Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rainforest Action Network (RAN) dan The TreeMap memberi bukti citra satelit dari meluasnya deforestasi yang dimotori oleh perkebunan sawit di Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Aceh. Suaka Margasatwa Rawa Singkil dikenal sebagai hutan rawa gambut terakhir di Sumatera bagian barat yang masih perawan, juga menjadi habitat dari sekitar 1.500 atau 10 persen dari total populasi orang utan Sumatera yang masih tersisa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAN dan The TreeMap menggunakan jaringan satelit Pléiades Neo dari Airbus untuk merekam kondisi Suaka Margasatwa Rawa Singkil dari atas, dari Juni sampai September 2024. Gambar-gambar yang dihasilkan memiliki resolusi ultra-tinggi (hingga skala 30 sentimeter).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data itu kemudian dikombinasikan dengan seri citra satelit dari TRipleSat (21 AT) sejak Juni 2016 dan seri citra satelit milik Planet/NICFI dari Desember 2020. Masing-masing didukung resolusi gambar sampai 80 sentimeter dan 5 meter. Hasilnya, mereka mampu mengukur bentang deforestasi saat ini dan melacak skala kebun sawit ilegal yang kini beroperasi di dalam suaka margasatwa itu.
Menurut David Gaveau dari The TreeMap, ini adalah untuk pertama kalinya seri citra satelit cukup detail hingga mampu menangkap gambar individu pohon kelapa sawit, bahkan bibit muda-nya. Peta, karenanya, mengungkap gambaran utuh dari krisis yang sedang terjad di dalam suaka margasatwa Rawa Singkil.
"Peta satelit ini memampukan orang-orang untuk mendokumentasikan pelanggaran yang sebelumnya terlewat oleh data satelit publik, mengantarkan kejelasan dan transparansi yang tak terduga terhadap situasi ini," katanya dikutip dari artikel yang diunggah di Nusantara Blog di website Nusantara Atlas, Senin 11 November 2024. Gaveau telah dihubungi untuk konfirmasi ulang pada Selasa, 12 November 2024.
Citra satelit Airbus mengungkap perkebunan sawit dalam tiga tahap penanamannya: kebun dengan kanopi yang sudah rapat, semi rapat, dan kanopi terbuka. Ditanam dalam pola triangular dengan jarak satu sama lain 9 meter, pohon sawit muda terukur memiliki diameter kanopi 0,5 sampai 3 meter sehingga bisa terlihat permukaan lahan areal hutan yang dibuka dijadikan kebun tersebut. Pohon sawit diperkirakan berusia di bawah tiga tahun dan baru akan berbuah dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam fase kebun dengan kanopi yang sudah menutup, pohon sawit dewasa terukur mencapai diameter 7-10 meter, dengan pelepah yang saling tumpang tindih menciptakan kanopi mirip bintang yang rapat. Usia pohonnya diperkirakan setidaknya 4 tahun dan sedang dalam masa produksi.
Fase kanopi semi-tertutup mewakili sebuah fase transisi, dengan pohon-pohon berusia sekitar 3 tahun dan diameter kanopi tiap pohon 4-6 meter. Mereka mulai menutupi permukaan tanah dan mulai produksi.
Analisis peta oleh The TreeMap, perusahaan teknologi pemilik geoplatform independen Nusantara Atlas, menyatakan kalau seluas 2.577 hektare hutan Suaka Margasatwa Rawa Singkil sudah dibabat sejak Juni 2016. Seluas 1.915 hektare (74 persen) di antaranya hilang meski sudah melewati deadline Regulasi Deforestasi Uni Eropa pada 31 Desember 2020. EUDR tak mentolerir produk yang berkontribusi kepada deforestasi dengan melarangnya masuk ke pasar benua biru itu.
Peta satelit yang menunjukkan tutupan hutan rawa gambut di Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Aceh, dan deforestasi yang terjadi di dalamnya pada Juni 2016. Peta disediakan oleh The Tree Map.
"Total, 652 hektare perkebunan kelapa sawit aktif, termasuk 453 hektare yang kini sudah berproduksi, berada di dalam suaka margasatwa itu," kata Gaveau.
Direktur Kebijakan Kehutanan RAN, Gemma Tillack, menyebut Suaka Margasatwa Rawa Singkil sebagai salah satu ekosistem perawan terakhir di dunia. Namun, kawasan ini disebutnya mengalami deforestasi dengan laju empat kali lipat antara 2021 dan 2023.
Celah Baru Pencucian Minyak Sawit
Perusakan yang sedang terjadi, menurut Tillack, adalah alarm bagi perusahaan, bank-bank, dan konsumen global. “Data kami menunjukkan kalau minyak goreng ilegal dari Rawa Singkil telah menyusup ke dalam rantai suplai internasional, mengancam spesies ikonik seperti orang utan yang sudah terancam punah," katanya.
Investigasi lapangan RAN menunjukkan kalau sejumlah produk populer dibuat pakai minyak goreng ilegal tersebut. Beberapa merek besar memiliki implikasi di dalamnya, termasuk juga beberapa lembaga keuangan bank. Adapun perusahaan yang menyerap suplai minyak sawit mentah dari Suaka Margasatwa Rawa Singkil disebutkan, antara lain, adalah Royal Golden Eagle Group (Apical), Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.
Investigasi RAN juga mencatatkan peningkatan dari celah baru 'pencucian' minyak sawit di mana para spekulan tanah besar berlindung di balik para petani sawit untuk deforestasi yang terjadi. "Pada September-Oktober 2024, kami mendokumentasikan operasi ilegal para spekulan tanah yang bisa diidentifikasi dengan citra satelit di dalam Suaka Margasatwa Rawa Singkil," bunyi keterangan RAN terpisah dalam artikel 'Orangutan Capital' Under Siege terbit 10 November 2024.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis 14 November 2024, Apical membenarkan menerima suplai minyak sawit mentah atau CPO dari PT Global Sawit Semesta (GSS). Disebutkan dalam hasil investigasi lapangan RAN, pabrik milik GSS dan juga PT. Aceh Trumon Anugerah Kita (PT. ATAK) mengolah CPO dari tandan buah segar yang sebagian berasal dari kebun sawit di dalam kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil tersebut.
Apical menyatakan telah langsung meminta GSS untuk mengecek penyuplainya bernama UD Iqbal Jaya (dalam hasil investigasi RAN tertera spekulan tanah pemilik UD Daya yang memilik titik pengumpulan tandan buah segar sawit di Le Meudama, Trumon, Aceh Selatan) setelah mendapat permintaan konfirmasi dari RAN pada 22 dan 24 Oktober lalu. Menurut Apical, GSS sudah langsung membekukan suplai tandan buah segar sawit dari UD tersebut per 25 Oktober lalu, dan menolak semua muatannya lewat sistem jembatan timbang PT GSS, hingga didapat hasil dari investigasi internal.
"Kami akan terus memantau tindakan yang diambil PT GSS untuk memastikan komitmen ketat terhadap kemampuan pelacakannya (traceability) dan standar-standar pemilihan sumber yang sustainable," katanya.
Bukti dari Darat
Ditetapkan pada 1998, Suaka Margasatwa Rawa Singkil diakui semakin tertekan. Seperti juga yang pernah dipaparkan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) kepada Tempo pada Juli lalu, luas kawasan konservasi yang berada dalam Eksosistem Leuser Aceh ini menyusut tak hanya lewat pelepasan lahan secara legal, tapi juga lewat deforestasi yang ilegal.
Seperti diketahui, Suaka Margasatwa Rawa Singkil ditetapkan seluas 102.500 hektare menurut SK Menteri Kehutanan Nomor 166 Tahun 1998. Namun, lewat beberapa kali perubahan hingga yang terakhir yakni SK Nomor 6616 Tahun 2021, luasannya ditetapkan menjadi 82.188 hektare.
HAkA menyampaikan hasil pemantauannya kalau sejak awal 2019 sampai Juni tahun ini, kehilangan tutupan hutan Suaka Margasatwa Rawa Singkil sudah seluas 2.030 hektare atau setara lebih dari tujuh kali luas kompleks GBK di Senayan, Jakarta.
Deforestasi di Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Istimewa
"Bisa kita bayangkan, suaka margasatwa yang menjadi kawasan paling sakral untuk konservasi dan seharusnya dijaga malah terus menyusut setiap tahunnya," kata Rubama dari HAKa.
Sebagai salah satu hotspot biodiversitas global, rawa gambut Rawa Singkil dipandang krusial untuk stabilitas iklim. Rawa gambut ini menyimpan sejumlah besar karbon di dalam tanahnya. Membabat dan mengeringkannya dipandang berisiko melepas seluruh simpanan karbon itu ke atmosfer, dan mengubah kawasan itu menjadi hotspot kebakaran hutan yang baru, dengan konsekuensi parah untuk kesehatan masyarakat setempat.
Peta Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Istimewa
Pada saat itu pula HAkA bersama LBH Banda Aceh dan sejumlah organisasi lainnya telah ragu kalau deforestasi yang terjadi adalah perbuatan tangan-tangan warga 63 desa yang ada di kawasan penyangga suaka margasatwa tersebut. "Deforestasi untuk lahan sawit dengan pembangunan kanal yang rapi dan pengerahan alat berat di lokasi itu tidak bisa dilakukan oleh masyarakat biasa," kata mereka.
Atas laporan dan bukti deforestasi yang terjadi di Suaka Margasatwa Rawa Singkil tersebut, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup Rasio Ridho Sani mengaku telah melakukan penyelidikan. Operasi penegakan hukum disebutnya sudah berjalan beberapa bulan dan segera ada penetapan tersangka pada pekan depan. "Kami akan meningkatkan status jadi penyidikan untuk kasus perambahan hutan Suaka Margasatwa Rawa Singkil di Aceh," kata Rasio di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Selasa, 12 November 2024.
CATATAN:
Artikel ini telah diubah pada Jumat, 15 November 2024, pukul 17.05 WIB, untuk menambahkan keterangan dari Royal Golden Eagle Group (Apical).