Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kondisi Hulu Sungai di Jawa Barat, Penyebab Banjir

Kondisi hulu sungai yang mengalami degradasi akibat alih fungsi lahan dan kurangnya daerah resapan air menjadi faktor utama yang memperparah bencana banjir.

12 Maret 2025 | 16.07 WIB

Sejumlah relawan gabungan mengevakuasi material kayu yang terbawa banjir bandang di  Kampung Cibuntu, Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa, 22 Septembe 2020. Data sementara yang dikeluarkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dampak akibat banjir bandang yang terjadi di Kecamatan Cicurug, mengakibatkan 12 rumah hanyut dan 85 rumah terendam. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Perbesar
Sejumlah relawan gabungan mengevakuasi material kayu yang terbawa banjir bandang di Kampung Cibuntu, Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa, 22 Septembe 2020. Data sementara yang dikeluarkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dampak akibat banjir bandang yang terjadi di Kecamatan Cicurug, mengakibatkan 12 rumah hanyut dan 85 rumah terendam. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Banjir yang melanda wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat tidak hanya disebabkan oleh curah hujan tinggi. Ada berbagai faktor lain yang turut memperparah, termasuk penurunan muka tanah, perubahan tata guna lahan, kenaikan muka air laut, dan cuaca ekstrem.

Namun ada satu hal tak kalah penting, yaitu rusaknya wilayah hulu sungai. Kondisi hulu sungai, sebagai daerah resapan air memiliki peran penting dalam pengendalian banjir. Jika rusak, fungsi tersebut tak maksimal. 

Faktor-faktor Penyebab Banjir dan Kondisi Hulu Sungai

Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yus Budiono, mengungkapkan penurunan muka tanah menjadi penyebab utama meningkatnya risiko banjir di Jabodetabek, dengan kontribusi hingga 145 persen. Perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali juga meningkatkan risiko banjir hingga 12 persen. Kondisi ini diperparah dengan kondisi hulu sungai yang mengalami pengurangan luas hutan dan daerah resapan air, terutama di sepanjang Sungai Bekasi dan Ciliwung.

Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Luki Subehi, menekankan bahwa pengelolaan sumber daya air dan perubahan tata guna lahan di wilayah perkotaan turut memengaruhi terjadinya banjir. Pengurangan luas hutan dan daerah resapan air di wilayah hulu menyebabkan meningkatnya aliran air permukaan yang berujung pada banjir. "Banjir di Bekasi, misalnya, terjadi hampir setiap tahun karena daerah hulunya kurang mampu meresapkan air, sementara daerah datarannya telah dipenuhi permukiman," katanya.

Kondisi Hulu Sungai Citarum

Hujan lebat yang mengguyur wilayah Kota dan Kabupaten Bandung pada 7 hingga 8 Maret 2025 menyebabkan Sungai Citarum meluap, berdampak pada sungai-sungai lain seperti Cikapundung, Cigede, dan Sungai Cipalasari. Kepala BPBD Kabupaten Bandung, Uka Suska Puji Utama, menyatakan peningkatan debit air Sungai Citarum mengakibatkan banjir di beberapa desa di Kecamatan Dayeuhkolot dan Bojongsoang. Kondisi hulu Sungai Citarum yang ditengarai mengalami degradasi akibat alih fungsi lahan dan kurangnya daerah resapan air memperparah kondisi ini.

Kondisi Hulu Kali Bekasi

Banjir di Kota dan Kabupaten Bekasi pada 4 Maret 2025 disebabkan oleh meluapnya Kali Bekasi. Kepala Pelaksana BPBD Kota Bekasi, Priadi Santoso, menjelaskan bahwa hujan dengan intensitas tinggi di wilayah hulu Kali Bekasi menyebabkan peningkatan debit air dan banjir. Kondisi hulu Kali Bekasi yang mengalami pengurangan daerah resapan air dan peningkatan permukiman mempercepat aliran air ke hilir, menyebabkan banjir.

Kondisi Hulu Sungai Ciliwung

Banjir di kawasan Puncak, Bogor, pada 2 Maret 2025 disebabkan oleh meluapnya Sungai Ciliwung. Hujan deras dengan intensitas tinggi di wilayah hulu Sungai Ciliwung menyebabkan peningkatan debit air yang signifikan. Kondisi hulu Sungai Ciliwung yang mengalami alih fungsi lahan dan pengurangan daerah resapan air memperparah kondisi ini.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor, Jawa Barat mencatat sebanyak 423 jiwa di Kampung Pensiunan, Desa Tugu Selata, Cisarua, terdampak bencana banjir akibat luapan Sungai Ciliwung.

"Karena hujan deras dengan intensitas tinggi mengakibatkan aliran kali Ciliwung meluap ke rumah warga di sekitaran aliran kali," ungkap Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bogor M Adam Hamdani di Cisarua, Senin, 3 Maret 2025.

Upaya Mitigasi dan Peran Riset

BRIN mengklaim telah melakukan berbagai riset untuk mengatasi permasalahan banjir, termasuk pengembangan sistem informasi danau, model peringatan dini berbasis AI, dan pemetaan daerah rawan banjir dengan pendekatan polder system. Sistem peringatan dini berbasis AI diharapkan dapat meningkatkan akurasi prediksi banjir. Penerapan sistem polder dan penghentian eksploitasi air tanah juga menjadi langkah penting dalam mitigasi banjir.

"Saat ini kami sedang mengembangkan sistem informasi danau, yang meskipun masih fokus pada danau prioritas, nantinya bisa diterapkan untuk memetakan setu-setu kecil di Jakarta yang berperan sebagai tempat penampungan air sementara," ujar Yus.

Irsyan Hasyim, Anwar Siswadi, Sapto Yunus, dan Antara turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Penyebab Utama Banjir Jabodetabek

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus