Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menanggapi adanya perambahan hutan di Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Aceh. Salah satu penyebab berkurangnya luas hutan di wilayah konservasi rawa gambut itu disebutkan karena perubahan pengukuhan kawasan mengikuti Surat Keputusan Menteri Kehutanan 1998 dan 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Berkurangnya kawasan SM Rawa Singkil bukan karena perambahan, tapi karena adanya perubahan pengukuhan kawasan mengikuti perubahan luasan," kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Satyawan Pudyatmoko, dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo, Selasa, 30 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di luar itu, Satyawan mengungkap hasil pencermatan pihaknya bahwa ada pembukaan lahan hutan seluas total 4.107 hektare di Suaka Margasatwa Rawa Singkil sejak 2019 hingga kini. Sebelumnya, seluas 20.677 hektare areal hutan di kawasan yang sama telah lebih dulu dilepas antara 1998 (SK Menteri Kehutanan Nomor 166 Tahun 1998) sampai 2021 (SK Nomor 6616 Tahun 2021).
Satyawan mengklaim kalau KLHK dalam mengamankan dan mengawasi kawasan konservasi sudah menerapkan sistem patroli cerdas untuk mencegah aktivitas ilegal di Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Setiap adanya upaya pembabatan hutan bisa dideteksi secara dini sehingga bisa melakukan pencegahan secepat mungkin.
Dia menyebut adanya tekanan terhadap Suaka Margasatwa Rawa Singkil karena kawasan ini berbatasan langsung dengan permukiman dan tidak memiliki daerah penyangga (buffer zone). "Tekanan terhadap SM Rawa Singkil sudah diketahui BKSDA Aceh dan berbagai upaya menangani tekanan telah kami lakukan," kata dia.
Peta Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Istimewa
Bahkan, menurut Satyawan, BKSDA Aceh telah melakukan operasi gabungan yang menggandeng aparat keamanan dan pemerintah setempat sebagai bagian dari patroli penjagaan tersebut. Hasilnya, hingga pekan lalu, menurut Satyawan, pengamanan kawasan suaka margasatwa tidak menemukan adanya pembukaan lahan baru.
Hanya ada beberapa titik api tapi ini pun diyakinkan Satyawan hanya areal bukaan lama dan dapat dikendalikan. "Surat imbauan untuk turut mengawasi agar tidak ada penambahan bukaan lahan juga sudah disebar untuk memastikan tidak adanya aktivitas alat berat dan pembakaran lahan di SM Rawa Singkil," ucap Satyawan.
Menurut Satyawan, Suaka Margasatwa Rawa Singkil cukup berisiko untuk memicu kebakaran hutan dan lahan. Dia telah menginstruksikan BKSDA Aceh untuk memulihkan ekosistem seluas 321,8 hektare sejak 2018 melalui pengendalian hidrologi yang sekaligus memitigasi Karhutla. Lebih lanjut, upaya pengamanan juga menggandeng masyarakat setempat untuk menjadi Masyarakat Mitra Polhut (Polisi Hutan).
Temuan Berbeda dari Lapangan
Sebelumnya, Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) memantau deforestasi terjadi semakin masif di area suaka margasatwa rawa gambut terbesar di Aceh ini. Sejak awal 2019 sampai Juni tahun ini, kehilangan tutupan hutan sudah seluas 2.030 hektare atau setara lebih dari tujuh kali luas kompleks GBK di Senayan, Jakarta.
"Bisa kita bayangkan, suaka margasatwa yang menjadi kawasan paling sakral untuk konservasi dan seharusnya dijaga malah terus menyusut setiap tahunnya," kata Rubama dari HAKa, saat bersama rombongannya berkunjung ke kantor Tempo Jakarta, Kamis, 25 Juli 2024.
HAkA bersama LBH Banda Aceh dan sejumlah organisasi lainnya berkeliling di Jakarta mengadukan apa yang menjadi keresahan mereka di Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Menurut mereka, dalam radius lima kilometer dari kawasan suaka margasatwa itu memang terdapat 63 desa. Namun HAKa dkk tidak yakin deforestasi untuk lahan sawit dengan pembangunan kanal yang rapi dan pengerahan alat berat di lokasi itu dilakukan hanya oleh masyarakat biasa.
"Kami melihat aktivitas alat berat yang secara terang-terangan beroperasi di kawasan SM Rawa Singkil tapi aktivitas ini tampak seperti didiamkan saja," ucap Rubama menambahkan.
Deforestasi di Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Istimewa
Rubama mengakui kalau secara luasan, deforestasi Suaka Margasatwa Rawa Singkil sangat kecil dibanding yang terjadi di provinsi atau pulau lain. Namun lokasinya yang berada di area suaka margasatwa yang dianggap sebagai status konservasi tertinggi, juga ketiadaan upaya serius di lapangan untuk mencegahnya, memaksa HAKa menggandeng yang lain memberanikan diri mengadu ke Jakarta.
Lalu, suaka margasatwa itu adalah rumah orang utan dengan kepadatan populasi mencapai 5 individu per kilometer persegi. Teridentifikasi pula 122 jenis burung yang hidup di sana yang 32 di antaranya berkategori dilindungi dan 20 jenis lainnya masuk Red List IUCN dan apendiks CITES. "Ada juga 123 jenis mamalia di sana, termasuk harimau sumatera," ucap Rubama.
Koreksi dilakukan pada 7 Agustus 2024 pukul 18.15 WIB untuk akurasi kutipan Direktur Jenderal KSDAE tentang potensi ancaman Suaka Margasatwa Rawasingkil dan perubahan luasan hutannya.