Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

Kearifan Lokal sebagai Jawaban Krisis Iklim

Seperti dibahas di COP15 di Montreal, kearifan lokal disebut sebagai jalan terbaik untuk mengurangi dampak krisis iklim. Cara-cara suku melestarikan ekosistem dianggap paling jitu karena kehidupan mereka bergantung pada alam. Yanti A. Lewerrisa, lektor kepala Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Ambon, dkk, menulis tentang efektivitas Sasi menjaga laut di Maluku Tengah.

21 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kearifan lokal mengemuka dalam konferensi PBB soal keanekaragaman hayati, COP15, di Montreal, Kanada, pada awal pekan ini. Cara suku asli, yang hidupnya sangat bergantung pada ekosistem, menjaga alam dianggap sebagai jalan terbaik untuk mengurangi dampak dari kerusakan lingkungan dan krisis iklim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menekankan pentingnya kearifan lokal dalam konservasi alam. Kanada menggelontorkan dana sekitar Rp 900 miliar untuk proyek berbasis suku asli. Dia mendorong negara-negara lain melakukan hal serupa, dari penghormatan terhadap suku Semai di Malaysia hingga cara memancing masyarakat di Kepulauan Palau, Samudera Pasifik, yang berorientasi target spesies tertentu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Indonesia, tepatnya di Kepulauan Maluku, ada Sasi Laut. Penangkapan ikan merupakan hal penting bagi masyarakat setempat. Kehidupan yang berada di 1.340 pulau tak bisa lepas dari laut, dan mata pencaharian mereka sangat rentan terhadap perubahan iklim.

Tradisi menangkap ikan lompa (Trisina baelama, sejenis ikan sardin kecil) dalam ritual budaya buka Sasi Lompa di sungai Learisa Kayeli, Negeri Haruku, Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, 2015. ANTARA/Embong Salampessy

Sasi Laut merupakan tradisi Maluku yang dapat membantu menjaga ketahanan pangan pada saat stok ikan Indonesia terancam habis. Perubahan suhu laut mempengaruhi terumbu karang, siklus pemuliaan, migrasi, dan populasi secara keseluruhan. Nelayan merasa lebih sulit dalam menentukan waktu terbaik untuk melaut karena pola cuaca menjadi lebih tidak terduga dan ekstrem.

Sasi Laut bertujuan melindungi dan melestarikan sumber daya alam dan lingkungan, serta merupakan sarana untuk menangani penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur.

Sasi melarang anggota masyarakat mengambil apa pun yang berhubungan dengan sumber daya alam. Hal ini berlaku untuk waktu tertentu dan di suatu wilayah tertentu, baik di hutan, lahan pertanian, maupun laut. Tujuannya tak lain agar sumber daya alam dan kesejahteraan anggota suku setempat dapat dilestarikan.

Masyarakat Kepulauan Maluku, khususnya di Maluku Tengah, memiliki lembaga adat yang disebut Kewang. Kewang berperan sebagai polisi adat dan bertanggung jawab atas pelaksanaan Sasi, termasuk mengawasi wilayah mereka baik di laut maupun di darat.

Dalam struktur kepemimpinan adat, Kewang dipimpin oleh seorang kepala suku yang disebut Latu Kewano, yang dipilih dari kekerabatan (mataruma) tertentu secara turun-temurun. Kepala suku dibantu oleh anak Kewang. Mereka harus rajin, jujur, pintar, sehat, dan berani.

Kewang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan Sasi. Kewang menjalankan tugasnya demi menegakkan hukum Sasi dan ketertiban umum dalam mengelola kebun, hutan, dan laut. Mereka menjaga hutan dan laut, memasang tanda Sasi, dan meminta moul (upacara yang diadakan oleh kepala Kewang untuk Sasi buka dan tutup) pada malam hari. Kewang juga bertugas mengurus pendapatan akibat pelanggaran Sasi. Sedangkan anak Kewang akan berperan sebagai petugas yang mengatur persidangan bagi mereka yang dituduh melanggar Sasi.

Contoh Sasi Laut yang terkenal adalah Sasi Ikan Lompa (Thryssa baelama), ikan sarden kecil yang dipancing oleh suku Haruku, yang banyak mendiami Pulau Haruku, Maluku Tengah. Tradisi Sasi Lompa ada sejak 1600-an. Larangan menangkap ikan lompa berlaku di sekitar Sungai Learisa Kayeli di muara, untuk jarak tertentu ke hulu dan ke laut.

Benih ikan lompa biasanya terlihat pada April hingga Mei. Agar tukik menjadi dewasa, Sasi Lompa pun diumumkan dan penangkapan lompa saat baru berumur 2-3 bulan akan dilarang. Penangkapan lompa akan diizinkan setelah sekitar 5-7 bulan. Kewang secara rutin memantau Sasi Lompa dan kemudian memutuskan kapan akan melakukan Buka Sasi.

Upacara Tutup Sasi memberi kesempatan bagi spesies ikan tertentu untuk berkembang biak dengan baik sehingga siklus hidupnya tetap terjaga.

Sasi penting untuk menjaga ketertiban umum dan mencegah pencurian barang milik pribadi atau negara, serta menjamin perlindungan sumber daya alam. Dalam menghadapi perubahan iklim, tradisi Sasi merupakan satu jawaban untuk mengatasi krisis pangan.

Untuk menanamkan rasa tanggung jawab generasi muda Negeri Haruku dalam menjaga dan melestarikan lingkungannya, Kewang Elly Kissya membentuk "Kewang anak" untuk anak-anak usia sekolah. Anak-anak muda diajari menanam dan merawat pohon bakau di sekitar pesisir Pulau Haruku. Dengan menjaga ekosistem, mangrove akan tetap menjadi habitat yang cocok bagi ikan, udang, dan biota laut lainnya. Sasi, baik di darat maupun di laut, membantu memastikan pasokan pangan dalam menghadapi ketidakpastian akibat perubahan iklim.

---

Artikel ini terbit pertama kali di 360 Info diterjemahkan oleh Sekar Rahma (Magang).

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus