Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Korban merkuri dari binatu

Pencemaran yang disebabkan oleh merkuri/air raksa di argentina dihebohkan wabah keracunan merkuri pada bayi, sumbernya dari senyawa merkuri popok sebagai obat pembasmi kuman. (ling)

7 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOAL keracunan merkuri (Hg -- air raksa) kembali jadi berita dunia. Pekan lalu Argentina dihebohkan wabah keracunan merkuri pada bayi. Sebuah tim ahli ilmu kedokteran di Buenos Aires akhirnya menemukan sumbernya. Yaitu senyawa merkuri yang dipergunakan binatu pencuci popok sebagai obat pembasmi kuman. Lebih 1.600 kasus keracunan pada bayi terungkap. Berbagai rumahsakit di Buenos Aires dan Palang Merah sibuk karenanya. "Senyawa merkuri itu diresap melalui kulit bayi dan bersarang dalam darah dan ginjal," kata Dr. Thomas Manuel Banzas, ketua Perhimpunan Ahli Pediatri Argentina. Tubuh tidak bisa mengeluarkan racun itu kecuali dirangsang obat penangkal yang menggelontorkan merkuri itu bersama air kencing. Tapi persediaan obat penangkal itu, Curprimine, cepat berkurang akibat permintaan yang mendadak melonjak. Untung Palang Merah menjamin persediaan tambahan melalui kiriman darurat. Pemakaian obat pembasmi kuman yang bahaya itu segera dilarang Dinas Kesehatan Kota Buenos Aires. Obat itu dibuat di Argentina berdasarkan formula binatu di Amerika Serikat. Menurut pengamatan tim medis, penyebaran wabah itu tampaknya sudah bisa dikekang. Bingung Beberapa bulan lalu semua binatu sudah diperiksa, tapi Dinas Kesehatan Kota Buenos Aires tidak mau melarang penggunaan obat pembasmi kuman itu sebelum para orang tua mengajukan tuntutan di pengadilan. Kini ratusan orang tua yang bayinya korban merkuri berjejal memenuhi gedung mahkamah federal di Buenos Aires. Eduardo Malie, satu antara sekian ayah yang hadir di lembaga hukum itu, memeluk putranya berusia 15 bulan. Sudah satu tahun bayi ini mengidap gejala penyakit aneh. Tidurnya jarang, diarenya hampir tidak pernah reda dan berat badan tidak bertambah selama 10 bulan. Baru sekarang terungkap ini disebabkan merkuri. Banyak bayi sudah berbulan-bulan menderita penyakit diare, berbagai luka di kulit sampai borok. Bahkan pada mereka sudah timbul gejala rentan terhadap cahaya dan jaringan saraf terserang, mengakibatkan otot berangsur melemah. "Wabah seperti ini jarang terjadi,' komentar Dr. Banzas. "Itu sebabnya timbul kebingungan." Juga banyak penduduk negeri sekitar Laut Tengah menjadi bingung. Sejak bertahun-tahun mereka selalu diingatkan akan bahaya keracunan bila makan ikan yang tercemar merkuri. Tapi pekan lalu sejumlah ahli biologi laut menganggap nilai batas kadar merkuri pada ikan yang ditetapkan selama ini terlalu ketat dan tidak wajar. Bahkan nilai itu tidak berdasarkan bukti ilmiah. Para ahli itu mewakili 18 negara sekitar Laut Tengah dan berhimpun dalam suatu program penelitian laut oleh UNEP (United Nations Environment Program). "Pemerintah itu merugikan diri sediri tanpa alasan," ujar Stepjan Keckes, biolog asal Yugoslavia yang mengepalai program laut UNEP. "Mereka bisa menghemat jutaan dollar setiap tahun bila menghentikan pemusnahan ikan." Setiap jumlah ikan yang ternyata kadar merkurinya melampaui nilai batas aman yang ditetapkan segera dimusnahkan pihak berwajib. Para biolog dalam program UNEP itu menilai suatu pembatasan kadar merkuri yang berlaku sama-rata. tidak logis. Ini tidak mempertimbangkan perbedaan jumlah dan jenis ikan yang dimakan penduduk berbagai negeri. Misalnya penduduk Spanyol rata-rata makan 17 kg ikan setahun, dibanding penduduk Aljazair memakannya cuma 600 gram dan penduduk Suriah 700 gram. Sebagian terbesar ikan dikonsumsi kelompok masyarakat nelayan. Tapi juga kelompok ini cenderung menjual ikan yang lebih berharga seperti ikan cakalang dan ikan todak. Mereka sendiri makan jenis ikan yang berada di tingkat lebih bawah rantai makan yang kadar merkurinya tidak terlalu tinggi. Pernah keracunan merkuri yang terungkap di Minamata, Jepang, pertengahan tahun 50-an, menyadarkan dunia akan bahaya pencemaran oleh industri. Ketika berita peristiwa ngeri itu menyebar, banyak negara sekitar Laut Tengah menjadi panik. Para ilmuwan Jepang menyimpulkan bahwa kebanyakan kasus keracunan merkuri pada manusia disebabkan makan ikan yang tercemar zat itu. Sebagai tindak pengaman komite Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO), keduanya lembaga PBB, menganjurkan sebaiknya dibatasi pemasukan merkuri melalui ikan sampai kurang dari « mg setiap minggu bagi orang yang beratnya 70 kg. Kendati Israel dan Spanyol menetapkan batas yang jauh lebih longgar, kebanyakan negara sekitar Laut Tengah menetapkan batas itu antara 0,5 mg dan 0,7 mg setiap kg ikan. Tapi sesudah lebih dua puluh lima tahun peristiwa Minamata menjadi milik dunia, para ilmuwan belum juga berhasil menetapkan secara tuntas hubungan antara kadar dan jenis senyawa merkuri, efeknya serta mekanismenya. Karena kontroversi ilmiah ini terus berlangsung, banyak pemerintah diam-diam mengabaikan ketetapan mereka sendiri. Nilai batas aman hanya dikenakan pada ikan impor, sedang terhadap ikan hasil dalam negeri berlaku nilai yang lebih longgar. Hingga hampir semua ikan lulus dan "menjadi" tidak cemar. Sumber Lain Akhir tahun 60-an, ahli biologi laut berbagai negeri sekitar Laut Tengah mulai membanding hasil penelitian mereka. Ternyata kadar merkuri pada ikan secara umum melampaui nilai batas yang diperkenankan berbagai pemerintah. Tapi juga beberapa hal menjadi jelas. Dibanding jenis lain, ikan besar seperti cakalang dan todak mengandung kadar merkuri lebih tinggi. Dan ternyata kadar merkurinya itu sampai enam kali lebih tinggi dibanding kadarnya pada ikan cakalang dan ikan todak yang berasal dari laut lain. Kedua jenis ikan itu selalu berpindah-pindah. "Jelas ikan itu tidak mungkin menyerap merkuri itu dari perairan yang dicemari pabrik seperti di Minamata," ujar Keckes. "Merkuri itu berasal dari sumber lain." Penelitian selanjutnya mengungkapkan bahwa dari sekitar 600 ton merkuri yang setiap tahun memasuki perairan Laut Tengah, hanya 100 ton berasal dari industri sebagai polusi. Lebih 500 ton sisanya berasal dari sumber alamiah seperti gas vulkanis Gunung Etna, letupan gunung api di bawah permukaan air, batu-batuan dan tanah. Memang tambang merkuri terbesar di dunia terdapat di sekitar Laut Tengah itu. Di Spanyol tambang Almadez menghasilkan 1/3 produksi merkuri sedunia dan merupakan tambang merkuri terbesar, bahkan sudah sejak 400 SM. Yang kedua terbesar ialah tambang Idria di Yugoslavia yang disusul tambang di wilayah Monte Amiata, Italia. Berbagai penelitian juga mengungkapkan bahwa kadar selenium pada ikan di Laut Tengah lebih tinggi dibanding pada ikan dari laut lain. Zat ini diduga menawarkan efek merkuri pada tubuh ikan dan pada manusia yang memakannya. Memang di sekitar Laut Tengah tidak pernah tercatat kasus keracunan merkuri akibat makan ikan. Selenium memang sering dipergunakan mengobati keracunan merkuri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus