KATEGORI D telah dijadikan jurus ampuh untuk membiarkan air sungai tercemar. Aneh kedengarannya, tapi inilah yang terjadi atas Sungai Sambong yang mengaliri pusat Kota Batang, Jawa Tengah. Kategori D berarti air sungai bisa sekaligus digunakan untuk pertanian dan industri. Akibatnya, kadar bahan pencemar yang masuk ke sungai bisa lebih tinggi. Kebetulan, jurus ini diterapkan Pemda Kabupaten Batang. Berdasar ketentuan, air kategori D mengandung kadar kromium (Cr) dan timbal (Pb) 1 miligram perliter. Sedangkan kromium yang dibolehkan pada air sungai golongan A (air minum tanpa pengolahan), dan B (bahan baku air minum), adalah 0,05 miligram tiap liter. Penggolongan ke kategori D dinilai penduduk sebagai usaha Bupati Soehoed untuk membela pabrik. Sejak November lalu, ia memang direpotkan oleh protespenduduk yang tak lagi tahan, karena selama tak kurang dari 13 tahun mereka terpaksa memanfaatkan air dari sungai yang tercemar. Semula, ketika 400 kepala keluarga mengadu ke LBH, Bupati segera melakukan penelitian. Hasilnya, menunjukkan, air sungai tak bisa digunakan untuk mandikarena menyebabkan gatal-gatal dan mematikan ikan. Jadi, protes penduduk diterima. Hanya, tuduhan penduduk bahwa pelaku pencemaran adalah Indonesia Miki Industries (IMI) Group tak sepenuhnya benar. Ada industri tapioka yang ikut mencemari Sambong. Tapi sumber pencemaran terbesar memang Grup IMI, yangmenghasilkan MSG, sakarin, siklamat, glukosa, sampai kopi, bihun, dan karung plastik. Bupati segera menegur Grup IMI. November tahun lalu pabrik ini menyatakan kesediaannya membuat alat pengolah limbah. Sementara itu, limbah padatnyadibuang di lokasi pabrik dan Desa Pasekaran. Upaya ini terasa manfaatnya bagi penduduk. Mereka bisa mandi dan mencuci baju. Bahkan, yang mencari nafkah sebagai nelayan bisa kembali mencari ikan di sana. Ketenangan itu hanya bertahan enam bulan. April lalu, sungai itu kembali tercemar. Lalu, tiga minggu silam, 100 penduduk melancarkan aksi duduk di depan pabrik. Usaha lewat jalur LBH pun dijalankan. Tapi Bupati malahmengatakan bahwa ikan yang mati di Kali Sambong bukan karena bahan kimia, melainkan pestisida. Ini berdasarkan hasil penelitian laboratorium kriminologi Polda Jawa Tengah. Belakangan, LBH baru tahu bahwa sejak tengah Januari lalu, Bupati sudah memperpanjang kawasan sungai kategori D sampai ke daerah aliran di Desa Kecepak dan Klidang Lor. Sedangkan dua penggalan lain dari sungai yang sama ditetapkan sebagai golongan B dan C. Karena itu, LBH berniat mengajukan gugatan, baik kepada PT IMI maupun kepada Bupati Batang. "Padahal, seharusnya masuk golongan C," ujar Mas Achmad Santosa dari YLBHI, berkomentar tentang penggolongan Sambong. Alasannya, warga sekitar hidupsebagai nelayan yang sangat bergantung pada kualitas air. Pendapat itu sesuai dengan penjelasan Menteri Negara KLH Emil Salim, yang menyatakan bahwapenggolongan haruslah berdasar peruntukannya, dengan melihat tata ruang. Tapi ketua tim gabungan KLH Jawa Tengah, Mulyarsih, mengakui bahwa mereka tidakmeneliti peruntukan Kali Sambong. Jadi? "Kami hanya mengacu surat Gubernur," ujarnya. Dalam SK Gubernur dua tahun lalu disebutkan bahwa Kali Loji di Pekalongan masuk golongan D. Berdasarpada anggapan Kali Sambong mempunyai kondisi yang sama dengan Loji, dimasukkanlah sungai itu ke golongan D. Kalau sudah begini, aparat KLH agaknyaperlu lebih hati-hati. Dan penduduk tentu pantas minta ganti rugi, apalagi pencemaran yang mereka derita berlangsung 13 tahun. Diah Purnomowati dan Bandelan Amarudin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini