Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Memperingati Hari Gajah Sedunia tanggal 12 Agustus, Ketua Harian Perkumpulan Penyelamat Hutan Satwa, yang juga anggota Forum Konservasi Gajah Indonesia, Syamsuardi, mengapresiasi pihak kepolisian yang bergerak cepat dan mampu menangkap pemburu gajah, pada awal Agustus lalu di Indragiri Hulu, Riau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, dari berbagai faktor seperti konflik satwa dengan manusia, kerusakan habitat, dan perburuan liar, faktor terakhir sangat berkontribusi pada berkurangnya populasi gajah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyebutkan bahwa populasi gajah di Indonesia saat ini masuk dalam kategori kritis dengan hanya tersisa sekitar 2.400 hingga 2.800 ekor, turun hingga 32 persen sejak tahun 1992.
“Kami komunitas pemerhati gajah mengecam perburuan satwa liar, dan mengucapkan selamat atas keberhasilan pihak kepolisian dalam penangkapan tersebut. Namun, seperti yang diakui oleh para penegak hukum, pelaku yang ditangkap kali ini juga merupakan tersangka perburuan liar yang tertangkap pada tahun 2015 silam, orangnya itu-itu saja," ujar Syamsuardi dalam keterangan yang diterima Tempo, Selasa, 11 Agustus 2020.
"Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua untuk meringkus sindikat perburuan satwa liar yang lebih luas, karena memang sulit untuk mengungkap jaringan yang sangat rapat dan profesional,” ujarnya.
Lebih lanjut menurut Syamsuardi, tak hanya penegak hukum yang perlu berperan untuk mengurangi ancaman terhadap populasi satwa liar ini, melainkan juga masyarakat dan pihak swasta.
Menurutnya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk hidup berdampingan dengan satwa liar ini. “Selama mereka berada dalam kelompok, gajah adalah satwa yang setia dengan jalurnya. Mereka punya jalur permanen yang dilalui selama bertahun-tahun," ujarnya.
"Maka jika patroli rutin dilakukan oleh masyarakat dan perusahaan yang kawasan konsesinya menjadi rumah bagi gajah, akan lebih mudah untuk merawat ruang hidup mereka. Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengurangi penggunaan alat yang berbahaya, seperti petasan untuk menghalau gajah. Gunakanlah meriam karbit, yang tidak punya risiko kebakaran dan tidak melukai,” Syamsuardi menegaskan.
Banyak pihak telah menyadari pentingnya memahami cara hidup yang aman dan nyaman berdampingan dengan satwa di alam liar. Syamsuardi mengatakan bahwa komunitas pemerhati satwa liar kerap diminta untuk memberikan sosialisasi dan pelatihan bagi perusahaan-perusahaan dalam upaya menerapkan best practice management, salah satunya oleh produsen kertas, Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas.
Head of Conservation APP Sinar Mas Dolly Priatna menyatakan dukungan terhadap segala upaya kolaborasi multi pemangku kepentingan dalam menekan laju kepunahan satwa liar.
Menurutnya beberapa hal penting dalam kolaborasi ini adalah meningkatkan pengamanan, pemantauan, dan data sharing. “Amat penting bagi para pemangku kepentingan untuk bekerja sama, misalnya melalui patroli gabungan dan saling berbagi data," ujarnya.
Kemudian, tambahnya, yang tidak kalah penting ialah perencanaan tata kelola lahan dengan mengidentifikasi habitat strategis yang perlu dilindungi, serta meningkatkan keterhubungan habitat satwa dengan pembangunan koridor-koridor alam. "Sektor swasta dapat memainkan peran penting dengan mendukung dari sisi investasi, khususnya untuk area-area yang berada di dalam konsesi,” ujar Dolly.
Kerja sama berbagai pihak diperlukan untuk mendukung kelestarian satwa liar. Hari Gajah Sedunia dapat menjadi pengingat bagi semua untuk lebih keras berupaya membentuk sistem dan mendorong pergeseran kebudayaan di tengah masyarakat, sehingga dapat lebih nyaman hidup berdampingan dengan satwa.