SOAL keracunan merkuri (Hg -- air raksa) kembali jadi berita
dunia. Pekan lalu Argentina dihebohkan wabah keracunan merkuri
pada bayi. Sebuah tim ahli ilmu kedokteran di Buenos Aires
akhirnya menemukan sumbernya. Yaitu senyawa merkuri yang
dipergunakan binatu pencuci popok sebagai obat pembasmi kuman.
Lebih 1.600 kasus keracunan pada bayi terungkap. Berbagai
rumahsakit di Buenos Aires dan Palang Merah sibuk karenanya.
"Senyawa merkuri itu diresap melalui kulit bayi dan bersarang
dalam darah dan ginjal," kata Dr. Thomas Manuel Banzas, ketua
Perhimpunan Ahli Pediatri Argentina. Tubuh tidak bisa
mengeluarkan racun itu kecuali dirangsang obat penangkal yang
menggelontorkan merkuri itu bersama air kencing. Tapi persediaan
obat penangkal itu, Curprimine, cepat berkurang akibat
permintaan yang mendadak melonjak. Untung Palang Merah menjamin
persediaan tambahan melalui kiriman darurat.
Pemakaian obat pembasmi kuman yang bahaya itu segera dilarang
Dinas Kesehatan Kota Buenos Aires. Obat itu dibuat di Argentina
berdasarkan formula binatu di Amerika Serikat. Menurut
pengamatan tim medis, penyebaran wabah itu tampaknya sudah bisa
dikekang.
Bingung
Beberapa bulan lalu semua binatu sudah diperiksa, tapi Dinas
Kesehatan Kota Buenos Aires tidak mau melarang penggunaan obat
pembasmi kuman itu sebelum para orang tua mengajukan tuntutan di
pengadilan. Kini ratusan orang tua yang bayinya korban merkuri
berjejal memenuhi gedung mahkamah federal di Buenos Aires.
Eduardo Malie, satu antara sekian ayah yang hadir di lembaga
hukum itu, memeluk putranya berusia 15 bulan. Sudah satu tahun
bayi ini mengidap gejala penyakit aneh. Tidurnya jarang,
diarenya hampir tidak pernah reda dan berat badan tidak
bertambah selama 10 bulan. Baru sekarang terungkap ini
disebabkan merkuri.
Banyak bayi sudah berbulan-bulan menderita penyakit diare,
berbagai luka di kulit sampai borok. Bahkan pada mereka sudah
timbul gejala rentan terhadap cahaya dan jaringan saraf
terserang, mengakibatkan otot berangsur melemah. "Wabah seperti
ini jarang terjadi,' komentar Dr. Banzas. "Itu sebabnya timbul
kebingungan."
Juga banyak penduduk negeri sekitar Laut Tengah menjadi bingung.
Sejak bertahun-tahun mereka selalu diingatkan akan bahaya
keracunan bila makan ikan yang tercemar merkuri. Tapi pekan lalu
sejumlah ahli biologi laut menganggap nilai batas kadar merkuri
pada ikan yang ditetapkan selama ini terlalu ketat dan tidak
wajar. Bahkan nilai itu tidak berdasarkan bukti ilmiah.
Para ahli itu mewakili 18 negara sekitar Laut Tengah dan
berhimpun dalam suatu program penelitian laut oleh UNEP (United
Nations Environment Program). "Pemerintah itu merugikan diri
sediri tanpa alasan," ujar Stepjan Keckes, biolog asal
Yugoslavia yang mengepalai program laut UNEP. "Mereka bisa
menghemat jutaan dollar setiap tahun bila menghentikan
pemusnahan ikan." Setiap jumlah ikan yang ternyata kadar
merkurinya melampaui nilai batas aman yang ditetapkan segera
dimusnahkan pihak berwajib.
Para biolog dalam program UNEP itu menilai suatu pembatasan
kadar merkuri yang berlaku sama-rata. tidak logis. Ini tidak
mempertimbangkan perbedaan jumlah dan jenis ikan yang dimakan
penduduk berbagai negeri. Misalnya penduduk Spanyol rata-rata
makan 17 kg ikan setahun, dibanding penduduk Aljazair memakannya
cuma 600 gram dan penduduk Suriah 700 gram.
Sebagian terbesar ikan dikonsumsi kelompok masyarakat nelayan.
Tapi juga kelompok ini cenderung menjual ikan yang lebih
berharga seperti ikan cakalang dan ikan todak. Mereka sendiri
makan jenis ikan yang berada di tingkat lebih bawah rantai makan
yang kadar merkurinya tidak terlalu tinggi.
Pernah keracunan merkuri yang terungkap di Minamata, Jepang,
pertengahan tahun 50-an, menyadarkan dunia akan bahaya
pencemaran oleh industri. Ketika berita peristiwa ngeri itu
menyebar, banyak negara sekitar Laut Tengah menjadi panik.
Para ilmuwan Jepang menyimpulkan bahwa kebanyakan kasus
keracunan merkuri pada manusia disebabkan makan ikan yang
tercemar zat itu. Sebagai tindak pengaman komite Food and
Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization
(WHO), keduanya lembaga PBB, menganjurkan sebaiknya dibatasi
pemasukan merkuri melalui ikan sampai kurang dari « mg setiap
minggu bagi orang yang beratnya 70 kg. Kendati Israel dan
Spanyol menetapkan batas yang jauh lebih longgar, kebanyakan
negara sekitar Laut Tengah menetapkan batas itu antara 0,5 mg
dan 0,7 mg setiap kg ikan.
Tapi sesudah lebih dua puluh lima tahun peristiwa Minamata
menjadi milik dunia, para ilmuwan belum juga berhasil menetapkan
secara tuntas hubungan antara kadar dan jenis senyawa merkuri,
efeknya serta mekanismenya. Karena kontroversi ilmiah ini terus
berlangsung, banyak pemerintah diam-diam mengabaikan ketetapan
mereka sendiri. Nilai batas aman hanya dikenakan pada ikan
impor, sedang terhadap ikan hasil dalam negeri berlaku nilai
yang lebih longgar. Hingga hampir semua ikan lulus dan "menjadi"
tidak cemar.
Sumber Lain
Akhir tahun 60-an, ahli biologi laut berbagai negeri sekitar
Laut Tengah mulai membanding hasil penelitian mereka. Ternyata
kadar merkuri pada ikan secara umum melampaui nilai batas yang
diperkenankan berbagai pemerintah. Tapi juga beberapa hal
menjadi jelas. Dibanding jenis lain, ikan besar seperti
cakalang dan todak mengandung kadar merkuri lebih tinggi. Dan
ternyata kadar merkurinya itu sampai enam kali lebih tinggi
dibanding kadarnya pada ikan cakalang dan ikan todak yang
berasal dari laut lain. Kedua jenis ikan itu selalu
berpindah-pindah. "Jelas ikan itu tidak mungkin menyerap merkuri
itu dari perairan yang dicemari pabrik seperti di Minamata,"
ujar Keckes. "Merkuri itu berasal dari sumber lain."
Penelitian selanjutnya mengungkapkan bahwa dari sekitar 600 ton
merkuri yang setiap tahun memasuki perairan Laut Tengah, hanya
100 ton berasal dari industri sebagai polusi. Lebih 500 ton
sisanya berasal dari sumber alamiah seperti gas vulkanis Gunung
Etna, letupan gunung api di bawah permukaan air, batu-batuan dan
tanah.
Memang tambang merkuri terbesar di dunia terdapat di sekitar
Laut Tengah itu. Di Spanyol tambang Almadez menghasilkan 1/3
produksi merkuri sedunia dan merupakan tambang merkuri terbesar,
bahkan sudah sejak 400 SM. Yang kedua terbesar ialah tambang
Idria di Yugoslavia yang disusul tambang di wilayah Monte
Amiata, Italia.
Berbagai penelitian juga mengungkapkan bahwa kadar selenium pada
ikan di Laut Tengah lebih tinggi dibanding pada ikan dari laut
lain. Zat ini diduga menawarkan efek merkuri pada tubuh ikan dan
pada manusia yang memakannya. Memang di sekitar Laut Tengah
tidak pernah tercatat kasus keracunan merkuri akibat makan ikan.
Selenium memang sering dipergunakan mengobati keracunan
merkuri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini