekuatan 12,5 kiloton bandingan bahan
peledak TNT, menyebabkan sekaligus 140.000 orang tewas. Belum
terhitung puluhan ribu yang meninggal kemudian. Sementara di
Nagasaki tiga hari kemudian tewas 70.000 orang akibat ledakan
bom kedua.
Senjata nuklir masa kini memiliki jangkauan daya ledak yang luas
sekali, paling sedikit 25 juta ton bandingan TNT. Seluruh jumlah
bom yang dijatuhkan di Vietnam selama delapan tahun terakhir
perang itu berjumlah "hanya" 4 juta ton.
Kini "tersedia 4 ton bandingan TNT bagi setiap pria, wanita dan
anak di bumi ini," kata Dr. Barnaby. Menurut perhitungannya,
setiap kota besar di belahan bumi utara terancam sebagai sasaran
senjata nuklir yang sebanding dengan 2000 bom Hiroshima. Diduga
banyak penduduk kota itu bakal terbunuh oleh ledakan dan api
kebakaran sedang penduduk pedalaman oleh radiasi dan jatuhan
radioaktif.
Malapetaka itu tidak terhenti di sana. Efek jangka panjangnya
mungkin lebih dahsyat -- bisa mengubah iklim sedunia merusak
genetika, dan melenyapkan lapisan ozon di udara yang melindungi
kehidupan di bumi ini dari radiasi sinar ultraviolet matahari.
Justru efek jangka panjang ini yang adi sasaran penelitian para
ilmuwan di Jepang. Baru saja sebuah Buku Putih diterbitkan
mereka serentak di London New York dan Tokyo. Buku itu berjudul
Hiroshima dan Nagasaki: Efek Fisik, Sosial dan Medis Pemboman
Senjata Atom.
Gerakan "Hijau"
Baru pertama kali ini diungkapkan hasil survei terpadu atas
kerusakan medis, sosial dan psikologis yang diderita para korban
peristiwa itu. Hampir setiap segi kehidupan dalam jangka panjang
menderita jauh lebih serius daripada yang dikemukakan sebelumnya
oleh PBB maupun lembaga bawahannya, demikian kesimpulannya. Efek
pemboman 1945 itu masih berlanjut dalam bentuk kerusakan
genetika dan penyakit umum lainnya. Saat ini di Jepang terdapat
sekitar 370.000 orang yang terhindar dari maut langsung akibat
pemboman itu. Mereka dikenal dengan nama Hibakashu. Banyak di
antara mereka menderita cacat dan luka. Sebagian menderita
penyakit pikun, kerusakan sel otak, buta, tuli dan leukemia
kanker darah.
Kata pengantar Buku Putih itu secara bersama ditulis oleh
Walikota Araki dan Hitoshi Motoshima, Walikota Nagasaki. "Korban
yang masih hidup bertambah tua umurnya, sementara separuh
penduduk kita sekarang adalah orang muda yang tak tahu apapun
tentang perang," tulis kedua walikota itu. Mereka melihat duka
sudah mulai teratasi.
Tapi sebagian besar orang muda "yang tak tahu apapun tentang
perang" dalam Agustus ini turut memperingati peristiwa 36 tahun
lalu . Bahkan sekelompok anak muda melakukan peragaan antinuklir
di Taman Perdamaian, Hiroshima, sementara di Nagasaki
berlangsung Konperensi Sedunia Menentang Senjata Nuklir.
Ancaman perang nuklir justru semakin hangat dengan keputusan
NATO menempatkan berbagai jenis senjata nuklir baru di wilayah
Eropa. Adalah pemerintah Belanda yang terutama mengambil
inisiatif menangguhkan keputusan ini, menyusul gerakan protes
masyarakat di berbagai kota besar negeri itu. Di Belgia dan
Jerman Barat, terdapat gerakan "hijau" dengan tujuan serupa.
Juga di Inggris timbul gerakan END (Europe Nuclear Disarmament).
Dukungan mengalir dari seluruh Eropa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini