Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Kasus tanah bergerak di Kampung Cigombong, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, tidak hanya membuat sebagian warga harus mengungsi dan direlokasi ke tempat aman. Tanah bergerak di kawasan itu juga dikhawatirkan menutup atau membendung aliran Sungai Cidadap sehingga bisa menyebabkan banjir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Solusi utamanya adalah melakukan upaya untuk menghentikan atau minimal memperkecil peluang longsor susulan,” kata Imam Achmad Sadisun, ahli tanah longsor dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Senin malam, 18 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Imam mengatakan, longsoran yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat termasuk kategori menengah dengan batasan luas berkisar 0,2 - 2,0 hektare. Dengan kedalaman bidang gelincir yang bisa mencapai sekitar 30 meter, dia menambahkan, dibutuhkan metode yang relatif mahal untuk bisa menghentikan pergerakan tanah itu.
Menurutnya perlu solusi mitigasi yang terintegrasi dari melandaikan geometri lereng dan mengatur sistem drainase permukaan maupun bawah permukaan yang mengarah ke area longsoran. Selain itu, memberikan penguatan terhadap material pembentuk lereng, misalnya membangun struktur penahan seperti tiang panjang yang dipastikan secara efektif melewati bidang gelincirnya.
Adapun masyarakat yang tinggal di area longsoran juga sebaiknya direlokasi seluruhnya. Tak terkecuali warga yang tinggal di sekitar Sungai Cidadap yang mungkin terlanda luapan. Sungai itu berada di bagian selatan dari wilayah permukiman yang terdampak tanah bergerak.
Sementara itu, dari laporan terbaru 14 Maret 2024, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengeluarkan 13 poin rekomendasi antisipasi terkait curah hujan yang masih tinggi. Menurut PVMBG, lokasi terdampak akan terus terdorong sehingga akan terjadi kerusakan ringan hingga berat.
"Warga di sekitar lokasi pergerakan tanah untuk tetap waspada apabila terjadi hujan yang berlangsung lama karena dikhawatirkan terjadi longsor susulan," kata PVMBG menyerukan.
Rekomendasi lain yaitu mewaspadai potensi tertutupnya aliran Sungai Cidadap akibat pergerakan longsoran. Jika kondisinya sampai tertimbun, aliran sungainya disarankan untuk dilancarkan kembali.
Peta situasi gerakan tanah di Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat. (Dok.PVMBG)
Upaya lain jika muncul retakan di sekitar lereng agar segera ditutup dengan tanah dan dipadatkan untuk mengurangi peresapan air ke dalam tanah. Selain juga mengarahkan aliran air menjauh dari retakan.
"Karena retakan dan pergerakan sangat besar baik di mahkota, sayap dan ujung longsoran, rumah-rumah di area longsoran dan perluasannya agar direlokasi," kata PVMBG mengingatkan.
Lahan Relokasi Masih Berbahaya
Kandidat lahan relokasi berada di Kampung Cimapag, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat. Statusnya merupakan tanah desa. Lokasinya berjarak sekitar 1,3 kilometer arah barat laut dari lokasi bencana tanah bergerak Kampung Cigombong.
Kandidat lahan relokasi berada di perbukitan dengan kelerengan relatif terjal antara 25-30 derajat. Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah, lokasinya berada di Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah.
Baca halaman berikutnya: Kronologi, dampak terkini, dan riwayat tanah bergerak di Bandung Barat
Pada zona ini masih mungkin terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal. Terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.
Karenanya, berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, PVMBG menilai calon lahan relokasi itu masih kurang layak sebagai lahan relokasi. Pembangunan di lokasi itu diperkirakan memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengupasan lereng dan rekayasa lainnya.
Kronologi dan Riwayat Tanah Bergerak di Kampung Cigombong
Tanah bergerak di Kampung Cigombong RT 03 dan 04 RW 13, Desa Cibedug. Berdasarkan informasi dari perangkat desa, retakan tanah mulai muncul pertama kali di SDN Babakan Talang 01 pada Ahad, 18 Februari 2024 dengan lebar 20-25 sentimeter. Retakan itu segera ditutup oleh warga setempat dengan tanah.
Namun, lebar retakan terus bertambah dan memanjang hingga terjadi nendatan atau tanah yang merosot. Pergeseran signifikan pada Kamis, 29 Februari 2024.
Hingga Senin 4 Maret misalnya, rekahan tanah telah bergerak dengan lebar bervariasi 2,0–2,5 meter dan pada bagian mahkota bagian atas turun mencapai 3,5 sampai 4,0 meter. Retakan sudah membentuk pola longsoran dan tapal kuda yang sangat jelas.
Jenis bencana tanah bergerak, menurut PVMBG, awalnya berupa rayapan atau gerakan tanah tipe lambat. Kemudian berkembang menjadi longsoran rotasional dengan bidang gelincir dalam.
Lokasi bencana berada di daerah perbukitan bergelombang dengan kemiringan lereng 10–30 derajat di ketinggian 940–980 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan observasi di lokasi kajian, batuan tersusun secara umum oleh perselingan batu lempung, batu lanau, dan batu pasir dengan kondisi batuan cukup lapuk.
Tanah bergerak mengakibatkan empat rumah rusak, 20 rumah terancam, dan 47 keluarga atau 151 jiwa mengungsi di Kantor Kecamatan Rongga. Adapun fasilitas umum yang terdampak yaitu sebuah posyandu, musala, SDN Babakan Talang 1 yang 8 ruangannya rusak berat, kemudian memutus jalan desa dan jalan lingkungan.
Faktor penyebabnya terkait dengan karakter batuan berupa perselingan batu lempung, batu lanau, dan batu pasir, dimana batu lempung bersifat kedap dan meloloskan air serta dapat berperan sebagai bidang gelincir.
Diketahui pula kemiringan batuan searah dengan kemiringan lereng dan berada pada sayap lipatan sehingga batuan menjadi lebih rapuh. Selain itu, sistem drainase dan arah aliran air dari Lapangan Merah mengarah ke area longsoran.
Sedangkan pada bagian bawah sebelumnya merupakan daerah tambang pasir sehingga tahanan lereng berkurang. Temuan lain yaitu retakan-retakan yang muncul di lereng, erosi Sungai Cidadap di bagian bawah lereng, dan curah hujan yang tinggi sebagai pemicu terjadinya gerakan tanah.