Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

Berebut Konsesi Perusahaan Restorasi Ekosistem

Izin restorasi ekosistem PT Rimba Raya Conservation yang dicabut KLHK hendak dicaplok. Perusahaan menggugat ke PTUN.

 

23 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAJATAN wajib Hasan Efendy menyaksikan penampilan tim nasional sepak bola usia di bawah 23 tahun atau U-23 di Piala Asia U-23 2024 terganggu. Musababnya, penjabat Kepala Desa Baung, Seruyan Hilir, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, itu harus menghadiri undangan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membicarakan pencabutan izin restorasi ekosistem PT Rimba Raya Conservation.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kebetulan waktu itu timnas Indonesia menghadapi Uzbekistan di babak semifinal,” kata Hasan pada Selasa, 11 Juni 2024. Hasan wajib hadir di Aquarius Boutique Hotel yang berada di Sampit itu untuk memberikan evaluasi kinerja PT Rimba Raya Conservation. Pertemuan di ibu kota Kabupaten Kotawaringin Timur yang berjarak sekitar 120 kilometer dari desanya itu dihadiri belasan kepala desa dan sejumlah camat di Seruyan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penjabat kepala desa yang dilantik pada 24 Mei 2023 itu tiba pada pukul 20.00. Sejam kemudian, pertemuan berakhir dan dilanjutkan dengan nonton bareng pertandingan Indonesia versus Uzbekistan yang berakhir dengan kekalahan timnas Indonesia 0-2.

Dalam paparannya, Hasan menceritakan kemudaratan PT Rimba Raya yang beroperasi lebih dari 11 tahun. Kampung yang dihuni sekitar 1.600 jiwa itu masih miskin. “Setiap kali kami minta bantuan untuk kegiatan masyarakat, pasti jawabnya ‘kami tak ada uang karena tidak ada hasil restorasi yang dijual’,” tutur Hasan menceritakan pemaparannya di depan Agus Justianto, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari saat itu.

Permohonan bantuan yang dimaksud Hasan adalah layanan kesehatan di pos pelayanan terpadu desa karena tidak adanya dokter. Adapun bantuan kesehatan yang diberikan korporasi hanya rumah sakit terapung di Sungai Seruyan. Itu pun tak terlalu berguna karena jaraknya jauh dari permukiman dan hanya beroperasi sembilan kali dalam setahun. Padahal di desa itu ada sedikitnya 100 orang lanjut usia yang membutuhkan pengobatan berkala.

Hasan tak sendirian mengeluhkan PT Rimba Raya. Para kepala desa lain juga mengungkapkan pengalaman berhadapan dengan korporasi. Mereka juga diminta meneken surat pernyataan ihwal pengalaman tersebut. Tempo mendapatkan selembar surat undangan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari tertanggal 22 April 2024, yang bagian perihalnya tertulis, “Pengumpulan Bukti Tertulis dan Penyiapan Saksi Fakta dari Tergugat yaitu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan”. 

KLHK mengumpulkan bukti dan saksi lantaran tengah digugat oleh PT Rimba Raya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Perusahaan yang merupakan salah satu pelopor restorasi ekosistem itu tidak terima atas terbitnya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 1028 Tahun 2023 tentang pencabutan konsesi restorasi PT Rimba Raya Conservation. Surat itu diteken Menteri Siti Nurbaya Bakar pada 15 September 2023.

Dalam keputusan itu, ada empat alasan KLHK mencabut izin PT Rimba Raya. Pertama, Rimba Raya dinilai telah memindahtangankan izin kepada pihak ketiga melalui pelimpahan hak kepemilikan, pengelolaan, dan pemasaran tanpa persetujuan menteri. Kedua, transaksi karbon melebihi area konsesi. Ketiga, perusahaan telah diberi peringatan pertama dan kedua. Keempat, pembayaran pendapatan negara bukan pajak tidak sesuai dengan perundang-undangan.

PT Rimba Raya mendaftarkan perkara ke PTUN Jakarta pada 24 Januari 2024 dengan meminta pencabutan izin dibatalkan. Sidang telah berlangsung setidaknya 18 kali. Dalam sidang 5 Juni 2024, pihak tergugat menghadirkan Hasan Efendy; Kepala Desa Ulak Batu, Kecamatan Danau Sembuluh, Syahrian; dan seorang ahli untuk bersaksi membela KLHK. 

Dalam kesaksiannya, Hasan menjelaskan, PT Rimba Raya hanya merekrut segelintir warga yang bertugas memulihkan hutan. “Lalu buat apa menjaga hutan Rimba Raya tapi tak ada uangnya? Masyarakat kami menyatakan tak ada manfaatnya,” kata Hasan. Dia makin kesal ketika dalam persidangan itu mengetahui PT Rimba Raya telah menghasilkan uang melalui mekanisme perdagangan karbon. 

Hasan mengaku, sebelum terpilih sebagai saksi untuk KLHK, diadakan penjaringan terhadap 14 kepala desa di Seruyan Hilir dan Danau Sembuluh yang berada di sekitar area konsesi PT Rimba Raya. Penapisan pada Ramadan (Maret) 2024 itu, Hasan menambahkan, dilakukan oleh Ovi Anggraini Setiyasari yang mengaku sebagai utusan KLHK. “Dia meminta saya membuat surat pernyataan mengenai dampak adanya Rimba Raya,” ucap Hasan.

Di dalam surat tersebut, Hasan mengaku menyampaikan ihwal kebakaran hutan yang kerap terjadi di wilayah konsesi PT Rimba Raya. Hasan menepis kabar bahwa Ovi membagikan uang saku kepada para kepala desa yang diundang ke Sampit dan persidangan PTUN Jakarta. KLHK, Hasan menerangkan, hanya menyediakan tiket pesawat, penginapan selama di Jakarta, dan uang transportasi. “Tidak ada uang saku sampai Rp 25 juta.”

Sejumlah sumber Tempo bercerita, Ovi Anggraini Setiyasari sebetulnya konsultan untuk KLHK. Ovi adalah perwakilan PT Bumi Carbon Nusantara. “Tugas Ovi menghimpun dukungan desa dan mengkampanyekan buruknya kinerja PT Rimba Raya sehingga tak mendatangkan maslahat bagi masyarakat sekitar,” tutur seorang sumber yang ditemui pada awal Juni 2024.

Sumber Tempo lain menyebutkan Ovi pernah menjadi manajer proyek di Agrinas Capability Center milik PT Agro Industri Nasional (Agrinas) di Bekasi, Jawa Barat. Saham PT Agrinas dimiliki oleh Yayasan Pengembangan Potensi Sumber Daya Pertahanan. PT Agrinas pernah disorot dalam proyek lumbung pangan (food estate) di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, seluas 33.750 hektare yang gagal. 

Adapun PT Bumi Carbon Nusantara sebanyak 50 persen sahamnya atau 3.750 lembar dimiliki oleh Rakhmatunnisa. Perempuan yang lahir di Aceh 49 tahun silam itu pernah menjadi Vice President Public Relations PT Rimba Raya Conservation. Nama Rakhmatunnisa juga muncul di PT Karbonesia Global Artha, PT Infinite Earth Indonesia, dan PT Carbon Vebra Gemilang dalam dokumen yang diunduh dari situs web Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Tempo berupaya meminta penjelasan Agus Justianto yang mewakili KLHK dalam pertemuan di Aquarius Boutique Hotel di Sampit pada 29 April 2024. Namun ia mengatakan tak terlibat dalam acara itu. “Maaf, saya tidak ikut ke Sampit karena yang turun lapangan adalah staf teknis sehingga tidak bisa memberi info lebih lanjut,” ujar Agus pada Kamis, 20 Juni 2024. 

Upaya permintaan konfirmasi juga dilakukan kepada Ovi melalui dua akun Instagram miliknya, tapi ia tidak merespons. Petinggi Infinite Earth Limited, Glory Harimas Sihombing, tidak membantah ketika dimintai konfirmasi ihwal Ovi yang diminta KLHK menjadi tenaga ahli dalam menilai mekanisme perdagangan karbon. Ia menjamin hal itu tak berhubungan dengan perusahaannya. “Masing-masing direktorat jenderal di KLHK itu enggak ketemu. Mereka sering bertanya kepada kami mengenai perihal teknis.”

Kuasa hukum PT Rimba Raya Conservation, Edbert Nugraha Budiwiyono, menepis tuduhan Hasan Efendy ihwal korporasinya yang tidak memberi layanan kesehatan secara optimal untuk masyarakat desa dampingan. Justru klinik terapung yang digagas Rimba Raya dilengkapi dokter, perawat, dan apoteker. "Parra tenaga kesehatan tak hanya menunggu di klinik terapung. Mereka juga mengunjungi pasien yang membutuhkan." 

Kuasa hukum PT Rimba Raya Conservation, Edbert Nugraha Budiwiyono, menepis tuduhan Hasan Efendy ihwal korporasinya yang tidak memberi layanan kesehatan secara optimal untuk masyarakat desa dampingan. Justru klinik terapung yang digagas Rimba Raya dilengkapi dokter, perawat, dan apoteker. “Para tenaga kesehatan tidak hanya menunggu di klinik terapung di tepi sungai. Mereka juga mengunjungi pasien yang membutuhkan.”

•••

AREA restorasi PT Rimba Raya Conservation membentang seluas 36.953,77 hektare yang dihuni 602 spesies flora dan fauna. Juga menjadi rumah bagi 100 spesies langka dan terancam punah. Wilayah konsesi restorasi ekosistem itu merupakan zona penyangga kawasan Taman Nasional Tanjung Puting di provinsi berjulukan Bumi Tambun Bungai tersebut. 

Proyek pemulihan hutan alam itu digagas oleh PT Rimba Raya Conservation bersama Infinite Earth Limited—perusahaan konservasi yang berbasis di Hong Kong—dengan nama Rimba Raya Biodiversity Reserve. Sejak mendapat izin restorasi pada 2013, PT Rimba Raya mampu mendulang 33,6 juta ton setara karbon dioksida (CO2e) kredit karbon. Besaran itu bisa menutup emisi DKI Jakarta setiap tahun. 

Di situs web resmi perusahaan itu dikatakan bahwa potensi pengurangan emisi karbon yang bisa dihasilkan mencapai 130 juta CO2e. Menariknya, Rimba Raya menghasilkan kredit karbon dari hutan gambut dengan nilai konservasi tinggi (HCV).

PT Rimba Raya sebetulnya dimiliki oleh tiga perusahaan. Berdasarkan data dalam Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, pemegang sahamnya adalah PT Lestari Jaya Anugrah, PT Jaga Rimba, dan PT Phoenix Pembangunan Indonesia. Presiden Komisaris Rimba Raya adalah Rusmin Widjaja dan Lily Djonni Andhella duduk sebagai Presiden Direktur.

Kantor Unit Rimba Raya Conservation di Desa Telaga Pulang yang sepi tanpa aktivitas setelah pencabutan izin oleh KLHK, 6 Mei 2024. Tempo/Budi Baskoro

Adapun Infinite Earth Limited merupakan perusahaan konservasi yang didirikan pada 2008. Pendirinya Jim Procanik dan Todd Lemons, keduanya warga Amerika Serikat, yang juga perintis Proyek Karbon Biru Teluk Magdalena di Baja California Sur, Meksiko. Tujuan mereka sejak awal adalah membangun Rimba Raya Biodiversity Reserve di Seruyan. Karena pemodal asing tak bisa memegang izin, mereka bekerja sama dengan PT Rimba Raya Conservation.

Metode kerja sama dimulai dengan langkah Rimba Raya menjual kredit karbon sukarela ke Infinite Earth, yang kemudian menjualnya ke pasar karbon. Penjualan karbon diverifikasi dan divalidasi oleh Verra Carbon—lembaga sertifikasi karbon sukarela terbesar di dunia. Infinite Earth mencatatkan lahan seluas 47 ribu hektare untuk menghasilkan karbon. Lahan ini terdiri atas kawasan konsesi Rimba Raya seluas 36,9 ribu hektare dan 10 ribu hektare area kerja sama dengan Taman Nasional Tanjung Puting.

Kolaborasi mereka runtuh seketika tatkala pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Terdapat aturan baru yang melarang klaim kredit karbon di luar area konsesi. Aturan lain mensyaratkan pemegang izin menjual karbon secara langsung. Imbas aturan ini, Taman Nasional Tanjung Puting memutus kerja sama.

“Masalahnya, mitra Rimba Raya enggak mau tahu ihwal perubahan peraturan ini,” kata seorang sumber kepada Tempo. Infinite Earth ngotot karena sudah terikat dengan Verra Carbon untuk menyediakan kredit karbon di atas lahan 47 ribu hektare. Mereka pecah kongsi dan saling gugat di arbitrase internasional. “Di saat yang sama, Rimba Raya mendapatkan surat peringatan kedua dari KLHK.”

Surat peringatan itu diterbitkan pada 20 Mei 2021 dan 21 September 2021. Rimba Raya selaku pemegang izin dinilai bersalah karena melakukan transaksi penjualan karbon tapi tidak berpedoman pada aturan yang baru diberlakukan. Rimba Raya berupaya memenuhi tanggung jawab dengan meminta petunjuk, tapi tidak digubris KLHK.

Pada 2022-2023, Rimba Raya mendaftarkan permohonan perizinan berusaha pemanfaatan hutan multiusaha sesuai dengan peraturan. Di saat yang sama, Infinite Earth melalui anak usahanya, PT Infinite Earth Nusantara, juga mendaftar pada tata kelola Sistem Registri Nasional atas lokasi konsesi yang sama. “Anehnya, Rimba Raya yang memiliki konsesi dan mendaftar lebih dulu justru disalip tahapan verifikasi dan validasinya oleh Infinite.”

Peran Rakhmatunnisa terlihat bersama suaminya, Wisnu Tjandra, bekas Presiden Direktur Bank Artha Graha. Nama Wisnu muncul sebagai Direktur Infinite Earth Nusantara. Wisnu juga memiliki saham di PT Karbonesia Global Artha bersama sang istri yang memegang jabatan komisaris. Di sana ada pula nama Glory Harimas Sihombing yang juga Direktur Konservasi PT Agrinas.

Sejumlah sumber Tempo di lingkaran Partai Gerindra menyebut Glory sebagai orang dekat Dirgayuza Setiawan, Deputy Chief Executive Officer PT Agrinas. Glory turut menjadi Ketua Dewan Pembina Indonesia Food Security Review—organisasi yang mengkampanyekan program makan siang gratis pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Umum 2024. 

Glory menepis kabar bahwa dia terafiliasi dengan Partai Gerindra. Ia membenarkan jika disebut berteman dengan Dirgayuza. Glory mewakili Infinite Earth Limited menjelaskan persoalan pencabutan izin PT Rimba Raya. Perusahaan itu, dia mengungkapkan, disemprit KLHK karena masih melakukan penjualan secondary market di saat peraturan pemerintah sudah berlaku. 

Dia tak memungkiri klaim Infinite Earth Nusantara berada di atas wilayah konsesi Rimba Raya. Lantas dia menjelaskan ketika Infinite Earth Limited membangun nomine atau perjanjian pinjam nama Rimba Raya karena alasan modal asing tak bisa memiliki konsesi. Pada 2015, Glory diajak kawannya, Jim Procanik dan Todd Lemons, untuk bergabung. Belakangan, datang Wisnu dan Rakhmatunnisa.

Tempo meminta penjelasan dari Wisnu Tjandra, Rakhmatunnisa, dan Direktur PT Karbonesia Global Artha Antonius Jonatan. Balasan datang dari Wisnu yang memberi penjelasan tertulis sepanjang lima halaman. Ia membeberkan perjalanan Infinite Earth Limited membangun kerja sama dengan PT Rimba Raya Conservation. Infinite Earth bertindak sebagai project developer dan Rimba Raya pemegang izin restorasi. “Hasil penjualan karbon dibagi sesuai dengan kesepakatan,” tulis Wisnu.

Dia menegaskan, tak ada niat Infinite Earth Limited mengambil alih izin milik PT Rimba Raya Conservation. Sebab, keduanya merupakan mitra yang memiliki kepentingan agar usaha terus berjalan. Wisnu juga mewakili istrinya dan membenarkan kabar bahwa Rakhmatunnisa menjadi pemegang saham di PT Bumi Carbon Nusantara, PT Karbonesia Global Artha, PT Carbon Vebra Gemilang, dan PT Infinite Earth Indonesia.

Wisnu juga mengatakan tidak ada campur tangan perusahaannya dalam pencabutan izin PT Rimba Raya Conservation oleh KLHK. “Tidak ada mobilisasi kepala-kepala desa. Dan tidak ada pula pemberian uang saku,” ucap Wisnu menegaskan.

Permintaan konfirmasi juga Tempo ajukan ke PT Rimba Raya Conservation melalui kuasa hukum Edbert Nugraha Budiwiyono. Edbert mewakili kliennya mengkritik PT Infinite Earth Nusantara yang sekonyong-konyong mendaftarkan konsesi PT Rimba Raya Conservation ke Sistem Registrasi Nasional. Hal itu diketahui saat Infinite Earth membuat siaran pers pada akhir Desember 2022. "Itu dilakukan Infinite Earth Limited meskipun kami lebih dulu mendaftarkan area konsesi pada perizinan berusaha pemanfaatan hutan."

Permintaan konfirmasi juga Tempo ajukan ke PT Rimba Raya Conservation melalui kuasa hukum Edbert Nugraha Budiwiyono. Edbert mewakili kliennya mengkritik PT Infinite Earth Nusantara yang sekonyong-konyong mendaftarkan konsesi PT Rimba Raya Conservation ke Sistem Registri Nasional. Hal itu diketahui saat Infinite Earth membuat siaran pers pada akhir Desember 2022. “Itu dilakukan Infinite Earth Limited meskipun kami lebih dulu mendaftarkan area konsesi pada perizinan berusaha pemanfaatan hutan.”

•••

MUSIM hujan masih berlangsung. Air Sungai Seruyan meluap di seberang permukiman Desa Muara Dua, Seruyan Hilir. Luberan air menggenangi kanan-kiri kanal menuju pos persemaian bibit pohon hutan milik PT Rimba Raya Conservation, sekitar setengah kilometer dari bibir Sungai Seruyan. Tumbuhan purun dan bamban hanya tampak bagian pucuknya.

Hanya sepelemparan batu dari padang purun dan bamban, terhampar batang dan ranting pepohonan kering bekas terbakar. Ini menandakan dampak kebakaran pada musim kemarau 2023 belum benar-benar pulih. “Tahun lalu, sekat kanal Rimba Raya dan tim lapangan yang membantu menangkal api dari timur. Kalau tidak, api pasti ke Taman Nasional Tanjung Puting,” kata Manajer Community Development PT Rimba Raya Conservation Melita Ruchiyat.

Hartono, staf Rimba Raya di Pos Desa Muara Dua, Seruyan, 6 Mei 2024. Tempo/Budi Baskoro

Tempo mendatangi pos persemaian bibit itu pada pekan pertama Mei 2024. Kondisi pos terlihat jarang digunakan, banyak sampah plastik di sudut-sudut pos yang kecil itu. Hartono, staf lapangan Rimba Raya, menjelaskan, sejak pencabutan izin pada September 2023, hanya seminggu sekali pos itu ditengok. Sebagian peralatan kerja sudah dipindahkan ke kantor di Sampit.

Rimba Raya menyesalkan pencabutan izin yang baru diketahui pada Oktober 2023, atau sebulan setelah keputusan diteken oleh Menteri Siti Nurbaya pada 15 September 2023. Situasi ini membuat Rimba Raya kelimpungan. “Kami memutuskan hubungan kerja dengan semua staf sampai direktur. Sebagian dipekerjakan ulang untuk mendampingi proses di lapangan,” ujar Melita.

Rimba Raya rutin berpatroli di area konsesi dan kawasan yang bekerja sama. Untuk pemulihan hutan, mereka secara berkala melakukan reforestasi. Dari penyiapan bibit hingga penanaman, masyarakat dilibatkan. Secara keseluruhan, Rimba Raya Conservation mempekerjakan seratus orang. “Rata-rata 20 orang di setiap unit. Sebanyak 80 persen adalah masyarakat lokal,” tutur Gusti Dian Fahrozy Ali, Manajer Departemen Administrasi dan Keuangan Rimba Raya.  

Pencabutan izin membuat sebagian masyarakat di desa konsesi Rimba Raya kehilangan pekerjaan. Muhammad Yusuf, 54 tahun, warga Muara Dua, staf lapangan yang biasanya menangani kegiatan reforestasi Rimba Raya, kini kesehariannya menjaga warung kecil di depan rumahnya. Begitu juga Muhammad Aini, staf Rimba Raya lain, kini jadi lebih sering turun ke sungai mencari ikan.

Tempo meminta penjelasan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) KLHK Dida Migfar Ridha ihwal pencabutan izin Rimba Raya. Dida tak membalas pesan yang dikirimkan ke akun WhatsApp-nya. Adapun Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi menolak menjawab pertanyaan ihwal pencabutan izin Rimba Raya dan masuknya Infinite Earth Nusantara ke SRN area konsesi Rimba Raya. “Silakan ke Dirjen PHL atau Biro Hukum,” katanya.

Direktur Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan KLHK Khairi Wenda menyebutkan Rimba Raya dijatuhi sanksi karena melanggar aturan penyelenggaraan nilai ekonomi karbon. Terutama karena pemindahtanganan izin kepada pihak ketiga tanpa persetujuan menteri. “Melakukan transaksi perdagangan karbon lebih luas dari area perizinan yang dimilikinya, termasuk melanggar perjanjian kerja sama dengan Taman Nasional Tanjung Puting,” ujar Khairi pada 29 Februari 2024.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Budi Baskoro dari Seruyan berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus