Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sampah dan mikroplastik telah menjadi masalah lingkungan yang banyak ditemui. Untuk bisa terurai, sampah plastik memerlukan waktu hingga ratusan tahun. Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui akun Instagram @ditps.klhk menyebutkan perbedaan lama masa urai sampah plastik sesuai dengan jenisnya. Kantong plastik, sedotan plastik, gelas plastik, botol plastik dan kemasan sachet memiliki kisaran waktu dari 20-500 tahun sampai terurai dengan sempurna. Sementara itu, styrofoam termasuk ke dalam jenis yang tidak dapat terurai.
Dilansir dari ncbi.nlm.nih.gov, pada tahun 2004, istilah mikroplastik muncul untuk pertama kalinya dan merujuk pada pecahan plastik dengan diameter 20 mikrometer. Pada tahun 2008, peneliti lingkungan hidup kala itu mulai memberikan definisi mikroplastik menjadi lebih spesifik terhadap ukuran. Kini yang termasuk ke dalam mikroplastik adalah semua partikel dengan ukuran kurang dari 5 mm. Selanjutnya, mikroplastik menjadi istilah umum untuk berbagai bentuk partikel, ukuran, dan jenis polimer.
Mikroplastik dikenal tidak larut dalam air serta tidak dapat didegradasi menyebabkan mikroplastik menjadi lebih mudah masuk ke dalam berbagai sektor lingkungan hidup seperti ekosistem tanah dan air permukaan, sedimen pesisir, pasir pantai, sedimen air tawar hingga hujan dan salju serta dapat bertahan untuk waktu yang cukup lama.
Karena ukuran yang sangat kecil bahkan tak kasat mata, keberadaan mikroplastik sering kali diabaikan. Lantas dari mana saja sumber mikroplastik yang sering ditemukan di Indonesia? Menurut peneliti dari Pusat Riset Geoteknologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dwi Amanda Utami dalam laman itb.ac.id, menyebutkan bahwa sumber mikroplastik yang sering dijumpai di Indonesia antara lain perairan laut, sedimen sungai, estuari, sedimen di lingkungan terumbu karang, bahkan dalam perut ikan.
Pusat Penelitian Kelautan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI) meneliti sampah plastik dan mikroplastik di pesisir dan lautan Indonesia pada tahun 2017 hingga 2018. Survei dilakukan di 18 pantai yang berada. Dilansir dari econusa.id, hasil kajian menunjukkan mikroplastik terdeteksi hampir di seluruh lokasi survei. Di permukaan air, di dasar, dan di tubuh ikan, antara lain Aceh, Bintan, Sumatera Selatan (Muara Sungai Mushi), Teluk Jakarta, Semarang, Lombok, Banjarmasin, Manado, Makassar, Bitung, Minahasa Utara, Mengandung Biak dan Wakatobi. Jumlah mikroplastik tertinggi ditemukan di permukaan perairan Sulawesi Selatan dan Teluk Jakarta (7,5-10 partikel per meter kubik). Lebih dari 100 partikel per kg ditemukan di sedimen Aceh, Sulawesi Selatan dan Biak. Mikroplastik saat ini terdeteksi pada 58-89 persen ikan teri (Stolephorus sp.), atau 0,25-1,5 partikel per gram.
Selain ditemukan di laut, mikroplastik juga ditemukan di sungai. Hasil riset Ecoton pada 2022 lalu menyebutkan Tim Survei Sungai Kepulauan (ESN) tahun 2022 menguji kadar mikroplastik di 68 sungai strategis nasional dan menunjukkan lima negara bagian memiliki tingkat pencemaran partikel mikroplastik tertinggi.
Di Jawa Timur, ditemukan 636 partikel per 100 liter, dan Sumut 520 partikel per liter. Di Provinsi Sumatera Barat, terdeteksi 508 partikel per 100 liter, di Provinsi Bangka Belitung 497 partikel per 100 liter, dan di Provinsi Sulawesi Tengah 417 partikel per 100 liter.
Didominasi oleh sampah Fiber (Serat) sebanyak 20 persen dari kegiatan rumah tangga pencucian kain, laundry, dan juga limbah industri tekstil; Film (Filamen) sebanyak 60 persen berasal dari sampah plastik tipis, Fragment sebanyak 60 persen berasal dari sampah plastik kaku dan tebal, Pellet sebanyak 4 persen sebagai bahan baku pembuatan plastik, dan Foam sebanyak 0.4 persen yang berasal dari degradasi setiap jenis plastik foam (berbusa).
Mikroplastik juga ditemukan mencemari estuari dan terumbu karang. Dilansir dari ejournal2.undip.ac.id, penelitian yang dilakukan di perairan Taman Nasional Laut Karimunjawa pada 2020 lalu menunjukkan bahwa Mikroplastik berlimpah pada daerah dengan aktivitas manusia seperti pariwisata, pelabuhan, dan jalur kapal dibandingkan dengan daerah yang mobilitas dan populasinya lebih rendah.
Ditemukan di perut Ikan
Dengan ukuran kurang dari 5 mm, Mikroplastik yang berada di perairan laut juga rawan dikonsumsi oleh ikan. Pada 2021, penelitian di TPI Tambak Lorok Semarang dan TPI Tawang Rowosari Kendal menghasilkan fakta bahwa di dalam perut ikan selar (Selaroides leptolepis) dan ikan kembung ditemukan partikel mikroplastik berbentuk fiber, fragmen, pelet.
Bahkan mikroplastik juga ditemukan dalam perut ikan di laut dalam. Penelitian pada 2019 oleh doktor dari Universitas Royal Holloway London menemukan bahwa serat sintetis dan semi sintetik seperti polyester dan viscose yang digunakan pada pakaian seperti rayon, serta produk kebersihan seperti pembalut wanita dan tisu basah pada perut ikan lentera. Diketahui ikan lentera banyak hidup di laut kedalaman tengah Arktik hingga Antartika
SRI DWI APRILIA | NURHADI
Pilihan Editor: Risiko Tersembunyi Paparan Mikroplastik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini