KORBAN gas beracun di Bhopal, India, belum berakhir. Mereka menderita panjang. Lebih dari 100.000 jiwa sekarang masih terus dirawat intensif. Seribu di antaranya diperlakukan khusus di rumah sakit. Dua bulan kemarin, 34 orang yang idak mampu lagi bertahan akhirnya meninggal. Sejak musibah itu meletup hingga November silam sudah 3.323 orang yang tewas. Itu gara-gara, Desember 1984, bocornya buah tanki gas beracun methyl isocyanate (MIC) dari pabrik pestisida (DDT) Union Carbide (UC) India Ltd. Setelah kejadian itu, pemerintah India menuntut UC -- waktu itu asetnya 10,3 milyar dolar -- ganti rugi yang semula 200 milyar melorot 3,3 milyar dolar AS. Kini penyelesaiannya masih terkatung-katung. Tapi Reuters dua pekan lalu memberitakan, walau pengadilan di India itu mematok ganti rugi sementara itu US$ 270 juta, angka itu anjlok lagi jadi US$ 192 juta. Pemerintah India, yang mewakili 55.000 korban dan keluarganya, belum mampu menundukkan UC di meja hijau, kendati pengadilannya sudah berlangsung empat tahun. Dalam dengar pendapat bulan lalu, pengacara pemerintah India mengatakan di pengadilan bahwa ia sudah menyiapkan peringatan penahanan Warren Anderson, bekas Kepala Eksekutif UC India. Tapi P.K. Yadav, eks pegawai UC, menilai pengadilan itu, selain lamban, bahkan seperti sengaja menunda-nunda sidang. Tak pelak lagi, massa penuntut yang berada di luar persidangan geram melihat bos UC tak ditahan. "Perkara kriminal kicil saja ada hukumannya, tapi kenapa bos UC bebas mondar-mandir?" tanya Totoram Chaurhan. Ia pegawai UC yang menerima musibah itu. Anderson dibebaskan dengan jaminan cuma 2.000 dolar AS. Ia sempat ditahan sehari. Kini masyarakat di Bhopal, mau tak mau, terpaksa bersabar menanti lanjutan sidang 6 Januari 1989 nanti, kendati tak memastikan bahwa bos UC di Bhopal itu atau terdakwa lain diseret ke persidangan. Dan derita para korban pun berkepanjangan. Seorang ibu rumah tangga, Rani Chabra, yang hamil delapan bulan ketika tragedi itu terjadi, kini hidupnya berubah. Bayinya, setelah lahir, cuma bertahan sebulan. Sedangkan dia sendiri hingga kini masih menderita akibat gas beracun itu. "Saya sulit bernapas. Sakit di dada dan perutku sangat menyiksa hidupku," keluhnya. Raj Kumar Sahu, pemilik toko sigaret di dekat pabrik UC, malah masih terus dihantui oleh kejadian pada malam yang mengerikan itu. Saban pagi terbangun, ia merasakan kabut membakar matanya. Lalu dia ingat seolah peristiwa tersebut baru kemarin: mayat bergelimpangan sehabis menghirup pestisida DDT yang leluasa merebak di jalanan. Kota Bhopal lalu berubah seperti kamar gas raksasa. Tangki yang berisi 45 ton MIC itu bocor sewaktu dibersihkan oleh para buruh kasar namun tanpa diawasi tenaga ahli. Tangki itu sudah dua bulan tidak disedot, sehingga tekanannya melonjak melewati ambang aman. Bahkan dari tangki bawah tanah yang bocor di pabrik DDT di Negara Bagian Madya Pradesh itu, berton-ton gas MIC menguap. Sebaran gas berbahaya itu mengambang jadi awan maut, menutupi radius seluas 1-3 km di permukiman penduduk. Dan cengkeramannya menjangkau ke areal yang lebih luas lagi. Bahayanya, MIC yang menguap amat reaktif bila ketemu komponen mengandung hidrogen -- air, misalnya. Jika terhirup, lalu bereaksi di jaringan paru-paru. Organ ini cepat menggelembung, mengisi air. Karena itu, si korban megap-megap, sulit bernapas. Gas ini, setelah merayap ke mata, membuat buta permanen. Juga membikin perempuan mandul, memerosotkan mental, merusakkan hati, ginjal. Beberapa jam setelah bencana itu menggila, korban 1.600 tewas -- setelah sesak napas dan sakit tak tertahankan. Penduduk yang sedang tidur di gubuknya terkejut, bangun, lalu muntah-muntah, sembari memegangi perutnya. Banyak warga jadi buta di kala itu juga. Kerugian materiil kini tak lagi terhitung. Tapi Anderson berkenan menyumbangkan sejuta dolar AS, antara lain mendirikan panti asuhan bagi anak-anak yang telantar. Di samping itu, UC membangun sebuah pusat riset dan pengobatan. Biayanya US$ 10 juta. Pemerintah India ikut pula membuka kasnya US$ 40 juta ke Negara Bagian Madya Pradesh: menyantuni korban yang belum bekerja kembali, plus untuk keluarga korban yang meninggal. Tapi di antara 200.000 orang (25% dari penduduk Bhopal yang 800 ribu) yang luka-luka dalam bencana itu, masih banyak yang menganggur, bahkan memang tak bisa bekerja. Bila ada yang diterima bekerja, tak lagi full time. Warga yang rusak matanya, jika masih bernyali, mau tak mau terpaksa beralih pekerjaan. Atau, ia menyerah saja pada sang nasib. Pabrik UC yang dibangun pada 1977 itu kini terpaksa ditutup. Tapi gedung perusahaan patungan antara Amerika Serikat (51%) dan India (49%) itu masih menjulang, walau dindingnya penuh coretan kecaman, berwarna merah dan hitam. UC belum membongkar pabriknya, menunggu putusan pasti dari pengadilan. Karenanya, antara pemerintah India dan pimpinan perusahaan itu belum ada titik temu. Sedangkan ganti rugi sementara belum seorang pun menerimanya sampai sekarang. Padahal, kasus Bhopal merupakan malapetaka terbesar dalam sejarah industri. Dan pelajaran terburuk dari kecerobohan manusia. Suhardjo Hs.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini