Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Fakta-fakta Banjir di Kawasan Puncak Buntut Kerusakan Lingkungan

Banjir bandang melanda kawasan Puncak, Cisarua, Bogor akibat hujan berkepanjangan. Berikut fakta-fakta kerusakan lingkungan di sana.

11 Maret 2025 | 11.19 WIB

Petugas menggunakan alat berat melakukan pembongkaran bangunan lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan wisata Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin 26 Agustus 2024. Pemerintah Kabupaten Bogor mengerahkan 1.200 personel gabungan untuk melakukan penertiban 196 bangunan liar di kawasan Puncak, dan pembongkaran lapak PKL tersebut dilaksanakan sebagai penataan kawasan wisata Puncak tahap dua. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Perbesar
Petugas menggunakan alat berat melakukan pembongkaran bangunan lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan wisata Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin 26 Agustus 2024. Pemerintah Kabupaten Bogor mengerahkan 1.200 personel gabungan untuk melakukan penertiban 196 bangunan liar di kawasan Puncak, dan pembongkaran lapak PKL tersebut dilaksanakan sebagai penataan kawasan wisata Puncak tahap dua. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Banjir bandang melanda wilayah Puncak, Cisarua, Bogor akibat hujan berkepanjangan sejak Ahad, 2 Maret 2025. Banjir tersebut dilaporkan mengakibatkan beberapa fasilitas umum rusak, tanah longsor, dan korban jiwa. Sedikitnya tujuh unit jembatan rusak dan seorang warga meninggal dunia akibat hanyut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bupati Bogor Rudy Susmanto mengatakan bencana hidrometeorologi itu berdampak terhadap 1.399 jiwa dari 381 keluarga. Selain di Kecamatan Cisarua di Bogor, air juga merendam Kecamatan Bojonggede, Kecamatan Rumpin dan Kecamatan Parung Panjang. Banjir juga melanda pemukiman pensiunan pegawai PTPN VIII di kawasan Puncak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Bukan hanya di wilayah selatan saja, bencana juga terjadi di bagian tengah yakni Citeureup dan Bojong Gede, bagian barat di Sukajaya, bagian timur di Gunungputri. Dan beberapa titik lokasi lainnya yang saat ini masih di data tim di lapangan,” kata Rudy di kantornya, Senin, 3 Maret 2025.

Berdasarkan data BMKG dari laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota dan Kabupaten Bogor serta media sosial, beberapa dampak bencana ini yakni tanah longsor setinggi 6 meter dengan lebar 4 meter di belakang bangunan rumah istirahat santri yang jatuh ke aliran sungai Ciungun di Lebak sari Bogor Selatan.

Tanah longsor menutup jalan warga di daerah Cipaku, Bogor Selatan. Longsor sepanjang 8 meter setinggi 9 meter menggerus fondasi jembatan di Cibalagung Pasir Jaya, Bogor Barat. Longsor juga terjadi di Lemigas Jalan Raya Puncak Bogor. Longsor di Citereup bahkan memutuskan jembatan penghubung ke Sukamakmur.

Tempo merangkum sederet fakta banjir di Puncak akibat kerusakan lingkungan.

1. DPR tuding PTPN VIII penyebab kerusakan lingkungan di puncak

Anggota DPR Dapil Kabupaten Bogor, Mulyadi, ikut menyoroti banjir di area Puncak, yang tepatnya berlokasi di perkampungan pensiunan pegawai PTPN VIII. Dia menduga banjir bandang yang merendam seratusan rumah dan membuat jembatan putus itu karena banyaknya alih fungsi lahan kebun yang dilakukan oleh PTPN VIII.

“Bisa disebut karena dampak alih fungsi lahan kebun teh. PTPN banyak alih fungsi. Ini mesti diaudit total dari semua sisi dan saya juga sudah meminta kepada pemerintah eksekutif untuk pengendalian alam di Puncak,” kata Mulyadi kepada Tempo. Senin, 3 Maret 2025.

2. Kata pihak PTPN VIII

Tempo coba mengonfirmasi kepada manager PT Agro Gunung Mas, yang merupakan anak usaha atau pengelola lahan milik PTPN VIII di kawasan Puncak, soal tudingan alih fungsi lahan di area kebun teh, namun tidak ada jawaban. Melalui humasnya, Wahdian, PTPN menyebut saat ini sedang melakukan kordinasi dengan staf di lapangan.

“Betul, kami juga sedang bahas ini. Ada tudingan tentang alih fungsi lahan yang jadi biang masalah di Puncak. Kami sedang koordinasi dengan tim di lapangan, karena kami juga butuh informasi yang akurat terkait kondisi lahan di sana saat ini,” kata Wahdian.

3. Kementerian PU berencana relokasi pemukiman di kawasan Puncak

Wakil Menteri (Wamen) Pekerjaan Umum (PU) Diana Kusumastuti mengatakan kementeriannya berencana merelokasi rumah di bantaran Sungai Ciliwung di kawasan Puncak. Relokasi dilakukan dalam rangka normalisasi sungai untuk meminimalisir terjadinya bencana banjir.

“Di Cisarua saya juga sudah ke sana. Ini mesti ditata kembali untuk penempatan rumah-rumah dan izin-izin rumah,” kata dia di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 4 Maret 2025.

Mengenai relokasi ini, Diana akan berkomunikasi dengan pemerintah daerah. Selain itu, Diana juga sudah berkomunikasi dengan Menteri Perumahan dan Permukiman Maruarar Sirait atau Ara mengenai izin rumah di sekitar bantaran kali itu. “Saya juga sudah bicara dengan Pak Ara. Mungkin nanti bisa bantu juga bantu untuk rumah – rumah direlokasi,” katanya.

4. Gubernur Jabar akan evaluasi tata ruang kawasan Puncak

Gubernur Jawa Barat atau Jabar Dedi Mulyadi mengatakan akan mengevaluasi tata ruang di kawasan Puncak bersama pemerintah pusat yang arahnya memungkinkan untuk dilakukan moratorium pembangunan di kawasan tersebut. “Arahnya moratorium? Iya bisa,” kata Dedi di Gedung Negara Pakuan, Bandung, Rabu, 5 Maret 2025.

Mantan Bupati Purwakarta itu mengatakan ada dua fokus evaluasi yang akan dia lakukan untuk kawasan tersebut. Pertama, pada perubahan tata ruang di kawasan Puncak. “Misalnya, perkebunan Gunung Mas ada 1.600 hektare yang mengalami perubahan peruntukan di rencana kerja PTPN. Berubah dari perkebunan menjadi agrowisata, itu yang pertama,” kata Politikus Partai Gerindra ini.

Dedi mengatakan evaluasi kedua pada daerah aliran sungai yang berada di kawasan Puncak. “Kan di hilirnya banyak pembangunan perumahan, permukiman, dan berbagai kawasan. Dan itu kan banyak yang membuang limbah batu, limbah tanah urukan ke sungai, sehingga kemarin (banjir) Cijayanti itu naik karena itu,” ujarnya.

5. Menteri LH segel objek wisata di Puncak

Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq bersama Menteri Koordinator (Menko) Pangan Zulkifli Hasan, Gubernur Jabar dan Bupati Bogor berkeliling ke beberapa objek wisata di Puncak dan memberi plang pengawasan bagi objek yang diketahui melanggar.

Hingga Kamis siang, 6 Maret 2025, rombongan Menteri LH telah menyegel empat objek wisata yang memiliki kerja sama operasional atau KSO dengan PTPN VIII. Yakni bangunan pabrik teh milik PT Sumber Sari Bumi Pakuan (SSBP), Hibisc Fantasy Puncak milik PT Jaswita BUMD Jabar, serta kafe dan resto manajemen PTPN 1 Regional 2 dan wahana ekowisata Eiger Adventure Land.

“Hari ini kami melakukan segel pengawasan ke empat objek bangunan yang melanggar Undang-undang Lingkungan Hidup yang paling keliatan. Ditemukan juga 29 objek bangunan lainnya, nanti menyusul akan dipasang segel pengawasan,” kata Hanif di Cisarua, Bogor, Kamis.

6. Menteri LH sebut 800 hektare kawasan Puncak berubah fungsi

Hanif mengatakan banyaknya lahan berubah fungsi dan berdiri bangunan karena ulah ngeyel para pengusaha. Pembangunan objek wisata ini juga dinilai terjadi karena didukung perubahan tata ruang di Jawa Barat dengan Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2022.

“Ada 800 hektare yang alih fungsi dari hutan konservasi menjadi pertanian maupun permukinan tanpa memiliki kajian analisa dampak lingkungan spesifik padahal di hulu dan badan sungai tidak boleh ada resort atau objek wisata hingga air hujan turun langsung ke pemukiman tanpa terlebih dahulu diserap,” kata Hanif.

7. Bupati Bogor dukung penertiban bangunan di kawasan Puncak

Bupati Bogor Rudy Susmanto mendukung penertiban bangunan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemerintah Jawa Barat di kawasan Puncak. Sebab, keberadaan bangunan atau objek tersebut telah menyebabkan banjir dan longsor di permukiman akibat alih fungsi hutan.

“Masyarakat harus bersabar, penertiban bangunan yang melanggar Undang-undang Lingkungan Hidup sudah dimulai dan sesuai kewenangannya ada di pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Jawa Barat. Hari ini beberapa bangunan yang melanggar disegel dan satu diantaranya langsung dibongkar,” kata dia usai pemasangan plang di Megamendung, Bogor, Kamis.

8. Peneliti IPB sebut ada yang tidak tepat dengan penataan ruang di Puncak

Merespons banjir di bilangan Puncak, Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB University Baba Barus mengatakan secara normatif ada yang tidak tepat dalam penataan ruang di Puncak. Menurutnya, perencanaan yang baik pun tidak akan efektif jika pemanfaatan ruang tidak mengindahkan karakter daya dukung lingkungan

“Perencanaan alokasi ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan berpotensi menimbulkan kebencanaan,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Jumat, 6 Maret 2025. “Kemunculan banjir di daerah Puncak sudah berulang, diduga karena banyaknya daerah resapan yang terganggu, sehingga aliran permukaan air menjadi sangat tinggi,” kata dosen Fakultas Pertanian IPB University ini.

9. Sebab banjir di Puncak

Menurut Baba, secara alami, Puncak bukan daerah rawan banjir karena daerah berlereng. Kejadian banjir, kata dia, mungkin terjadi di daerah yang berdrainase buruk, cekungan terbatas, atau terkena banjir bandang di pinggir atau belokan sungai, atau di daerah yang terjadi perubahan kemiringan tajam. Ia juga menyoroti kejadian longsor.

“Hal itu wajar karena di daerah Puncak banyak lokasi yang berpotensi longsor, khususnya di daerah sempadan sungai atau daerah berlereng terjal lainnya,” katanya.

10. Pemanfaatan ruang di Puncak disebut melenceng seiring jalan

Baba menambahkan bahwa Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, secara faktual dimanfaatkan untuk hutan, kebun teh, dan permukiman, baik sudah disusun dalam perencanaan ruang maupun tidak. Namun, kata dia, sebagian pemanfaatannya kemudian berubah sejalan dengan perubahan perencanaan ruang atau tidak sejalan.

“Idealnya, pemanfaatan ruang harus sesuai dengan perencanaan,” katanya.

Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan pemanfaatan ruang. Secara aturan, sebenarnya sudah ada pengalokasian permukiman, tetapi dalam praktiknya terjadi penyimpangan. Banyak terjadi perubahan pemanfaatan dalam kurun waktu tertentu hingga saat ini.

“Lokasi yang tidak sesuai peruntukan atau kemungkinan tidak sesuai daya dukung untuk permukiman seharusnya tidak diizinkan jadi permukiman. Penggunaan citra satelit atau drone sangat mudah untuk memantau penyimpangan ini,” ucap dia.

Mahfuzulloh Al Murtadho, Irsyan Hasyim, Hendrik Yaputra, dan Sapto Yunus berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus