Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - The Asia for Animals Coalition (AfA) dan jaringannya meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHk) menghentikan ekspor monyet ekor panjang (macaca fascicularis) yang terancam punah. Koalisi perlindungan satwa terbesar di dunia yang berisi 166 organisasi itu mengirimkan surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, pada 21 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam suratnya, AfA menyebut penghentian ekspor monyet ekor panjang itu demi kepentingan konservasi, keselamatan manusia, dan kesejahteraan hewan. "Meskipun kami menyambut baik bahwa sejauh ini belum ada kuota ekspor yang ditetapkan untuk tahun 2024, kami tetap khawatir bahwa hal tersebut mungkin akan ditetapkan pada akhir tahun ini, dan untuk tahun-tahun mendatang," begitu pernyataan AfA dalam salinan surat yang diterima Tempo pada Senin, 25 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koalisi menyatakan Indonesia sempat berhenti mengekspor satwa tersebut selama empat tahun, yaitu pada 2015-2018. Namun, pada 2019, Indonesia kembali mengekspor monyet ekor panjang.
Setahun setelahnya, Union for Conservation of Natural Resources (IUCN)—otoritas global yang terdiri dari ilmuwan dan ahli di bidang ekologi, biologi konservasi dan manajemen konservasi—memasukkan monyet ekor panjang ke dalam daftar merah sebagai spesies yang terancam punah. Meski sudah ada penetapan tersebut, KLHK tetap membuka kuota ekspornya pada 2021. AfA menyebutkan bahwa kuota ekspor monyet ekor panjang berasal dari penangkapan di alam.
Pada 2022, pasca adanya penilaian dan intensifikasi ancaman lebih lanjut terhadap monyet ekor panjang, IUCN kembali menaikkan status konservasi spesies tersebut dalam kategori terancam punah. "Namun demikian, hampir 1.000 individu diekspor oleh Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun tersebut,” begitu pernyataan pihak Afa.
Merujuk informasi dari salah satu koalisi Afa, Action for Primates, 870 individu monyet yang diekspor itu ditangkap dari alam. Sisa 120 ekor lainnya berasal dari generasi pertama yang lahir di penangkaran,
Kendati KLHK tidak mengeluarkan kouta ekspor pada 2022, Indonesia kembali meningkatkan kouta ekspor monyet ekor panjang sebanyak 40 persen pada 2023. Kuota 1.402 ekor itu seluruhnya hasil tangkapan dari alam.
Dalam pernyataannya, pihak AfA mengaku khawatir bila jumlah ekspor tersebut terus meningkat ke depannya. "Selama beberapa tahun terakhir, beberapa pihak mencurigai industri biomedis Indonesia telah memanfaatkan monyet ekor panjang yang ditangkap secara liar sebagai bahan baku subjek penelitian di dalam negeri dan sebagai stok untuk sarana penangkaran,” demikian pernyataan Afa dalam surat kepada Menteri KLHK.
Salah satu ancaman terbesar monyet ekor panjang adalah besarnya permintaan dari industri penelitian untuk menjadikan primata tersebut sebagai spesimen. Dengan banyaknya konflik antara manusia dan monyet ekor panjang di beberapa daerah, penangkapan dan pemanfaatan satwa tersebut menjadi solusi yang diambil regulator.
Dalam hal ini, tim Afa menyarankan solusi alternatif yang dianggap lebih manusiawi. “Kelimpahan polusi dalam beberapa daerah dan peningkatan frekuensi interaksi negatif biasanya berhubungan dengan hilangnya habitat dan makanan yang tersedia.”
Penanganan yang buruk diperkirakan akan menghambat kelangsungan spesies monyet ekor panjang yang ribuan tahun sudah berdampingan dengan manusia. Apalagi monyet ekor panjang mempunyai peran penting dalam ekosistem sebagai penyebar benih yang utama.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Satyawan Pudyatmoko, sebelumnya membenarkan soal penetapan kuota ekspor monyet ekor panjang. Pada 2023, misalnya, besar kuota ekspor itu sebanyak 1.780 ekor.
"Realisasi ekspor tahun lalu sejumlah 322 ekor dari habitat alam, dan 1.080 ekor dari hasil pengembangbiakan di Pulau Deli (Island Colony Breeding) dan merupakan satwa introduced," kata Satyawan kepada Tempo pada 20 Maret lalu
Dia menyebut terdapat 120 monyet ekor panjang hasil penangkaran yang dimanfaatkan pada 2021. Jumlahnya meningkat dua kali lipat setahun berikutnya. Adapun pada 2023 angka ekspor satwa penangkaran itu sebanyak 193 ekor.