Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Lubukbasung - Nasrial (50) warga Muaro Putih, Nagari Tiku Lima Jorong, Kecamatan Tanjungmutiara, diduga telah menjadi korban serangan buaya muara (Crocodylus porosus). Jasadnya tak utuh ditemukan mengapung di Sungai Batang Masang pada Jumat pagi 12 Februari 2021.
"Ini berdasarkan kondisi jenazah yang ditemukan, diduga korban memang diserang buaya, karena kaki kiri dan bagian tubuh lainnya hilang," kata Ade Putra, Kepala Resor Konservasi Sumber Daya Alam Agam, BKSDA Sumatera Barat, Jumat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ade Putra menyatakan sedang melakukan identifikasi di lapangan untuk memastikan penyebab kematian Nasrial. Namun, yang jelas, Sungai Batang Masang merupakan habitat buaya muara. Sungai itu, kata Ade, bahkan sudah direncanakan bersama Pemerintah Kabupaten Agam sebagai Kawasan Ekosistem Essensial (KEE) pada 2019.
Sementara ini Ade mengimbau warga sekitar mengurangi aktivitas di sungai dan rawa agar tidak diserang buaya muara. Terlebih, dia menambahkan, saat ini sudah masuk musim kawin dan bertelur buaya-buaya muara yakni Januari-Juli.
Buaya yang akan kawin dan bertelur disebutnya cenderung akan mencari lokasi yang aman dari gangguan individu lainnya. Terutama induk buaya yang sedang menunggui sarang telurnya, akan sangat agresif dan sensitif terhadap keberadaan hewan lain maupun manusia.
Baca juga:
Buaya Muara Mati dengan Trakea Robek, Gara-gara Mata Pancing
"Seperti yang ditemukan di Nagari Tiku Lima Jorong, Kecamatan Tanjungmutiara, Senin 25 Januari 2021, di mana di lokasi tersebut ditemukan sarang telur buaya yang dijaga oleh induknya," katanya.
Sedangkan di Kabupaten Pasaman Barat, pada awal tahun 2021 dilaporkan terjadi serangan buaya terhadap manusia di Ujung Gading, Sasak dan terakhir di Kinali. Selain karena faktor musim kawin dan bertelur itu, menurut Ade, meningkatnya interaksi antara manusia dan buaya muara karena juga penyempitan habitat.
Hampir di seluruh lokasi terjadinya serangan buaya, kondisi alamnya sudah beralih fungsi menjadi perkebunan dan lahan budidaya lainnya. Bahkan sepanjang pinggiran aliran sungai sampai dengan muara sudah ditanami dan akhirnya memaksa buaya untuk berada sepanjang waktu di dalam air.
Baca juga:
Di Pulau Komodo, Ibu Berjibaku Bebaskan Anaknya dari Gigitan Komodo
"Tentunya hal ini mengakibatkan semakin seringnya perjumpaan buaya muara dengan manusia," katanya.