Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Fakta-fakta Abrasi, Bencana yang Menimpa Minahasa Selatan

Fenomena abrasi baru-baru ini terjadi di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Tampak air laut menghantam rumah--rumah warga dan menyeretnya ke laut. Lantas, mengapa abrasi bisa terjadi dan bagaimana cara menanggulanginya?

19 Juni 2022 | 07.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Atap rumah yang hanyut akibat fenomena abrasi di pesisir Pantai Boulevard, Kecamatan Kepulauan Amurang, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara. Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Suara tangis memenuhi langit Minahasa Selatan, Sulawesi Utara beberapa hari lalu, akibat bencana abrasi datang tanpa diharapkan.

Di depan mata kepala mereka, rumah-rumah yang mereka tinggali di kawasan Pantai Boulevard, Amurang, tersebut hanyut terseret air laut.

Harta benda di dalamnya pun turut mengalir bersama derasnya debit air. Tak terelakkan, para warga menjadi korban dari proses alam yang bernama abrasi di Amurang, Kabupaten Minahasa Selatan.

Lantas, apa itu abrasi dan bagaimana abrasi bisa terjadi?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, abrasi yakni terkikisnya tanah pada pesisir pantai yang disebabkan oleh ombak dan arus laut yang sifatnya merusak.

Pengikisan tersebut membuat daerah sekitar pantai pun terbanjiri sehingga garis pantai menjadi semakin lebar atau bertambah.

Kondisi di sekitar Pantai Boulevard, Teluk Amurang, Minahasa Selatan, pasca-abrasi yang terjadi pada Rabu, 15 Juni 2022. (ANTARA/HO-BRIN)

Abrasi memang sebuah proses alam, contohnya karena angin di laut bertiup sangat kencang sehingga membuat ombak pun sangat besar seperti badai. Kemudian faktor alam lainnya yakni pasang surut air laut serta arus laut.

Karena disebabkan oleh alam, manusia tidak bisa menghindarinya, tetapi dapat memperkecil risikonya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kendati demikian, abrasi juga dapat disebabkan oleh manusia. Tindakan manusia yang mengeksploitasi hasil-hasil laut, terutama terumbu karang, dapat menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem. Sebagaimana dikutip dari kkp.go.id, pemanasan global akibat aktivitas manusia pun memicu terjadinya abrasi.

Selain itu, kegiatan pertambangan pasir secara besar-besaran di sekitar pantai juga memberikan kontribusi. Sebab jika tidak ada pasir di pantai, maka air laut tidak akan tertahan dan dapat menghantam daerah pantai.

Sebagai contoh, abrasi di Minahasa Selatan pun menghantam rumah-rumah warga karena sudah tidak banyak pasir yang menahannya.

Sejumlah warga memperhatikan rumahnya yang rusak terdampak abrasi pesisir pantai di Amurang, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, Kamis 16 Juni 2022. Bencana abrasi pantai sepanjang kurang lebih 75 meter yang terjadi pada Rabu petang tersebut, menghanyutkan setidaknya 25 rumah warga, sejumlah resor dan hotel, memutus ruas jalan raya, merubuhkan infrastruktur jembatan serta merusak sejumlah fasilitas umum. ANTARA FOTO/Adwit B Pramono

Untuk menanggulangi abrasi, ada beberapa cara dan upaya yang dapat dilakukan.

Pertama, menanam pohon bakau karena akar bakau menjulur kuat ke dalam air pantai. Akar yang kuat itu mampu menahan gelombang yang kencang dari ombak.

Kedua, tidak mengeksploitasi terumbu karang dan membudidayakannya. Hal ini dikarenakan terumbu karang dapat memecah ombak.

Ketiga, melarang adanya pertambangan pasir di pantai dan daerah-daerah tertentu.

Demikian ihwal fenomena abrasi di Minahasa Selatan dan beberapa upaya kerja keras untuk mencegah ataupun menanggulangi abrasi terulang.




Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus