Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Gerakan sejuta pohon

Peresmian hutan taman kota taman medan merdeka. tahun 1993 dicanangkan sebagai tahun lingkungan hidup dan gerakan satu juta pohon. diharapkan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan meningkat.

23 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK tengah malam hujan mengguyur Jakarta dan tampaknya akan terus berkepanjangan hingga keesokan paginya. Inilah yang dikhawatirkan Dirjen Pariwisata Joop Ave. Soalnya, Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi (Deparpostel) bersama Pemda DKI dan KLH akan menggelar hajat yang akan dihadiri oleh Presiden, Wakil Presiden, pejabat tinggi negara, hingga para gubernur dari 27 provinsi. Dini hari, ketika hujan tak juga reda, Joop Ave menelepon kediaman Presiden di Jalan Cendana. Ia baru merasa lega setelah mendapat kepastian bahwa Pak Harto akan hadir. Maka, Ahad pagi pekan silam, di tengah siraman hujan, Presiden Soeharto mencanangkan tahun 1993 sebagai Tahun Lingkungan Hidup dan Gerakan Satu Juta Pohon. Inilah gerakan untuk menanam minimal satu juta pohon di setiap provinsi. Secara simbolis gerakan ini dimulai Presiden dan Wakil Presiden, yang menanam sepasang pohon beringin putih. Sebelumnya Pak Harto menandatangani prasasti pembangunan hutan taman kota Taman Medan Merdeka (TMM), yang berlokasi di lapangan Monas (Monumen Nasional). ''Ribuan lagi tanaman akan ditanam untuk menarik burung dan melepaskan udara segar,'' kata Presiden. Tahap awal akan di- tanam 1.070 pohon, 459 di antaranya tanaman khas dari 27 provinsi. Pohon majego dari Bali atau cendana dari Nusa Tenggara Timur, misalnya, termasuk flora yang akan memperkaya koleksi TMM. Andai kata taman seluas 80 hektare itu tumbuh rindang seperti direncanakan tentulah menjadi kebanggaan setiap orang. Selain berfungsi sebagai penyerap gas polusi Ibu Kota, TMM juga tepat sekali untuk rekreasi. Itulah yang dilakukan Brazil dengan dua taman botani di tengah Kota Rio de Janeiro. Kendati tidak seluas Kebun Raya Bogor, taman itu termasuk objek kunjungan para turis. Deparpostel tampaknya mengarah ke sana, dengan memasukkan isu lingkungan dalam acara peresmian TMM. Menurut Kepala Dinas Pertamanan DKI, Buntaran Bunyamin, TMM akan mulai tampak hijau pada 1995. ''Ini proyek yang sifatnya crash program sehingga yang ditanam bukan bibit, tapi pohon yang sudah cukup besar,'' ujarnya. Dengan dana Rp 266 milyar, taman yang akan dilengkapi sarana parkir dan restoran itu diharapkan rampung tahun 2000. Dan jangan khawatir, semua fasilitas itu akan dibangun di bawah tanah. Yang diizinkan tampil di atas tanah, selain pepohonan, hanyalah patung-patung yang pembuatannya akan disayembarakan secara nasional. ''Taman Medan Merdeka ini akan dijadikan land mark Republik seperti Arch de Triumph di Perancis,'' kata Emil Salim. Taman-taman yang teduh nyaman juga akan dibangun di empat wilayah Jakarta. Gubernur DKI Soerjadi telah menginstruksikan agar di setiap wilayah dibuat semacam alun- alun. Di Jawa Timur Gubernur Soelarso memasang target penanaman tujuh juta pohon. ''Idealnya, Surabaya juga membuat taman seperti di Monas itu. Tapi kami masih harus mencari tanah terbuka untuk ditanami,'' katanya. Itu sebabnya penghijauan di Kota Buaya sementara ini masih bersifat linier alias di sepanjang sungai atau jalan. Sementara itu Jawa Barat memulai dengan objek wisata Puncrut di Bandung Utara. Pekan lalu Gubernur M. Yogie bersama 24 bupati menanam 3.000 tanaman buah yang dibawa para bupati dari daerah masing-masing. Pandeglang, misalnya, terwakili oleh buah sawo, sedangkan Lebak mengirim durian. Di Bali, di kawasan Taman Hutan Raya Bedugul, dibuat blok khusus yang berisi tanaman untuk keperluan upacara Hindu -- kebanyakan pohon bunga dan pohon obat. Ini rencana lama yang baru tahun ini akan direalisasi oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Selain itu, sekitar 40 hektare lahan kritis yang berada di Bali juga akan ditanami sepanjang Tahun Lingkungan Hidup ini. Setiap daerah memang akan menonjolkan ciri khasnya, sesuai dengan upaya pemasyarakatan flora dan fauna yang termasuk agenda kegiatan tahun ini. ''Jadi, tiap provinsi mempunyai maskot tumbuh-tumbuhan dan binatang,'' kata Surna T. Djajadiningrat, Asisten Menteri KLH. Jakarta, misalnya, memaskotkan salak condet dan elang bondol. Tampaknya kegiatan ini mengarah seperti di Amerika Serikat: tiap negara bagian memiliki maskot tersendiri. Selain penghijauan, satu kegiatan yang akan mengisi Tahun Lingkungan Hidup adalah gerakan membersihkan sampah. Intinya adalah meningkatkan partisipasi kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup. Kepedulian masyarakat sebetulnya telah semakin maju. Indikasinya terlihat pada protes-protes masyarakat terhadap pencemaran lingkungan. Atau pada semakin beragamnya lembaga swadaya masyarakat yang memperjuangkan lingkungan. Bahkan kalangan seniman pun -- seperti Ully Sigar Rusadi, penggubah lagu -- sudah lama menyuarakan isu-isu lingkungan. Di mata Erna Witoelar, yang sejak dulu dikenal sebagai aktivis lingkungan, para pengusaha justru masih banyak yang tak peduli. ''Banyak perusahaan multinasional, yang di negara asalnya sangat mempedulikan lingkungan, di sini tenang-tenang saja membuang limbahnya. Belum dihitung biaya untuk pengolahan limbah, mereka sudah teriak-teriak kemahalan,'' kata Erna. Tapi tak semua pengusaha sesempit itu sikapnya. PT Djarum Kudus, misalnya, giat menghijaukan Kudus -- yang gersang karena pohon-pohonnya ditebangi untuk pelebaran jalan -- sejak 1978. ''Kami ingin Kudus menjadi kota teduh dengan tebaran bunga yang indah,'' ujar Bobby Yanto, manajer pembangunan Djarum. Dan hasilnya kini bisa dirasakan. Kudus, yang dulu bersuhu 35 derajat Celsius, kini agak teduh, ''hanya'' 33 derajat Celsius. Dengan ''komando'' dari pusat, sekarang mau tak mau tiap kota tergoda berlomba mewujudkan lingkungan yang teduh. Semua itu perlu waktu dan proses, yang penting tekad dan komitmen pemda dan masyarakat setempat. ''Komitmen politik pemerintah untuk memelihara lingkungan itu sudah ada. Sekarang tinggal melihat, siapa yang tidak mau dan yang tidak mampu,'' kata Surna. G. Sugrahetty Dyan K. dan Biro-Biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus