Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Menggugat plastik

Teguh ostenrik, 43, berniat membuat piramida di desa munduk, bali. bahan bakunya dari sampah plastik yang akan didaurulang menjadi batu bata.

23 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI bandar Tanjungpriok petugas bea cukai pelabuhan direpotkan oleh masuknya 116 kontainer sampah plastik. Di Bali, Insya Allah, orang justru akan memungut plastik bekas dan membuatnya jadi sesuatu yang berguna (dan cantik) dengan gampang. Ini setidaknya ide Teguh Ostenrik, seorang pelukis dan pengelola galeri di Jakarta. Teguh, 43 tahun, punya argumen. ''Sekarang ada semacam ritus yang mendewakan plastik, yang mengakibatkan bertumpuknya sampah plastik. Saya jadi tergerak untuk membuat simbol dari ritus baru itu,'' begitu ide lulusan sekolah seni lukis Hochschule der Kunste, Berlin Barat, ini. Piramida yang akan dibangun di Desa Munduk itu setinggi 5,70 meter. Bahan bakunya dari sampah plastik yang dikumpulkan di Bali. Dananya diperkirakan bisa sekitar Rp 100 juta. Sebuah tim sudah siap membantu untuk pencarian dana. Aktivis lingkungan Erna Witoelar mendukungnya, juga Nabiel Makarim, Ketua Deputi I Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Bila proyek Munduk sukses, Teguh berharap semangat pendaurulangan sampah plastik dengan cara sederhana dan murah berkembang di mana-mana. Piramida itu bukan tujuan akhir usaha ini, melainkan kesadaran masyarakat akan bahaya sampah plastik itu. Piramida itu akan menjadi simbol warna-warni seperti lukisan karya Teguh Ostenrik. ''Simbol ini akan menjadi bahan renungan bagi umat manusia. Sebab jika tidak berhati-hati terhadap plastik, kita akan terpendam dalam lautan plastik,'' katanya. Proyek dengan misi membangkitkan kesadaran lingkungan ini direncanakan dimulai awal Juni depan, tepat di Hari Lingkungan Hidup. Pada waktu itu ada semacam artist camp di Desa Munduk. Sejumlah seniman dalam dan luar negeri, yang diprakarsai oleh Goethe Institute, menampilkan karya seni yang berbicara tentang berbagai masalah lingkungan. Proyek piramida hanyalah bagian dari artist camp itu. Mengapa memilih Bali, bukan Jakarta yang plastiknya menumpuk bergunung-gunung? ''Sebab masyarakat Bali lebih terbuka terhadap seni eksperimental, seperti pembuatan tugu ini,'' jawab Teguh. Begitu ia mengemukakan gagasannya, masyarakat Bali di Munduk menyambut. Arsitek yang diajak juga berasal dari desa itu. Agar proyeknya lancar, Teguh mengajak Garin Nugroho. Sutradara yang baru meraih penghargaan untuk film dokumenter, tentang lingkungan hidup, di Jerman itu diminta bantuannya membuat spot kampanye di televisi. Isinya, imbauan kepada masyarakat Bali untuk ramai-ramai me- ngumpulkan plastik bekas. Dalam bayangan Teguh ada 2 juta manusia serentak memungut sampah plastik. Mereka lalu memprosesnya menjadi batu bata plastik yang kemudian disusun menjadi piramida. Teguh mengingatkan bahwa di Bali umumnya orang punya semacam oven besar pembakaran batu bata, yang kapasitas panasnya mencapai 700 derajat Celsius. Sedangkan untuk membikin batu bata plastik cukup dengan panas 200 derajat Celsius. Dengan piramida plastik, Teguh yakin manusia akan selalu digugah kesadarannya agar berhati-hati terhadap plastik. Proyek ini juga dimaksudkan untuk mengilhami orang agar mendaur-ulang sampah plastik di sekelilingnya. Nah, berhubung orang Bali hanya tahu cara membuat batu bata dari tanah, mereka akan diberi pelajaran bagaimana membikin batu bata pres dari plastik. Kelak, bila sudah pandai, mereka pun bisa memanfaatkannya untuk membuat lantai atau dinding peturasan (WC). Teguh juga sudah meminta Manfred Weber, seorang insinyur Jerman, merancang alat pencair dan pres plastik. Piramida Teguh memang masih dalam angan-angan. Tapi bila berhasil, ratusan kontainer sampah plastik di Tanjungpriok, yang belum sempat dipulangkan ke negara asalnya, mungkin bisa diolah menjadi batu-bata yang bermanfaat. Priyono B. Sumbogo dan Nunik Iswardhani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus