Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lepasnya gunung es raksasa seluas 1.636 kilometer persegi atau hampir 2,5 kali luas DKI Jakarta dari daratan es di Antartika timur, adalah fenomena alam biasa dan bukan karena akibat perubahan iklim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Rak es harus kehilangan massa karena ada tambahan massa. Mereka ingin tetap dengan ukuran yang sama," kata Helen Amanda Fricker, profesor di Scripps Institution of Oceanography di Universitasf California, seperti dikutip laman Phys, 1 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gunung es yang dijuluki D28 itu, memisahkan diri dari daratan es Amery antara 24 dan 25 September 2019 berdasarkan data pengamatan satelit Eropa dan Amerika. Gunung es ini memiliki ketebalan 210 meter dan mengandung 315 miliar ton es.
Volumenya sangat besar, tetapi produksi gunung es adalah bagian dari siklus normal rak es, yang merupakan perpanjangan dari kutub es, katanya.
Rak es mendapat tambahan massa dari salju yang jatuh dan gletser yang bergerak perlahan menuju pantai.
Menurut Fricker, bagian timur Antartika — tempat D28 — berbeda dari bagian barat Antartika dan Greenland, yang dengan cepat memanas akibat perubahan iklim.
"Sangat penting bahwa masyarakat tidak menjadi bingung dan berpikir bahwa ini adalah akibat perubahan iklim," kata Fricker.
Gunung es yang tiga kali lebih besar dari D28 lepas dari Antartika dua tahun lalu, katanya, menyebabkan kepanikan saat itu. "Ini reaksi yang bagus karena kita jelas tidak ingin orang berpikir bahwa perubahan iklim tidak terjadi," kata Fricker.
PHYS | LIVESCEINCE