MENJADI seorang presiden, dari satu sisi, sebenarnya juga menjadi seorang yang menyerahkan sebagian hidup pribadinya pada orang lain. Dan itulah setidaknya yang terjadi dengan presiden Amerika, dan itulah hal baru yang kini dialami oleh Bill Clinton, yang dilantik menjadi presiden AS Selasa pekan ini. Dan sesungguhnya bukan hanya Bill Clinton yang mengalaminya, tapi juga anak dan istrinya. Karena begitulah menurut kitab undang- undang AS Pasal 3 dan 18, presiden terpilih -- bahkan sejak masih jadi calon presiden -- harus didampingi para pengawal resmi. Para penjaga keselamatan presiden itu disiapkan oleh dinas rahasia Amerika Serikat bernama US Secret Service. Sebelum Anda salah duga, lembaga ini tak berkaitan dengan dinas rahasia CIA maupun FBI. Secret Service berdiri sendiri, dan malah lembaga inilah yang berdiri pertama kali di AS, sebelum CIA dan FBI Dan beberapa pekan setelah terpilih menjadi kandidat presiden, Bill Clinton kabarnya merasa tak nyaman dengan beberapa hal yang berkaitan dengan hidup pribadinya, yang merupakan konsekuensi formal seorang calon presiden. Misalnya, ia tak lagi dibolehkan berjalan sendirian, menemui rekannya, lalu mereka bercakap- cakap seenaknya di pinggir jalan. Para agen dinas rahasia yang dikirimkan oleh Secret Service akan mengikutinya ke mana ia pergi. Clinton memamg bisa menyuruh sang agen mengusir para juru foto dari media massa yang mengerumuninya selagi Clinton main golf. Tapi Clinton tak bisa memgusir para agen yang ditugaskan oleh negara menjaga keamanannya itu. Sebagian dari hidup Clinton, sejak ia menjadi kandidat, apalagi setelah ia dilantik menjadi presiden sampai ia pensiun nanti, bukan lagi jadi miliknya sendiri. Sampai ubanan pun, kalau Clinton joging, ia tak bisa sendirian. Ke mana pun Hillary Clinton, istri Clinton, belanja, pasti ada agen rahasia yang mengantar. Umpama ia mau makan siang bersama teman dekatnya, agen rahasia akan nimbrung di meja seberang. Bahkan kalau Hillary masuk WC, pengawalnya akan menunggu di depan pintu. Bila putri Clinton, Chelsea, menikah kelak, dengan upacara yang sederhana ataupun megah, anggota dinas rahasia akan masuk dalam daftar mereka yang diundang. Dan bila salah seorang di antara Clinton dan Hillary meninggal, agen rahasia akan mendampingi yang berduka di pemakaman, sembari matanya menyelidik pelayat-pelayat di sekitarnya. Tiga tahun lalu ada cerita dari Kennebunkport di kota pantai Maine -- daerah rumah peristirahatan musim panas Presiden George Bush. Seorang pemilik toko penyewaan video, Bill Ward, ketakutan setengah mati. Sepulangnya makan pagi dari restoran tetangga, ia melihat ada yang aneh. Di muka tokonya orang-orang berkerumun, kebanyakan laki-laki berkaca mata hitam dan tanpa senyum. Lalu ada 15 mobil berjaga-jaga. Para wartawan juga sudah berdatangan. ''Langsung saya mengira toko saya terbakar,'' katanya. Ia mengambil langkah seribu. Ternyata yang terjadi: Presiden Bush sedang menaksir video Broadcast News. ''Astaga, memilih film itu kan bukan mengambil keputusan politik,'' kata Ward agak kesal. ''Buat apa kemeriahan seperti itu?'' Ward, dan mungkin banyak pihak, bisa omong seperti itu. Tapi seorang pengawal presiden tentu tak mau ambil risiko. Bahaya itu seperti Coca-Cola, bisa di mana saja, kapan saja. Bagi seorang pengawal presiden, lebih baik dia yang menjadi sasaran daripada presidennya. Memang, zaman samurai telah lewat, bahwa para samurai harus harakiri bila shogun yang jadi tanggung jawabnya tewas. Tapi moral seorang pengawal presiden, di mana saja, tampaknya masih dekat dengan moral samurai. Para pendamping presiden itu, pria maupun wanita, paham benar bahwa mereka mendapat tugas untuk sewaktu-waktu mengorbankan diri sendiri, bila tak ada cara lain, untuk menyelamatkan sang presiden. Di Amerika, mereka adalah prajurit keluaran gedung bercat abu-abu berantena dan berpiring satelit yang terletak di Jalan G di Washington DC, hanya dua blok dari Gedung Putih. Itulah kantor pusat Secret Service. Lahirnya Secret Service berawal dari tragedi yang menimpa beberapa presiden AS. Tahun 1865, Presiden AS ke-16, Abraham Lincoln, ditembak dari belakang ketika sedang menonton drama komedi di balkon Teater Ford, Washington. Menyusul kemudian pembunuhan presiden AS ke-20, James A. Garfield, di stasiun kereta api oleh seorang yang kecewa tak mendapat pekerjaan. Ketika itu Garfield baru empat bulan duduk di kursi kepresidenan pada tahun 1881 itu. Lalu ketika William McKinley, presiden AS ke-25, dibunuh seorang anarkis selagi berpidato di Buffalo, New York, tahun 1901, rakyat AS rupanya mengambil kesimpulan bahwa menjadi presiden itu tidak aman. Ketika itu rakyat lalu minta agar presiden Amerika dilindungi dengan baik. Ketika itu satu-satunya badan penegak hukum pemerintah pusat yang ada hanya Secret Service -- FBI, polisi federal, baru berdiri Juli 1908, sedangkan cikal-bakal badan intelijen CIA baru dibentuk pada Juni 1942. Secret Service itu didirikan oleh Abraham Lincoln di rapat kabinet terakhirnya sebelum ia dibunuh. Sebenarnya lembaga dinas rahasia itu dibentuk tak ada kaitannya dengan keamanan presiden. Secret Service dibentuk untuk memerangi membanjirnya uang palsu setelah Perang Saudara usai. Maka, Secret Service berada di bawah Departemen Keuangan. Tapi, dengan adanya peristiwa pahit yang menimpa tiga presiden AS dalam kurun 36 tahun itu, tugas Secret Service ditambah, yaitu melindungi keselamatan pejabat-pejabat penting pemerintah Amerika Serikat, terutama presiden. Demikian ketatnya penjagaan presiden, sampai-sampai pada zaman Presiden Woodrow Wilson (1913-1921) agen Secret Service pun ''mengantar'' presiden duda itu berpacaran dengan Edith Bolling Galt, yang kemudian dikawininya. Wilson, pemenang Nobel perdamaian tahun 1920, ditinggal mati istrinya setahun setelah ia menjadi presiden. Agen dinas rahasia pula yang berada di kamar Calvin Coolidge ketika presiden ke-30 AS itu bersedih menunggui anaknya yang sekarat di pinggir ranjang. Anggota Secret Service diharuskan siaga 24 jam penuh, dan siap dibawa ke mana pun, ibaratnya ke ''lubang semut'' sekalipun. Bersama berjalannya waktu, tugas Secret Service di luar kejahatan ekonomi terus bertambah. Pada tahun 1913 tugasnya ditambah lagi dengan melindungi presiden terpilih (presiden yang memenangkan pemilihan tapi belum dilantik). Empat tahun kemudian tugas itu ditambah lagi dengan mengawal keluarga terdekat presiden: anak dan istrinya. Maka, suka atau tidak suka, keluarga dekat presien AS akan selalu dikawal oleh agen Secret Service. Mereka ikut dalam mobil yang mengantar anak-anak presiden ke sekolah, mereka menemani anak- anak presiden yang lagi kencan, dan tak pernah jauh di saat anak- anak presiden berbulan madu: dicemaskan, keluarga dekat presiden menjadi sasaran penculikan, pengeboman, pembunuhan. Tidak aneh bila kemudian bisa terjalin hubungan demikian dekat antara sang agen dan yang dikawalnya. Bahkan salah seorang putri Presiden Ford menikah dengan anggota Secret Service yang diberi tugas mengawalnya. Belakangan menantu Ford ini mendirikan kantor detektif swasta. Salah satu pemakai jasanya adalah Nyonya Imelda Marcos, ketika bersembunyi di AS setelah dikucilkan oleh rakyatnya. Awal tahun 1950-an dan 1960-an berturut-turut tugas dinas rahasia ini ditambah dengan keharusan menjaga wakil presiden dan wakil presiden terpilih. Pertengahan tahun 1960-an bekas presiden dan istrinya pun mendapat pengawalan sampai meninggalnya. Di Inggris, Perancis, dan Jerman (Barat), bekas-bekas pemimpinnya hanya disediakan pengawal oleh negara jika ada bukti kuat bahwa mereka berada dalam bahaya. Toh pada tahun 1963 Amerika Serikat harus menelan sebuah tragedi. Sekitar enam dasawarsa setelah Presiden McKinley dibunuh, presiden AS waktu itu, John F. Kennnedy, ditembak ketika sedang berkunjung di Dallas. Maka kaji ulang terhadap Secret Service pun dilakukan. Ditemukanlah sejumlah kelemahan dinas rahasia ini, antara lain: lembaga ini ternyata kekurangan orang dan fasilitas mutunya masih di bawah standar pengawal keamanan kerjanya belum sistematis, misalnya tak punya kriteria tempat-tempat yang dianggap rawan itu yang bagaimana. Singkat kata, Secret Service waktu itu dinilai belum punya cara mengestimasi kemungkinan- kemungkinan buruk yang bisa terjadi pada seorang presiden. Adanya kasus Kennedy juga menambah lagi tugas Secret Sevice: mengawal janda bekas presiden sampai meninggal, atau sampai kawin lagi, beserta anak-anak bekas presiden itu sampai mereka berumur 16 tahun. Terbunuhnya Senator Robert Kennedy, 5 Juni 1968, yang waktu itu baru memenangkan pemilihan calon presiden dalam Partai Demokrat di Negara Bagian California, menambah lagi tugas Secret Service. Presiden Lyndon B. Johnson, presiden AS kala itu, memerintahkan dinas rahasia ini melindungi semua kandidat presiden. Pada tahun itu pula Secret Service diberi tugas melindungi kepala negara asing dan tokoh asing lainnya yang berkunjung di AS, dan juga pejabat-pejabat AS yang melakukan misi khusus di luar negeri. Dalam hal kandidat presiden dan wakilnya, memang tidak harus menerima perlindungan dari Secret Service. Mereka boleh menolak kalau tak menyukainya. Tapi jarang yang menolaknya, karena hadirnya agen rahasia di sekeliling mereka dianggap menguntungkan. Setidaknya menjadikan citra para kandidat itu, meski belum tentu menjadi presiden, merasa menjadi orang yang istimewa. Adalah kandidat presiden yang independen, yang bukan mewakili partai, tahun lalu, Ross Perot, termasuk yang jarang itu. Ia menolak mendapat perlindungan dari agen Secret Service. Ia menyewa petugas keamanan swasta, karena pengusaha yang nyentrik ini tak ingin disponsori siapa pun dalam kampanyenya. Setelah pembunuhan Presiden Kennedy, karena dianggap kurang, jumlah anggota Secret Service dilipatgandakan. Tak sampai sepuluh tahun sejak tahun 1963 itu, jumlah anggota dinas rahasia itu menjadi empat kali lebih banyak, menjadi 1.200 orang. Dan kini, menurut majalah Sunday Times Magazine terbitan London, jumlah anggota dinas rahasia itu sekitar 2.100, 140 di antaranya cewek. Tak cuma dari segi jumlah. Dibandingkan dengan dinas rahasia lain yang kemudian dibentuk di Amerika -- FBI dan CIA -- Secret Service dianggap jauh lebih bermutu. Setidaknya, secara prinsip, fasilitas, latihan, dan kriteria untuk agen Secret Service dinilai lebih tinggi daripada agen untuk FBI dan CIA. Memang, kriteria calon anggota Secret Service adalah seperti kriteria untuk anggota CIA. Misalnya, berumur di atas 21 tahun, harus sarjana, nilai sedikitnya rata-rata B, dan masuk ranking atas. Mereka harus menguasai ilmu kepolisian dan kriminologi, lolos ujian sebagai pegawai negeri, dan punya sikap cermat seorang detektif. Yang kemudian membedakan kualitas Secret Service dengan dinas rahasia yang lain adalah lamanya seorang calon dites. Ujian saringannya saja makan waktu 12 bulan, termasuk tes bebas obat bius, dan interogasi dengan mesin pendeteksi kebohongan. Lalu mereka dimagangkan di salah satu kantor cabang, antara lain untuk mengamati prosedur peradilan, dan berkenalan dengan rekan agen rahasia, polisi, dan jaksa. Setelah itu, mereka dikursus sebagai penegak hukum selama 11 minggu di Washington, sekaligus belajar teori serta praktek lapangan dinas rahasia. Itu tahap awalnya. Setelah lolos semua itu, mereka baru dimasukkan ke tempat penggemblengan. Letak tempat ini tersembunyi, di pelosok Maryland, tepatnya di daerah Beltsville, areal berhutan seluas 225 hektare. Di tempat itulah mereka mulai diperkenalkan dengan senjata standar agen rahasia. Kabarnya, senjata standar itu adalah pistol semiotomatis 9 mm, senapan Remington, dan senapan mesin Uzzi. Mereka harus mahir memainkan ''gantungan'' nyawa mereka itu, baik dalam ruangan tertutup maupun di lapangan terbuka. Seperti sebuah studio film, di Beltsville juga dibuat model jalan raya dan ruangan berbagai ukuran untuk latihan. Di ruangan itu disediakan pula ''musuh-musuh'' yang ditaruh di mana saja. Si calon agen diminta mengambil putusan dalam hitungan detik, apakah musuhnya perlu ditembak atau tidak. Calon-calon anggota Secret Service ini juga harus bisa membidik dalam keadaan gelap. Tentu, waktu latihan mereka tidak menggunakan peluru sungguhan. Tembakan mereka akan otomatis tercatat, karena musuh mereka adalah para pelatih yang mengenakan rompi yang sudah dilengkapi alat pencatat. Dan ilmu bela diri, tak perlu dikatakan, ini pun menjadi prioritas utama. Kemampuan fisik pun dituntut prima. Walhasil, seorang yang lulus dari gemblengan ini boleh dikatakan mempunyai kemampuan fisik dan insting untuk mematahkan segala bahaya yang mungkin terjadi terhadap seorang presiden atau siapa saja yang menjadi tanggung jawab mereka untuk dilindungi. Seorang anggota Secret Service pun mirip wartawan. Sementara wartawan harus mengikuti perkembangan berita dari hari ke hari, anggota Secret Service pun harus mengikuti, memahami, dan menguasai senjata-senjata baru. ''Kami harus tahu barang apa yang dibawa musuh,'' katanya. Dan sebaliknya, pihak Secret Service menciptakan pula senjata-senjata khusus untuk operasi istimewa. Tentu saja sulit memperoleh kiat agen Secret Service dalam melindungi seorang presiden misalnya. ''Kami tidak dapat dan tidak akan bicara tentang cara melindungi. Kami tidak pernah melakukannya dan tidak akan mau,'' kata seorang agen bernama Bill Burch di markasnya di Washington. Ada bocoran sedikit konon ada senjata yang sampai kini belum terpecahkan cara mengatasinya. Yakni, bom plastik yang sukar dideteksi dengan detektor logam. Tapi tak semua yang terjadi di tempat penggemblengan tak bisa diceritakan. Salah satu yang agak terbuka ini adalah soal ngebut. Agen Secret Service harus bisa ngebut. Di salah satu bagian Beltsville dibuat arena ''balap'' mobil dengan tanggul-tanggul dari karet hitam. Di situ siswa diajari ngebut tapi dalam ruangan sempit, atau kondisi darurat lainnya. Mula-mula dengan kendaraan Chevrolet sport berbadan kecil, lalu meningkat ke mobil si lebar Cadillac lapis baja, mobil standar kepresidenan AS. Semua mobil lama presiden digudangkan di Beltsville untuk latihan. Para agen pun diharuskan punya kemampuan menggelantung di mobil yang melaju kencang. Kira-kira mereka, kalau mau, bisa menjadi peran pengganti dalam film-film James Bond tanpa tipuan kamera. Adapun yang berkaitan dengan kemampuan insting adalah latihan berbicara dengan orang sakit jiwa, mengenali tingkah laku seseorang yang aneh atau gelisah di tengah kerumunan orang banyak. Singkat kata, kemampuan melihat orang-orang yang dicurigai akan berbuat yang membahayakan seseorang. Kalau perlu, agen-agen ini dikuliahkan lagi di salah satu universitas sebelum terjun ke lapangan untuk memperluas latar belakang dan meningkatkan nilainya sebagai anggota dinas rahasia. Tentu saja, sekalipun seorang agen sudah siap diberi tugas, sering masih harus ada latihan tambahan, yakni yang berkaitan dengan gaya hidup orang yang akan dilindunginya. Pendamping Presiden George Bush, misalnya, harus belajar atau mempercanggih teknik SAR di laut. Siapa tahu Bush yang hobi mancing itu suatu kali mengalami kecelakaan. Lalu agen-agen yang diberi tugas mengawal Wakil Presiden Dan Quayle harus belajar menunggang kuda. Sebab, keluarga Quayle senang dengan olah raga itu. Agen-agen yang diberi tugas mengawal Clinton kabarnya tak perlu mendapat latihan tambahan, karena presiden yang dilantik Selasa pekan ini itu hobinya hanya main golf. Meski gerakan emansipasi di AS begitu kuat, entah mengapa jumlah anggota wanita Secret Service tak sebanding dengan jumlah prianya. Cewek pertama yang disumpah sebagai anggota dinas rahasia ini terjadi pada Desember 1971. Sejauh yang bisa diketahui, tugas agen pria dan wanita tak ada bedanya. Salah satu agen wanita Secret Service adalah Gayle Moore. ''Saya merasa menjadi anggota sebuah kelompok istimewa, tanpa ingin mencemooh kepolisian,'' kata Moore kepada wartawan TEMPO Bambang Harymurti di Washington. Sebelum masuk dinas rahasia ini, Moore sempat menjadi polisi selama lima tahun. Tahun 1993 ini adalah tahun ke-11 yang dijalani Moore sebagai agen Secret Service. ''Hampir semua agen wanita adalah bekas perwira polisi,'' katanya. Sebab, persyaratan menjadi anggota dinas rahasia memang berat. ''Kami harus selalu siap, badan mesti fit, mahir menembak, dan menguasai ilmu bela diri, '' tutur Moore. Dan karena tak menentunya tugas anggota Secret Service, sebentar di sana sebentar di sini, menurut Moore, agen Secret Service yang cewek umumnya masih lajang. Bagi Gayle Moore, mengawal tamu penting bisa menyenangkan, dan bisa sebaliknya. Yang menarik kalau tamunya senang jalan-jalan. ''Tapi kalau tamunya cuma mendekam di kamar hotel, ya jemu,'' katanya. Moore sendiri merasa pekerjaan yang lebih menantang bukan pengawalan VIP, tapi penyidikan di lapangan, seperti membongkar sindikat pemalsu uang, kartu kredit, atau kejahatan ekonomi lainnya. Risiko tugas lapangan seperti itu jelas lebih terbuka daripada mengawal presiden misalnya. Dan rekan Moore, Julie Cross, pernah menjadi korban di tahun 1980: Julie, bekas perwira polisi San Diego itu, kena peluru dua perampok bank. Dan jangan dikira tugas mengawal presiden hanya berada di dekatnya setiap waktu. Tapi juga termasuk melacak surat kaleng, ancaman telepon, dan sejenisnya. Di markas Secret Service di Washington, misalnya, terkumpul data karakter tulisan-tulisan tangan. Berkat pelacakan, karena sesuatu yang mencurigakan, bisa sangat menyelamatkan seorang presiden. Pada tahun 1975, umpamanya, agen dinas rahasia mewawancarai Sara Jane Moore, karena wanita ini mengeluarkan ancaman akan membunuh Presiden Ford. Kesimpulan para agen setelah mewawancarainya: wanita itu memang berbahaya. Dua hari kemudian, Jane Moore benar-benar melepaskan tembakan ke Ford. Untunglah, tembakan meleset karena seseorang yang berada dalam kerumunan yang menyambut Presiden Ford melencengkan tangan si penembak. Orang itu kemudian oleh media massa waktu itu disebut-sebut sebagai veteran marinir yang kebetulan berada di tempat kejadian. Tapi konon ia adalah agen Secret Service yang memang diberi tugas menguntit Jane Moore, setelah pihak Secret Service yakin bahwa wanita itu memang berbahaya. Tapi tak semua ancaman bisa dicium sebelumnya, dan tak semua upaya agen Secret Service hasilnya seperti yang dikehendaki. Ketika terjadi percobaan pembunuhan Presiden Ronald Reagan oleh John Hinckley, tahun 1981, semua agen Secret Service yang bertugas mengawal sudah melakukan kewajibannya sebaik mungkin. Seorang agen, Tim MacCarthy namanya, segera melompat untuk menjadikan tubuhnya sebagai perisai presiden, ketika Hinckley memberondongkan enam peluru. Kontan peluru yang sebetulnya ditujukan pada Presiden Reagan bersarang di tubuh MacCarthy. Lima peluru yang lain: satu nyasar, satu mengenai sekretaris pers Gedung Putih, satu menembus seorang polisi, dan dua memantul ke limusin presiden. Nah, salah satu dari dua peluru yang memantul ke mobil itulah yang mengenai Reagan. Sebab, ketika bunyi tembakan terdengar, seorang rekan MacCarthy justru mendorong Presiden Reagan masuk ke mobil dengan maksud mengamankannya. Peristiwa peluru yang memantul itu seolah membuat kerja sama para pengawal Presiden Reagan justru menyebabkan Reagan terluka, dan membuat pengorbanan MacCarthy seperti sia-sia. Jarang terjadi, suatu demonstrasi bagaimana para agen Secret Service mengamankan seorang presiden di tempat umum. Itulah yang terjadi ketika suatu kali Presiden George Bush berkunjung ke Panama. Ketika itu salah satu acara kunjungan adalah pertemuan Bush dengan tuan rumahnya, Presiden Panama Guillermo Endara, di sebuah taman. Tiba-tiba terdengar suara tembakan. Secepat kilat sejumlah agen dinas rahasia mengurung rapat-rapat Bush dan istrinya. Dan entah dari mana, agen yang mengelilingi Bush kelihatan seperti sedang memamerkan semua jenis senjata yang dipakai oleh Secret Service: mulai dari pistol sampai senapan mesin Uzzi yang bisa dilipat. Saat itu juga tim antiserangan muncul mendadak dari balik panggung tamu kehormatan. Mereka berpakaian biru, sepatu boot hitam, dan menenteng senjata M-16 dengan mulut tertutup masker. Pasukan berani mati ini segera menyerbu gedung kementerian di dekat taman, yang menurut perkiraan kilat menjadi tempat persembunyian penembak gelap. Lalu, sembari menyorongkan jaket antipeluru pada Bush dan istrinya, agen-agen rahasia itu menuntun Bush dan Barbara Bush keluar dari tempat acara. Segera terdengar deru iring-iringan mobil dan raungan sirene. Bush dan istrinya diamankan dalam limusin lapis baja cadangan yang diparkir di seberang jalan, dan dipagari tubuh pengawal-pengawalnya. Rute alternatif telah ditentukan, dan evakuasi darurat disediakan. Alhasil, tidak ada apa-apa. Letusan yang terdengar itu hanya tembakan peringatan ke atas dan letupan gas air mata yang dilepaskan polisi lokal untuk mengusir sekelompok demonstran antipemerintah. Secara umum, dinas rahasia pelindung presiden AS membentuk tiga lapis pertahanan. Lapis terdalam adalah agen-agen yang secara tetap diberi tugas menempel presiden. Agen-agen ini yang ikut terbang bersama presiden dengan Air Force One, berdiri paling dekat dengan orang yang dilindunginya, dan masuk dalam mobil rancangan khusus yang menguntit persis di belakang limusin presiden. Lapis tengah terdiri dari tim antiserangan itu, lalu petugas yang menyamar di tengah kerumunan, dan perwira berseragam dalam unit antipenembak tepat yang menyebar di jendela-jendela dan atap bangunan. Lapis terluar adalah pertahanan dengan helikopter dan pengintai elektronik. Sebenarnya, agen rahasia yang menyamar di antara kerumunan massa mudah dikenali. Biasanya para agen yang bertugas ini menempelkan earphone berekor kabel plastik yang disisipkan di balik kerah bajunya. Suatu kali, terjadilah anekdot ini, yang terekam oleh wartawan. Seorang nenek tua memperhatikan telinga si agen. Ia langsung mendatangi agen khusus Art Rehkemper, 22 tahun. Dengan takzimnya wanita tua itu berkata pada Rehkemper: ''Betapa gembiranya saya, dinas rahasia kini juga mempekerjakan orang cacat.'' Tembakan langsung ini rupanya membingungkan sang agen. Maka ia bertanya: ''Maksud Ibu?'' Jawab si ibu: ''Saya lihat kalian semua memakai alat bantu dengar.'' Untunglah si nenek tidak melihat pasangan alat bantu dengar itu. Yakni mikrofon mungil yang ditempelkan ke pergelangan tangan yang kabelnya dihubungkan ke transmiter yang menggantung di ikat pinggang, lewat lengan. Bisa jadi, si nenek akan mengira agen ini bertangan palsu. Padahal mikrofon itu adalah alat untuk mengirim berita, dan alat bantu dengar untuk menerima berita. Alat itu tak cuma dipakai untuk komunikasi antaragen, tapi juga untuk berkomunikasi dengan pos komando -- sebuah mobil van hitam yang mengekor di buritan arak-arakan presiden. Dan mobil van ini punya hubungan radio dengan markas dinas rahasia. Bukan tak ada yang sebal dengan gangguan para pengawal ini, karena urusan keamanan ini banyak tetek-bengeknya. Misalnya sebelum mulai suatu acara, anjing pelacak disebarkan ke lokasi untuk mencium kalau-kalau ada bom liar. Lalu disapu lagi dengan peralatan elektronik. Setelah itu, daerah tersebut disegel dan menjadi ''milik'' dinas rahasia. Tak seorang pun boleh masuk ke security zone yang akan dikunjungi presiden, tanpa pas khusus. Selesai acara, tak seorang pun boleh meninggalkan tempat sampai presiden pergi dengan aman. Yang memutuskan keadaan sudah aman atau belum, ya agen rahasia itu. Jadi, tidak aneh bila kadang-kadang banyak orang yang disengsarakan oleh tugas rutin agen rahasia tersebut. Misalnya ini terjadi di Texas. Begitu Presiden Bush meninggalkan tempat pertemuan di sebuah tempat terbuka, hujan pun turun. Tapi tamu yang hadir tak bisa segera berteduh karena pihak keamanan, ya agen rahasia itu, melarang mereka meninggalkan tempat -- dan tentu saja alasannya tak dikemukakan. Komentar Senator Daniel Moynihan dari Partai Demokrat, yang waktu itu termasuk salah seorang dari yang basah kuyup: ''Pengawalan gaya Praetoria ini mengancam fondasi demokrasi negeri ini. Lagak agen-agen itu memuakkan, meskipun buat mereka itu sesuatu yang rutin.'' Moynihan tak sendirian. George F. Will menulis di Newsweek, Februari lalu, bahwa Secret Service sudah dalam taraf mengganggu. Bahkan gedung parlemen Capitol ''diduduki'' agen rahasia karena Wakil Presiden Dan Quayle berkantor di sana, sehingga anak-anak sekolah yang ingin berfoto dengan anggota Kongres di plaza Capitol agak kerepotan memasuki daerah ''kekuasaan'' Secret Service itu. Gara-gara agen rahasia tersebut, rakyat Amerika Serikat, kata Will, kehilangan suatu kebanggaan, yaitu keintiman masyarakat dengan pemerintahnya. Memang, sekarang bukan zamannya seorang presiden AS pergi berlenggang ke sebuah bank, seperti pernah dilakukan oleh Presiden Truman. Atau John Quincy Adams berenang telanjang di danau dan hanya ditunggui seorang pelayan di perahunya. Pada zaman sekarang, kesempatan seperti itu bisa saja dimanfaatkan oleh teroris yang kini punya kemampuan canggih untuk mencelakakan seorang presiden negara besar seperti Amerika Serikat. Tapi, tulis Will, ulah agen rahasia sudah sangat mengganggu. Salah seorang agen, Mickey Miller, menjawab pendek serangan- serangan itu: ''Ya, itu semua kan untuk keamanan orang yang kami lindungi.'' Mungkin, mereka yang mendapat pengawalan itu pun merasa terganggu. Bagaimanapun kesempatan untuk menikmati privacy jadi terbatas. Cuma, di sisi lain, kemungkinan adanya bahaya mestinya membuat presiden atau keluarga dekatnya jadi merasa aman dengan hadirnya para agen rahasia itu. Tapi sejauh ini belum ada yang mengeluh karena pengawalan tersebut. Baru Nixon, yang menjadi presiden AS tahun 1969-1974, yang kemudian minta agar dirinya tak lagi dibayang-bayangi agen-agen rahasia itu. Tapi alasannya pun bukan karena mereka membatasi privacy. Setelah sekitar 17 tahun, sejak ia menjadi kandidat presiden sampai pensiun, pada tahun 1985 Nixon memutuskan untuk melepaskan para pengawalnya. Kata juru bicaranya, ''Tindakan ini dilakukan untuk memangkas defisit negara.'' Pengawalan untuk istrinya sudah ia hentikan setahun sebelumnya. Dengan tindakannya itu Nixon ikut menghemat anggaran pemerintah AS sekitar US$ 3 juta per tahun, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menggaji tiga regu agen yang mengawalnya selama 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Nixon mengganti sang agen dengan detektif swasta yang dibiayainya sendiri. Di pihak para agen rahasia sendiri, tugas mengawal presiden atau bekas presiden dan keluarga dekatnya mereka rasakan bukan sebagai pekerjaan enak. ''Siapa bilang ini pekerjaan enak?'' kata mereka. Buktinya, hanya sedikit sekali agen yang bisa bertahan lebih dari lima tahun sebagai pengawal presiden. Konon, ini pekerjaan yang sangat membikin stres dan meletihkan, karena harus ikut ke sana- kemari dengan jam yang tidak teratur, dan dengan tanggung jawab yang besar. Dan ke mana mereka setelah berhenti dari tugas mengawal presiden? Biasanya mereka dipindahkan ke divisi lain, mendapat tugas baru yang masih termasuk pekerjaan dinas rahasia, umpamanya menyelidiki pemalsuan uang, kejahatan komputer, telekomunikasi, dan kartu kredit. Misalnya agen Rock Bondy, kini sudah menggantungkan setelan jasnya, dan menggantinya dengan jeans belel dan sepatu karet, mengejar pedagang obat bius dan senjata gelap di Detroit. Dan ia pernah berhasil memenjarakan 67 anggota sindikat pedagang narkotik. Bunga Surawijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini