Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tema Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2022, yang diperingati setiap 21 Februari, adalah “Kelola Sampah Kurangi Emisi Bangun Proklim”. Yayasan Kehati menilai tema kali ini memiliki konsep lebih menyeluruh di mana jika sampah dapat dikelola dengan baik, maka memiliki dampak positif terhadap permasalahan iklim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengelolaan sampah, menurut Kehati, harus dimulai dari sumber utama penghasil sampah tersebut, sehingga emisi yang dihasilkan dapat dikurangi. Tidak hanya itu, jika dikelola dengan baik, sampah dapat memberikan nilai ekonomi dan bermanfaat sebagai penghasilan bagi masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kehati menyebutkan sudah banyak kelompok atau komunitas yang mengelola sampah rumah tangga di beberapa daerah di Indonesia, baik yang dibangun atas kesadaran sendiri, atau atas bantuan pemerintah dan swasta. Namun, sepertinya butuh usaha lebih keras dari semua pihak agar pengelolaan sampah rumah tangga bisa maksimal. Data Sustainable Waste Indonesia menujukan kurang dari 10 persen sampah yang dikelola yang tidak sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Kami melihat, selain dorongan dari pemerintah, perlu dibangun sinergi yang kuat dari semua lini termasuk pihak swasta dan masyarakat. Berbicara sampah tidak hanya masalah kebijakan, dan sarana prasarana, namun juga perubahan kebiasaan, dan asas manfaatnya bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, ujar Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan Kehati Rika Anggraini, dalam keterangannya, Senin, 21 Februari 2022.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah pada 2020, di mana 37,3 persen berasal dari aktivitas rumah tangga. Sumber besar berikutnya yaitu berasal dari pasar tradisional, 16,4 persen, dan sampah dari kawasan sebanyak 15,9 persen. Porsi terbesar sampah rumah tangga berasal dari sisa makanan, kemudian diikuti oleh sampah plastik, kayu atau ranting, kertas atau karton, dan sampah jenis lainnya.
Berbicara Tema Kelola Sampah Kurangi Emisi identik dengan konsep ekonomi sirkular. Intinya adalah bagaimana sebuah produk yang dihasilkan dan dimanfaatkan, seminimal mungkin menyakiti bumi, dan memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat melalui peningkatan nilai-nilai ekonomi. Oleh karena itu, penting adanya perubahan mindset dari model lama take-make-waste menjadi setidaknya tiga prinsip utama, yaitu reduce, reuse, recycle.
Mindset ini harus dituangkan dalam strategi penangan permasalahan sampah di tingkat nasional, yang memerlukan dukungan dari semua lini, termasuk lintas sektoral. Bersama kementerian lain, menurut Kehati, KLHK bisa menangkap dan menindaklanjuti pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlanggga Hartanto di 2021 bahwa konsep ekonomi sirkular bukan hanya pengelolaan limbah tetapi juga selanjutnya menggunakan proses produksi, di mana bahan baku dapat digunakan berulang-ulang, sehingga tentu akan terjadi saving yang besar terutama untuk sumber daya alam. Secara jangka panjang, ekonomi sirkular akan memberi kontribusi pada upaya pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.
“Semangat ekonomi sirkular sudah dipahami oleh banyak elemen dan pemangku kepentingan dan bisa diturunkan menjadi strategi nasional. Tentu hal ini memerlukan proses yang lebih lama dari satu tahun. Jika dirasa belum selesai, tema tahun 2022 bisa diteruskan di tahun-tahun selanjutnya. Harus diakui bahwa Indonesia darurat sampah, dan program yang dijalankan sampai sekarang belum bisa memberikan hasil yang maksimal,” tambah Rika.
Pada tahun 2019-2021, Kehati bersama mitra pernah menjalankan program Revive Citarum untuk mendukung Program Citarum Harum pemerintah dalam mengatasi permasalahan limbah Sungai Citarum. Pendekatan yang dilakukan oleh Kehati adalah pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Hal ini berdasarkan data bahwa mayoritas sumber pencemar Sungai Citarum adalah limbah domestik (60 persen), sisanya berasal dari limbah industri (30 persen) dan limbah peternakan/pertanian (10 persen).
Yayasan Kehati mendorong beberapa komunitas di Desa Bojongsari untuk menjalankan kegiatan pengelolaan sampah warga. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah pengomposan sampah organik, budi daya maggot Black Soldier Fly, dan pembuatan kerajinan tangan dari sampah plastik. Tidak hanya membantu mengurangi pencemaran Sungai Citarum, program yang dilakukan menjadi penambah sumber penghasilan komunitas yang ada dari penjualan pupuk dan larva sebagai pakan ikan dan unggas.
Selain itu, masyarakat yang memilah dan mengirimkan sampah organik ke komunitas pegelolaan sampah pun mendapatkan manfaatnya. Masyarakat terkadang mendapatkan pupuk, buah, dan ikan gratis dari hasil kebun dan ternak ikan yang dikelola komunitas.
“Masalah sampah Indonesia berpacu dengan waktu. Solusi yang ditawarkan harus lebih besar dari sampah yang dihasilkan. Berkaca kepada negara-negara yang sukses dalam pengelolaan sampah, strategi yang dijalankan harus komprehensif antara pemerintah pusat dalam hal ini kementerian, dengan kepala daerah dan masyarakat, yang didukung oleh elemen lain seperti perusahaan, terutama yang tercatat sebagai penghasil limbah yang besar,” tutup Rika.
Baca:
Berbagai Sampah Plastik Berbeda Lama Waktu Terurai
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.