SAMPAI belum lama ini Morvi, bekas ibukota suatu kerajaan, 500
km di sebelah barat-laut Bombay, membanggakan banyak patung dan
kuil berukir. Kerajinan keramiknya tersohor di seluruh India.
Demikian pula lonceng buatan dan tenunan sutranya. Tapi semua
kebanggaan masa lampau itu sudah tidak bersisa lagi.
Suatu petang, 11 Agustus, bendungan Machu no. 2 jebol. Dalam
waktu singkat air bah menyapu kota Morvi yang terletak 6 km di
hilir bendungan itu. Kota di negara-bagian Gujarat itu yang
tadinya berpenduduk sekitar 60.000 orang kini hancur.
Para pejabat pekan lalu masih meneliti kenapa bencana besar itu
bisa terjadi. Sementara itu kaum politisi tak ketinggalan
mencari kambing hitam. Namun ada konsensus rupanya bahwa para
pejabat setempat agak lengah tadinya, sedang penduduk umumnya
bersikap acuh tak acuh--sama sekali tidak dalam Keadaan siaga
ketika semula diketahui bendungan itu retak.
Krisis Politik
Karena hujan deras selama 24 jam, air danau buatan di balik
bendungan itu mencapai setengah meter di atas tingkat maksimum.
Bendungan yang memang sudah retak itu tidak dapat menahan lagi.
Dan air bah terlepas dengan dahsyat. Bahkan truk 5 ton
dihanyutkannya dari ujung timur ke ujung barat kota.
"Ribuan mayat hanyut terbawa gelombang itu ke dalam Teluk
Kutch," kata Mayor A.R. Khan yang memimpin kegiatan tentara
dalam mengatasi bencana itu. Bau mayat tercium di mana-mana.
Ratusan burung hering--pemakan bangkai -- senantiasa melayang di
atas bekas kota Morvi.
Ketika penduduk yang selamat telah kembali, mereka bahkan
kehabisan kayu untuk membakar mayat, sesuai dengan tradisi
penganut Hindu. Taksiran orang mengenai jumlah korban berkisar
antara 1000 dan 25.000--tergantung pihak resmi atau bukan yang
bercerita. Koran Hindustan Times menyiarkan angka tertinggi itu.
Di New Delhi, ketika itu kalangan partai- umumnya sedang
terlibat daam krisis politik. Bencana bendungan itu seperti
disebut oleh tokoh partai Kongres, Jashvant Mehta, "tak ada
taranya dalam sejarah India" tampak tenggelam dalam kehebohan
krisis politik tadi.
Namun di Gujarat sendiri, para tokoh partai Janata yang
kebetulan berkuasa di negara-bagian itu saling menuduh adanya
korupsi tingkat atas dalam proyek bendungan itu. Disinyalir
pembangunan dan penanganannya tak beres.
Pokoknya Walikota Morvi, Rathibai Desai, pada pagi hari yang
naas itu pergi ke bendungan Machu. Ia menjumpai insinyur kepala
di sana sedang bingung. Sedikitnya 3 dari 18 saluran pembuangan
air tak dapat dibuka. Maka air yang meluap akibat hujan
terus-menerus tak dapat disalurkan sebagaimana mustinya.
Desai kemudian menghubungi polisi melalui telepon. Ternyata
saluran telepon pun macet. Juga saluran telegram tidak bekerja.
Peralatan sirene yang biasanya pada kipas angin di plafon
kamar.
Bekas PM India, Ny. Indira Gandhi, kemudian memerlukan datang
meninjau Morvi. Ia mengelilingi bekas kota itu sambil menutup
hidungnya dengan sapu tangan. Kesimpulannya, seperti diberitakan
pers, ialah semustinya banyak korban bisa dihindari jika para
pcjabat dan petugas memberi peringatan dan petunjuk pada
penduduk pada waktunya.
Koran Indian Express memberi contoh tentang betapa kelengahan
para pejabat. Umpamanya seorang guru sekolah dari Morvi berjalan
kaki sejauh 65 km untuk menyampaikan laporan pertama ke Rajkot,
ibukota distrik, di mana ternyata para pejabat tidak
memperdulikan.
Lama kemudian baru dikirim sepasukan polisi. Tapi itu pun tidak
dilengkapi dengan alat bantuan dan komunikasi, tulis Indian
Express.
Kejadian itu kemudian diakui terburuk dalam sejarah bendungan
dunia. Sebelum di Morvi, bencana dengan jumlah korban terbesar
terjadi abad lalu di Johnstown, Pennsylvania (AS). Yaitu
bendungan di South Fork Reservoir jebol dalam tahun 1889 yang
menelan korban hampir 2500 orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini