Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Di ambang kemarau panjang

Musim kemarau datang lebih cepat dan berlangsung lebih lama menyebabkan kekeringan hampir di selu- ruh indonesia. diakibatkan oleh kuatnya muson di india. ribuan hektare sawah puso.

17 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Muson di atas India terlalu kuat. Akibatnya, kemarau singgah lebih cepat ke Indonesia, dan berlangsung lebih lama. Sudah 38 ribu hektare sawah puso. MENGAPA musibah lebih sering datang tanpa isyarat, dan mengapa selalu mengganggu petani? Sarya, petani di Desa Purwadana, Kabupaten Karawang, tak kunjung tahu jawabnya. Sejak tiga bulan lalu, ia hanya bisa gigit jari. Dua hektare tanah yang diharapkannya akan membuahkan panen kacang hijau senilai Rp 1 juta kini terhampar kering kerontang. Retak-retak. Tak setetes air hujan membasahi daerahnya sejak Sarya menuai padi, Mei berselang. Masalah serupa dihadapi Abdul Hadi, petani di Demak, Jawa Tengah. Tanah yang disewanya tak sampai satu hektare dan tak pula bisa menghasilkan tiga ton gabah, jumlah yang biasanya ia kumpulkan setiap panen. Kini, dengan susah payah Abdul Hadi mencoba menanam gandum yang dalam umur dua minggu tampak memprihatinkan. Nasib para petani di 23 provinsi di Indonesia -- terutama di Jawa dan Nusa Tenggara Barat -- tampaknya sama-sama mengenaskan. Musim tanam tidak cocok lagi dengan persediaan air karena musim kemarau, yang biasanya datang sekitar bulan Juli, tahun ini muncul lebih cepat. Beberapa petani yang cukup kaya dan mampu membuat sumur pompa, seperti Maslichan di Kudus, memang sempat menyelamatkan padinya. Juga para petani di Subang, Jawa Barat, masih bisa tersenyum karena lancarnya suplai air dari Waduk Jatiluhur. Namun, di luar segelintir yang bernasib baik, mayoritas petani mengeluh diam-diam. Walau ini bukan dampak kekeringan yang pertama -- Indonesia pernah mengalami musim kering antara lain tahun 1972, 1976, 1977, 1978, 1982, dan 1987 -- kali ini kegarangan kemarau sudah terasa. Presiden Soeharto sendiri menegaskan Rabu minggu lalu bahwa gejala kekeringan jangan dianggap enteng. Apalagi jumlah sawah yang puso sudah cukup besar. Menurut data dari Departemen Pertanian, ada 38 ribu hektare sawah puso dan ratusan ribu lainnya terancam. Jumlah ini memang tak seberapa dibandingkan dampak kekeringan tahun 1972, yang menyebabkan lebih dari 160 ribu hektare sawah puso. Namun, sebaiknya waspada karena sawah yang puso diduga akan bertambah terus. "Berdasar data yang ada, diperkirakan tahun ini akan terjadi musim kemarau panjang," kata Kepala Subbidang Ramalan dan Jasa Meteorologi, Badan Meteorologi dan Geofisika, Paulus Agus Winarso. Hujan baru mengucur sekitar akhir September, dan di beberapa daerah bisa tertunda sampai Desember. Kemarau jadi lebih panjang karena di sebagian besar wilayah Jawa, musim itu datang 1-2 bulan lebih awal dari biasanya. Dari 87 daerah yang diamati, sekitar 60 persen diserang kekeringan. Payahnya lagi, kekeringan itu meluas hampir di seluruh Indonesia. Terbukti dari curah hujan bulan Juli, yang di sebagian besar wilayah sudah jauh di bawah normal. Penyimpangan ini sudah terdeteksi sejak Mei, ketika tekanan udara mendadak naik. Tekanan di bulan Januari masih 1.003,5 milibar, Mei naik ke 1.015,6 milibar. Tekanan udara yang di atas rata-rata 1.010 milibar ini menyebabkan tertahannya gerak udara dari daerah bertekanan rendah. Akibatnya, tak terbentuk awan, dan hujan pun enggan menitik. "Seharusnya, grafik tekanan udara naik-turun secara landai sehingga berkurangnya curah hujan akan terjadi secara bertahap," tutur Paulus. Biang kerok penyimpangan ini adalah kuatnya Muson di India sejak Maret lalu. Muson adalah sistem perubahan arah angin yang diakibatkan oleh berbedanya penerimaan energi. Kuatnya Muson menyebabkan daerah arus naik dan pembentukan awan bergeser ke India dan sekitarnya. Ini ditandai dengan terjadinya beberapa badai besar di Teluk Benggala, dan timbulnya banjir di Cina serta India sejak April lalu. Paulus menolak anggapan bahwa kekeringan ini disebabkan topan El Nino. Sejak beberapa bulan lalu ia sudah yakin, El Nino tidak akan datang tahun ini karena beberapa parameter tidak mendukung. Misalnya, tingginya suhu di Samudera Indonesia dan belum menguatnya angin barat di sebelah timur Irian Jaya. Apa pun penyebabnya, penduduk Indonesia sewaktu-waktu harus siap menanggungkan dampak kekeringan itu, terlebih karena muson tidak mempunyai aturan main dan siklus. Ia bisa muncul kapan saja bila kondisi alam yang kompleks ini memungkinkan. Memang, pada lima tahun terakhir ia tak muncul, dan Indonesia luput dari musim kering yang berkepanjangan. Namun, tahun ini, kehadiran kemarau, seperti kata Paulus, sungguh di luar dugaan. Metode prakiraan cuaca juga belum dapat mendeteksinya karena metode yang akurat sampai saat ini baru untuk jangka satu tahun ke depan. Selain puluhan ribuan hektare sawah yang puso, gersang kemarau terlihat pada mengeringnya air tambak, terbakarnya padang alang-alang di beberapa tempat, dan meningginya kadar garam di sungai. Belum dihitung berapa kerugian nasional, tapi Jawa Tengah saja menurut Kepala Humas Pemda, Soeparman, sudah dirugikan Rp 19 milyar. Bahkan, petani di Subang juga harus mempersiapkan diri. Volume air di Waduk Jatiluhur kini sudah turun 7 meter, dan ketinggian air berkurang menjadi 100,3 meter. Walau penurunan ini belum membahayakan, menurut Menteri Pertanian Wardoyo, hujan buatan sudah siap untuk ditaburkan Agustus ini. Tentu saja bila hujan alami tak juga menitik. Selain itu, upaya penanggulangan lainnya akan sangat membantu, terutama agar rakyat tak terlalu menderita. Misalnya inisiatif terpuji -- biarpun agak terlambat -- dari Departemen Pertanian dalam pembuatan proyek padat karya dan pembagian bibit pengganti. Diah Purnomowati, Riza Sofyat, Bandelan Amarudin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus