Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Jakarta Target Tambah 1.000 Sensor Polusi Udara dan Janji Lebih Terbuka atas Datanya

Polusi udara di Jakarta dipastikan meningkat pada musim kemarau yang diprediksi dimulai akhir April nanti, atau mundur dari biasanya.

19 Maret 2025 | 10.24 WIB

Gedung perkantoran terselimuti kabut polusi di Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Gedung perkantoran terselimuti kabut polusi di Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jakarta akan meniru kota-kota besar di dunia seperti Paris dan Bangkok dalam menangani polusi udara. Paris disebutkan memiliki 400 stasiun pemantauan kualitas udara (SPKU), sedangkan Bangkok sampai 1000 unit. Sebagai perbandingan, Jakarta saat ini memiliki 111 SPKU dari sebelumnya hanya 5.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Itu sebabnya, Jakarta tengah menargetkan penambahan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors) agar pemantauan lebih luas dan akurat. Dengan upaya ini, sumber pencemaran diharapkan dapat terdeteksi lebih jelas, termasuk bagaimana polutan dari luar masuk ke wilayah Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Asep Kuswanto menyampaikan itu dalam keterangan tertulis yang dibagikannya usai diskusi membahas strategi menghadapi penurunan kualitas udara Jakarta saat musim kemarau, Senin 17 Maret 2025. Diskusi melibatkan pula kalangan dari BMKG, BRIN, akademisi, serta organisasi masyarakat sipil (Civil Society Organization).

"Ke depan kami akan menambah jumlah sensor agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat,” katanya sambil menambahkan bahwa keterbukaan data juga menjadi langkah penting dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis. Keterbukaan data menjadi dasar kebijakan berbasis sains. “Kami harus lebih terbuka dalam menyampaikan data polusi udara agar intervensinya bisa lebih efektif," kata Asep. 

Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Puji Lestari mengatakan polusi udara di Jakarta sebagian besar berasal dari aktivitas industri yang tersebar di Jabodetabek. Sektor industri, termasuk pembangkit listrik, disebutnya masih menjadi penyumbang utama pencemaran udara, diikuti emisi kendaraan penumpang. "Jadi, selain faktor internal, kondisi udara di Jakarta juga dipengaruhi oleh wilayah sekitarnya yang turut berkontribusi terhadap penurunan kualitas udara,” ujarnya.

Stasiun pemantau kualitas udara bergerak milik Dinas Lingkungan Hidup Jakarta. Pemerintah Jakarta menyatakan mengembangkan sistem inventarisasi emisi yang lebih sistematis untuk memantau sumber-sumber polusi udara. FOTO/Dok. DLH DKI

Puji menerangkan, interaksi antara berbagai sumber pencemaran itu menyebabkan tingkat polusi di Jakarta semakin kompleks. Oleh karena itu, dia menilai diperlukan koordinasi lintas wilayah serta pendekatan berbasis data yang lebih terbuka untuk mencapai perbaikan yang signifikan dalam kualitas udara Jakarta.

Kepala Subbidang Informasi Pencemaran Udara BMKG Taryono Hadi mengungkap peran penting hujan dalam mengurangi polusi udara. Ketika musim kemarau seperti pada Juni hingga Agustus, kualitas udara di Jakarta cenderung memburuk karena polutan di atmosfer meningkat. “Saat curah hujan rendah, partikel polusi sulit terurai, sehingga konsentrasi polutan seperti PM2.5 meningkat tajam," tuturnya.

Adapun musim kemarau tahun ini, Taryono menerangkan, kemungkinan akan mundur dari biasanya berawal pada awal April menjadi akhir April. Lalu, puncak kemarau diperkirakan terjadi lebih awal, kini diprediksi mencapai intensitas tertinggi pada September.

"Kami melihat adanya pergeseran pola musim kemarau tahun ini. Jika biasanya berlangsung lebih cepat, kini musim kemarau diperkirakan mulai lebih lambat dan puncaknya bergeser ke September," ujar Taryono.

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus