Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Ilegal, Sebanyak 110 Burung Dicegah Dibawa Seberangi Selat Bangka

Burung berasal dari empat jenis yang tiga di antaranya satwa dilindungi yakni Cucak Ijo, Serindit Melayu dan Cucak Ranting.

4 Desember 2021 | 15.30 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Burung jenis Cucak Ranting (Chloropsis cochinchinensis) di antara 110 ekor burung yang digagalkan dari penyelundupan di Pelabuhan Tanjung Api-api, Banyuasin, Sumatera Selatan. TEMPO/PARLIZA HENDRAWAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Palembang — Sebanyak 110 burung, terdiri dari empat jenis, dicegah dibawa menyeberangi Selat Bangka, dari Pelabuhan Tanjung Api-api, Banyuasin, Sumatera Selatan, tujuan Muntok, Bangka Barat. Sebabnya, seluruh muatan unggas itu tidak disertai dokumen resmi, dan belakangan dipastikan tiga dari empat jenis burung tersebut termasuk satwa dilindungi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pencegahan itu sekaligus menyelamatkan burung-burung itu dari upaya diperjualbelikan. Mereka kini dalam pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (BKSDA) Sumatera Selatan. Sayang, 25 ekor di antaranya disita sudah dalam keadaan mati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ujang Wisnu Barata, Kepala BKSDA Sumatera Selatan menerangkan petugas berhasil menyelamatkan burung-burung itu kala telah berada di atas Kapal Kuala Bate yang sudah siap bertolak dari Tanjung Api-api pada 27 November lalu. “Setelah dilakukan pemeriksaan dan proses identifikasi diketahui sebanyak 3 jenis teridentifikasi termasuk dalam daftar satwa dilindungi,” katanya, Jumat 3 Desember 2021.

Ketiga jenis yang dilindungi itu adalah Serindit Melayu (Loriculus galgulus) sebanyak 92 ekor, Cucak Hijau (Chloropsis sonnerati) 7 ekor, dan Cucak Ranting (Chloropsis cochinchinensis) 3 ekor. Sisanya, sebanyak delapan ekor, berasal dari jenis tidak dilindungi, yaitu Burung Kinoi. Mereka seluruhnya diketahui berasal daari Pekanbaru dan akan dikirim ke Pangkalpinang.

“Harus terus dilakukan operasi seperti ini karena masih ada permintaan atas satwa-satwa tersebut di pasar gelap,” kata Ujang lagi.

Ujang menerangkan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Balai Karantina Pertanian Kelas I Palembang berkolaborasi dengan BKSDA Sumatera Selatan mendalami kasus itu berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Hasilnya, mengungkap penyesalan si pemilik yang mengakui kesalahannya tidak melapor kepada pejabat karantina setempat.

“Upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan perkarantinaan terus dilakukan untuk membuat efek jera dan tingkatkan kepatuhan pengguna jasa" ujar Hafni Zahara, Kepala Balai Karantina Pertanian Palembang, menambahkan.

M. Andriansyah, Ketua Kelompok Pejabat Fungsional Polisi Hutan BKSDA Sumatera Selatan, menambahkan sebanyak 25 ekor burung yang mati meliputi 20 ekor Serindit Melayu, 1 ekor Cucak Hijau atau Cucak Ijo dan 4 ekor Cucak Ranting. "Sekarang kami masih menunggu hasil tes Avian Influenza terhadap individu yang hidup," katanya.

 

 


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus